BerandaKhazanah Al-QuranTradisi Al-QuranAyat Al-Qur’an Disisipkan ke dalam Mantra: Fenomena Unik Masyarakat Banjar

Ayat Al-Qur’an Disisipkan ke dalam Mantra: Fenomena Unik Masyarakat Banjar

Kata “Mantra” biasanya berkonotasi negatif di telinga sebagian besar orang. Ada dua pendapat mengenai asal dari kata mantra itu sendiri.

Pendapat pertama dikutip dari Kamus Bahasa Jawa oleh Arif Hartarta dalam bukunya yang berjudul “Mantra Pengasihan. Rahasia Asmara dalam Klenik Jawa (2010), bahwasanya mantra berasal dari dua kata, yaitu “man” yang berarti “nggagasdan “tra” yang merupakan sufiksnya. Dari kedua kata tersebut, mantra dapat diartikan sebagai “wohing penggagas yang dalam bahasa Indonesia dapat dialihbahasakan sebagai hasil dari daya pikir.

Pendapat lain menyebutkan bahwasanya istilah mantra berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “man yang berarti pikiran, dan “tra yang berarti alat, atau dapat diartikan dengan alat dari pikiran.

Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan yang ditulis oleh Save M. Dagun, terdapat tiga pengertian mengenai mantra. Pertama, kata atau bunyi yang berkekuatan gaib, disenandungkan, dan digunakan sebagai do’a. Kedua, susunan kata yang berunsur dari puisi oleh dukun untuk menandingi kekuatan gaib. Ketiga, suku kata yang bermakna dan berdaya mistik.

Mantra dalam masyarakat berbeda dengan doa-doa yang bersifat religi. Doa religius diambil dari ajaran-ajaran agama maupun kitab suci, tanpa campuran dan sangat erat dengan permasalahan ibadah. Sedangkan mantra lebih cenderung kepada persoalan keduniawian, berbau kesaktian ataupun guna-guna (Alfia Noor, Jurnal Nalar).

Baca juga: Tafsir Ahkam : Apakah Boleh Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Sihir?

Penggunaan Ayat Al-Qur’an dalam Mantra

Seiring dengan masuknya Islam di Indonesia, mantra-mantra mulai mengalami Islamisasi. Inilah sisi menariknya, di mana sebagian masyarakat menggunakan ayat Al-Qur’an sebagai campuran dari mantra-mantra mereka, seperti masyarakat Banjar dan Banten. Berikut salah satu contoh mantra masyarakat Banjar mengenai mantra penyembuh bisul yang terdapat campuran ayat Al-Qur’an di dalamnya. (Alfia Noor, Jurnal Nalar)

Hidung burung

Hintalu cacak

Diandak disarang babi

Aku maurung bisul                           

Kupicik-picik 

Kukacak-kacak                                 

Mudahan jangan jadi

Wala talbisul haqqa bil bathil

Artinya

telur burung

telur cicak

diletakkan di sarang babi

aku memerhatikan bisul

kuremas-remas

kutekan-tekan

semoga tidak jadi

Wala talbisul haqqa bil bathil

Ayat yang dimasukkan ke dalam mantra itu tidak ada hubungannya dengan fungsi dari mantranya sendiri. Kalimat “Wala talbisul haqqa bil bathil merupakan bagian dari QS. Al-Baqarah ayat 42. Berikut redaksi lengkapnya.

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ {42}

Dan janganlah kamu campur-adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui (QS. Al-Baqarah: 42).

Baca juga: Ayat-Ayat Syifa’, Penjelasan dan Pengalaman Para Mufasir Tentangnya

Ditilik dari kitab Tafsir Al-Azhar Jilid 1 karya Hamka, bahwasanya QS. Al-Baqarah ayat 42 menceritakan mengenai para pemuka agama Bani Israil yang enggan memercayai kerasulan Nabi Muhammad saw.

Pemuka agama tersebut beralasan bahwasanya di dalam kitab mereka bertuliskan jika akan ada nabi palsu dan mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi palsu tersebut. Hal itu yang dimaksudkan dengan mencampurkan yang benar dengan yang salah serta menyembunyikan kebenaran.

Pendapat senada juga ditemukan dalam kitab Tafsir Al-Munir karya Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur karya Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Misbah karya Prof. Quraish Shihab, dan Tafsir Fi Dzilal al-Qur’an karya Sayyid Quthb. Semuanya menyatakan bahwa ayat di atas menjelaskan mengenai Bani Israil dan perilaku tercelanya tersebut.

Penutup

Kandungan makna dari ayat-ayat al-Qur’an yang terdapat dalam mantra-mantra (seperti yang ada pada masyarakat Banjar) memang terkadang tidak berhubungan dengan tujuan dari mantra-mantra tersebut. Namun, fenomena semacam ini merupakan sebuah pembuktian bahwasanya Al-Qur’an hidup di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya sekadar pedoman beragama, tetapi juga diposisikan senjata ampuh bagi manusia yang mencintai dan meyakini kesakralannya.

Dalam hal ini kita dapat melihat bentuk kecintaan masyarakat Banjar terhadap Al-Qur’an. Mereka menggunakan kata “bisul” dari lafaz “talbisul” dalam ayat tersebut dengan tujuan mengambil keberkahan Al-Qur’an (Alfia Noor, Jurnal Nalar). Hal itu dilakukan agar harapan dan keinginan mereka tercapai dengan lantaran membaca mantra tersebut, yaitu sembuhnya penyakit bisul.

Baca juga: Beragam Bentuk Rajah dan Pandangan Para Ulama, Simak Penjelasannya

Anggit Sutraningsih
Anggit Sutraningsih
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Raden Mas Said Surakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...