Tidak bisa dipungkiri, keterbatasan kemampuan sebagian muslim dalam memahami Al-Quran maupun tafsirnya dalam bahasa aslinya, telah memaksa mereka mempelajari firman-firman Allah lewat Al-Quran terjemah. Hal ini bukanlah sesuatu yang “memalukan”, sebab Allah memerintahkan hambanya untuk mempelajari Islam sesuai dengan kemampuan mereka.
Hanya saja, apa yang diperoleh dari Al-Quran terjemah tetaplah tidak sama dengan mempelajari Al-Quran lewat bahasa aslinya. Terlebih saat membaca Al-Quran terjemah, kita kurang mengetahui tentang seluk-beluk Ilmu Al-Quran yang penting diketahui tatkala mengartikan satu persatu kata di dalam Al-Quran. Tulisan ini akan merangkum 4 hal yang wajib kita ketahui saat belajar Islam dari Al-Quran terjemah.
4 hal yang wajib kita ketahui saat belajar Islam dari Al-Quran terjemah
Pertama, banyak ajaran Islam yang disampaikan di dalam Al-Quran, masihlah berupa keterangan-keterangan umum. Dimana detail-detailnya memerlukan penjelasan dari ayat lain maupun dari hadis Nabi. Salah satu contohnya adalah kewajiban salat lima waktu yang disampaikan di dalam Surat An-Nisa’ ayat 103:
فَإِذَا قَضَيۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمۡۚ فَإِذَا ٱطۡمَأۡنَنتُمۡ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS. An-Nisa [4] 103).
Baca juga: Mengenal Terjemahan Al-Quran Bersajak dalam Bahasa Aceh Karya Tengku Mahjiddin Jusuf
Detail-detail dari salat yang diwajibkan di dalam ayat di atas, seperti gerakan diawali takbir dengan posisi berdiri dan berlanjut ruku’, i’tidal serta selainnya, tidak dijelaskan secara detail di ayat yang sama bahkan di dalam Al-Quran. Hal ini tidak hanya berlaku pada ayat-ayat yang menyinggung ibadah sehari-hari seperti halnya salat, tapi juga dalam permasalahan aqidah, akhlak-akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Al-Quran, serta kisah-kisah di dalam Al-Quran yang dapat kita jadikan suri tauladan (Kifayatul Ahyar/1/152).
Kedua, terjemahan yang ada di dalam Al-Quran terjemah, tidaklah semuanya berdasar pemahaman yang disepakati oleh ahli tafsir Al-Quran. Ada yang disepakati, ada yang tidak disepakati, dan adapula yang disepakati tapi memberikan syarat yang berbeda-beda. Salah satu contohnya adalah, jumlah masa tunggu (iddah) yang diwajib dilalui perempuan yang dicerai tatkala haid, yang disampaikan oleh Allah di dalam Surat Al-Baqarah ayat 228:
وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِيٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat (QS. Al-Baqarah [2] 228).
Para ulama’ tidak sepakat mengenai arti lafad quru’ di ayat di atas. Ada yang mengatakan, artinya adalah masa suci. Ada yang mengatakan artinya adalah masa haidl. Di dalam Al-Quran terjemah, ada yang memilih mengartikan lafadz quru’ lewat pendapat sebagian ulama’. Dan ada pula yang memilih tidak mengartikannya, dan menuliskannya lewat bahasa aslinya sebagaimana di dalam terjemahan di atas (Tafsir Ibn Katsir/1/607).
Baca juga: Hukum Menyentuh Al-Quran dalam Keadaan Hadas bagi Anak Kecil yang Sedang Belajar
Ketiga, banyak ayat-ayat di dalam Al-Quran memiliki kronologi atau sebab diturunkannya ayat tersebut. Dimana hal ini akan membatasi maksud dari ayat tersebut. salah satu contohnya adalah, ayat yang menyatakan bahwa orang yang tidak memakai hukum Allah maka ia dihukumi sebagai orang kafir. Hal ini terdapat di dalam Surat Al-Maidah ayat 44:
وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. Al-Maidah [5] 44).
Ibn Katsir menyatakan bahwa surat al-Maidah ayat 44 turun berkenaan dengan orang Yahudi atau orang non muslim. Sehingga maksud ayat di atas dibatasi pada non muslim yang enggan memakai hukum Allah. sehingga tidak boleh sembarang menuduh orang muslim yang enggan memakai hukum Allah, sebagai orang kafir (Tafsir Ibn Katsir/3/120).
Keempat, terjemahan Bahasa Indonesia kadang tidak bisa memberi gambaran secara lengkap, maksud dari ayat yang diartikannya. Contoh kecilnya adalah arti dari basmallah. Beberapa terjemah mengartikan ar-rahman ar-rahim sebagai maha pengasih dan penyayang. Ar-rahman dan ar-rahim adalah kata yang memiliki makna mirip tapi tak sepenuhnya sama. Dan terjemahan ini tidak bisa menunjukkan perbedaan dari keduanya (Tafsir Ibn Katsir/1/125).
Baca juga: Inilah 2 Cara Menjaga Ketenteraman Hati Menurut Al-Quran
Berhati-hati dalam mengambil kesimpulan dari Al-Quran terjemah
Melalui 4 hal di atas kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa meski Al-Quran terjemah memberikan banyak bantuan kepada orang yang hendak mempelajari Al-Quran tidak melalui bahasa aslinya, tapi pembacanya tidak boleh terlalu gegabah dalam mengambil kesimpulan darinya. Apalagi bila kesimpulan tersebut bertentangan dengan pandangan umum umat Islam, atau tampak bertentangan dengan nalar sehat manusia.
Berbagai uraian di atas menunjukkan kepada kita, bahwa saat kita belajar Islam melalui Al-Quran terjemahan dan mendapati kesimpulan-kesimpulan yang bertabrakan dengan pandangan umum manusia, maka kesimpulan tersebut haruslah didialogkan dengan ahli agama yang mumpuni di bidang tafsir dan Ilmu Al-Quran. Jangan sampai kemampuan mempelajari Al-Quran lewat terjemah, membuat kita merasa sudah memperoleh kewenangan dapat dengan bebas mengambil kesimpulan, meski itu bertabrakan dengan pandangan umum umat Islam. Wallahu a’lam[]