BerandaKisah Al QuranBelajar Servant Leadership dari Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Quran

Belajar Servant Leadership dari Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Quran

Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat berlaku adil untuk setiap orang yang dipimpinnya. Salah satu bentuk keadilan tersebut adalah dengan memberikan pelayanan yang tidak memihak kepada siapa saja termasuk dalam menerima aspirasi dengan tidak memandang status sosial, jabatan, dan sebagainya.

Namun nampaknya kini banyak terjadi krisis kepemimpinan yang toxic bagi bawahannya. Ruang lingkup kecil seperti di kantor, ada saja sebagian atasan yang tidak mendengar keluh kesah bawahannya dan berlaku otoriter dengan mengutamakan kepentingannya sendiri. Hal ini tentu tidak selaras dengan prinsip kepemimpinan yang semestinya mengayomi dan melayani orang-orang yang dipimpin baik bawahan ataupun rakyatnya.

Konsep kepemimpinan yang melayani atau disebut servant leadership diperkenalkan oleh seorang tokoh bernama Greenleaf yang merumuskan The Servant Leadership Theory. Teori ini menempatkan orang lain, termasuk pegawai, pelanggan, dan masyarakat sebagai prioritas utama. Model kepemimpinan ini merupakan pendekatan holistik dalam bekerja untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan berbagai kekuasaan (Hemanto dan Srimulyani dalam buku “Kepemimpinan Integratif”).

Tentu gagasan Greenleaf di atas begitu cemerlang untuk meredam gaya kepemimpinan yang otoriter dan tidak melayani bawahan atau rakyatnya. Namun sejatinya, jauh sebelum Greenleaf mengemukakan teorinya, dalam Al-Qur’an sesungguhnya telah digambarkan tentang model servant leadership tersebut. Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Naml [27]: 20-22 sebagai berikut.

وَتَفَقَّدَ ٱلطَّيۡرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَآ أَرَى ٱلۡهُدۡهُدَ أَمۡ كَانَ مِنَ ٱلۡغَآئِبِينَ لَأُعَذِّبَنَّهُۥ عَذَابٗا شَدِيدًا أَوۡ لَأَاْذۡبَحَنَّهُۥٓ أَوۡ لَيَأۡتِيَنِّي بِسُلۡطَٰنٖ مُّبِينٖ فَمَكَثَ غَيۡرَ بَعِيدٖ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمۡ تُحِطۡ بِهِۦ وَجِئۡتُكَ مِن سَبَإِۢ بِنَبَإٖ يَقِينٍ

Terjemah: “Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang”. Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.” (QS. An-Naml [27]: 20-22)

Baca Juga: Belajar Menjadi Pendidik Profesional Melalui Kisah Dakwah Nabi Yunus

Tentang Nabi Sulaiman dan Burung Hud-Hud

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat tersebut adalah tentang Nabi Sulaiman yang memeriksa seluruh pasukannya termasuk para burung. Kemudian ia mendapati salah satu burung, yaitu burung Hud-Hud tidak berada dalam barisan. Nabi Sulaiman kemudian berkata bahwa beliau akan mengazab Hud-Hud dengan azab yang keras. Al-A’masy berkata bahwa yang dimaksud azan tersebut adalah dengan mencabut bulunya atau membunuhnya (menyembelih).

Namun apabila Hud-Hud datang kepada Nabi Sulaiman dengan alasan yang terang, yaitu alasan yang jelas dan tegas maka ada pengecualian untuknya. Sufyan bin ‘Uyainah dari ‘Abdullah bin Syaddah berkata: “Ketika Hud-Hud datang, seekor burung berkata kepadanya: ‘Apa yang menyebabkan engkau hilang. Sesungguhnya Sulaiman telah menadzarkan darahmu.’

Hud-Hud bertanya: ‘Apakah ada pengecualian?’ Mereka menjawab: ‘Ya’. Pengecualian tersebut adalah Nabi Sulaiman tidak akan menyembelih Hud-Hud jika ia dapat memberikan alasan yang jelas dan benar terkait ketidkahadirannya dalam barisan tersebut.

Maka setelah Hud-Hud datang, ia pun menjelaskan kepada Nabi Sulaiman bahwa ia telah mengetahui sesuatu yang belu diketahui oleh Nabi Sulaiman dan bala tentaranya. Dalam ayat berikutnya, Hud-Hud menceritakan tentang negeri Saba’ kepada Nabi Sulaiman.

Mendengar cerita itu, Nabi Sulaiman pun berkata:

۞قَالَ سَنَنظُرُ أَصَدَقۡتَ أَمۡ كُنتَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ

Terjemah: “Berkata Sulaiman: “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. An-Naml [27]: 27)

Menurut Tafsir Kementerian Agama, dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika Nabi Sulaiman mendengar keterangan burung Hud-Hud yang jelas dan meyakinkan itu, maka beliau menangguhkan hukuman yang telah diancamkan kepada burung itu.

Nabi Sulaiman kemudian berkata,”Hai burung Hud-Hud, kami telah mendengar semua keteranganmu dan memperhatikannya. Namun demikian, kami tetap akan menguji kamu, apakah keterangan yang kamu berikan itu benar atau dusta?”

M. Quraish Shihab juga menambahkan bahwa Nabi Sulaiman tidak langsung menerima berita yang disampaikan oleh burung Hud-Hud. Namun beliau akan memvalidasi atau memeriksa kembali berita tersebut untuk mengecek kebohongan atau kejujuran burung Hud-Hud.

Baca Juga: Kisah Nabi Sulaiman Dalam Al-Quran: Kepribadiannya Sebelum Menjadi Raja

Gambaran Servant Leadership dalam Kisah Nabi Sulaiman dan Hud-Hud

Melalui kisah Nabi Sulaiman di atas, nampak jelas bahwa beliau adalah seorang pemimpin yang sangat bijaksana. Hal ini terlihat dari sikapnya yang senantiasa memeriksa keadaan setiap pasukannya sampai ketika satu burung yang tidak ada pun dapat diketahuinya.

Namun ketika ada pasukannya yang melanggar aturan dengan tidak berhadir dalam barisannya, ia tidak serta merta langsung memberikan hukuman. Sebagaimana Hud-Hud yang kala itu terlambat datang karena mendapati negeri Saba’ yang kemudian dikabarkannya kepada Nabi Sulaiman.

Ketika Hud-Hud datang kepada Nabi Sulaiman, beliau masih sudi untuk mendengarkan alasan Hud-Hud terkait dengan ketidakhadirannya dalam barisan dan tidak langsung menghukum Hud-Hud. Hal ini merupakan figur seorang pemimpin yang senantiasa mendengarkan aspirasi bawahan ataupun rakyatnya tanpa memandang status orang tersebut. Bahkan kala itu, yang didengarkan Nabi Sulaiman adalah seekor burung.

Jika seekor burung saja didengarkan, bagaimana dengan manusia? Maka semestinya hal ini menjadi bahan percontohan dalam mengusung servant leadership (kepemimpinan yang melayani) untuk berlaku adil kepada bawahan atau rakyat. Sebab menjadi seorang pemimpin berarti mengemban tugas untuk melayani orang yang dipimpin dengan baik dan ikhlas.

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Belajar Tawadhu dari Kisah Nabi Sulaiman

Penutup

Teladan yang diterapkan oleh Nabi Sulaiman dalam kisah pada ayat di atas adalah sebuah model kepemimpinan yang begitu diharapkan pada zaman sekarang. Sebab ada banyak orang yang terzhalimi karena ketidakadilan yang ada di berbagai sektor. Ada banyak bawahan atau rakyat yang memberontak dan sengsara ketika para pemimpinnya tutup telinga dan diam seribu bahasa terhadap aspirasi-aspirasi mereka.

Maka sepatutnya servant leadership yang diusung oleh Greenleaf dan telah lebih dulu diterapkan oleh Nabi Sulaiman dapat menjadi sikap kepemimpinan yang dapat diterapkan oleh setiap pemimpin negeri ini. Hal ini bertujuan agar aspirasi-aspirasi masyarakat dapat terserap dengan baik dan mewujudkan keadilan yang semestinya didapatkan. Wallahu A’lam.

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...