Bencana Alam dan Misi Dasar Islam: Refleksi Surah Alanbiya’ Ayat 107

Bencana alam dan misi dasar Islam
Bencana alam dan misi dasar Islam

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 3.350 becana alam terjadi sepanjang tahun 2022 di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini mengakibatkan kekhawatiran dan juga kegelisahan tentang sebab serta cara mengatasi bencana alam tersebut. Pada saat bersamaan, banyaknya bencana alam ini juga menjadi momen introspeksi mendalam terkait pola beragama, khususnya dalam Islam yang memiliki misi dasar dalam membangun keseimbangan kehidupan di dunia dan juga akhirat.

Baca juga: Ada Isyarat Mitigasi Bencana dalam Mimpi Sang Raja di Kisah Nabi Yusuf

Jika melihat Alquran, kita akan menemukan bahwa misi dasar risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini tertuang di dalam Alanbiya’ [21]:107.

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

Ayat ini secara fundamental menjelaskan bahwa kerisalahan Nabi Muhammad sejatinya membawa misi kerahmatan yang sangat fundamental. Dan rahmat itu tidak lain ditujukan bagi kelesatarian alam semesta.

Pandangan mufassir

al-Thabari (w. 310 H) mendiskusikan ayat ini dengan mengajukan pertanyaan tentang alam di mana Nabi Muhammad diturunkan bagi mereka. Apakah ia mencakup setiap orang (yang ada di alam ini), baik mukmin atau kafir? Atau hanya dikhususkan bagi mereka yang beriman saja? Sebagian ulama berpandangan bahwa kata al-‘alamin dalam ayat ini adalah setiap orang tanpa memandang status iman dan kafirnya. Mereka bertolak dari dua riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa rahmat tersebut bagi seluruh manusia secara mutlak tanpa memandang status keimanannya.

Sedangkan, pendapat kedua mengatakan bahwa rahmat tersebut hanya dikhususkan bagi orang-orang beriman saja. Hal ini berangkat dari riwayat yang sampai kepada Ibnu Wahb dan Ibnu Zaid. al-Thabari sendiri lebih menguatkan pandangan Ibnu Abbas, di mana rahmat bagi orang beriman berupa hidayah dan keimanan, sedangkan bagi orang-orang yang tidak beriman rahmat tersebut berupa keselamatan dari berbagai petaka yang dapat turun secara spontan kepada mereka. (Tafsir al-Thabari, jilid 16, 439-441)

Baca juga: Spirit Peduli Lingkungan dalam Penafsiran Alquran

Penguatan al-Thabari ini kemudian dipertegas oleh Abi al-Su’ud (w. 982 H) yang menjelaskan bahwa ayat ini berbicara mengenai pengutusan Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam tanpa terkecuali. Hal ini karena segala misi yang dibawa Nabi saw. adalah penyebab bagi lahirnya kemaslahatan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Ini adalah rahmat yang diperuntukkan bagi mereka yang beriman dan mengikuti ajarannya. Namun, bagi mereka yang mendustakan ajarannya, akan tetap memperoleh rahmat tersebut berupa keamanan dari berbagai malapetaka dan pemusnahan sebagaimana halnya kaum-kaum terdahulu. (Abi al-Su’ud, jilid 6, 89).

Dalam surah Alanfal ayat 33 disebutkan:

وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

“Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau (Nabi Muhammad) berada di antara mereka dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama mereka memohon ampunan.”

Mufassir modern asal Tunisia, Ibnu ‘Asyur (w. 1393 H) menegaskan bahwa kata al-‘alamin di dalam ayat ini memiliki dua kemungkinan cakupan makna; boleh jadi merujuk kepada manusia yang secara khusus dianugerahi pengetahuan, atau kepada setiap entitas di alam semesta yang diberikan kehidupan. Untuk manusia, rahmat tersebut mencakup bagi setiap dari mereka, baik yang beriman maupun tidak. Sedangkan bagi entitas yang diberikan anugerah hidup, Ibnu ‘Asyur hanya mencontohkan rahmat bagi binatang-binatang yang dalam banyak tempat dalam al-Quran dijelaskan kemanfaatannya bagi manusia. (al-Tahrir wa al-Tanwir, jilid 17, 169-170).

Signifikansi ayat bagi lingkungan sekitar

Dengan memerhatikan penafsiran tiga mufassir beda masa di atas, kita dapat melihat bahwa secara umum ayat ini menegaskan tentang rahmat Allah yang ada di balik pengutusan Rasul-Nya ke alam semesta. Kata al-‘alamin yang dimaksud dalam ayat ini juga memiliki cakupan yang begitu luas, tidak hanya manusia dengan potensi keimanan dan kekafiran di baliknya, tapi juga seluruh makhluk yang masuk ke dalam kategori kata al-‘alam.

Dalam analisis di atas, terlihat pula bahwa rahmat yang dibawa oleh Nabi saw. di balik ajaran-ajarannya juga menjadi antisipasi bagi turunnya sebuah bencana yang dapat menimpa siapapun. Dan Alquran memerintahkan kepada setiap orang untuk takut terhadap bencana tersebut, sebagaimana tersirat di dalam Q.S. Alanfal [8]: 25:

وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاۤصَّةً ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah Mahakeras hukuman-Nya.”

Maraknya bencana alam di Indonesia belakangan ini dapat menjadi momen refleksi bagi umat Islam untuk melihat kembali  fungsi sejati ajaran agamanya. Sebagai negara yang mayoritas Muslim, maraknya bencana yang sebagian besar disebabkan oleh krisis lingkungan agaknya mengindikasikan spirit penjagaan alam dari sisi keberagamaan pemeluknya mulai luntur. Padahal, alam menjadi tempat bagi rahmat Allah yang dibawa oleh Nabi saw. ke dunia.