BerandaUlumul QuranBentuk dan Fungsi Al-Takrar dalam Alquran

Bentuk dan Fungsi Al-Takrar dalam Alquran

Salah satu sisi kemukjizatan Alquran dapat dilihat dari aspek kebahasaan. Seperti penggunaan kosakata pada tiap ayat dan susunan kalimat yang sangat indah. Begitu pula mengenai pengulangan-pengulangan yang ada dalam Alquran, baik pengulangan kosakata maupun pengulangan ayat. Pengulangan ini disebut dengan al-takrar atau al-takrir.

Definisi al-Takrar (Pengulangan)

Secara bahasa, takrar تكرار  ialah mengulang-ulang. Adapun secara istilah menurut Imam al-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Jilid 3, h. 10) menyebut bahwa al-takrar ialah pengulangan lafaz yang sama atau yang berbeda lafaznya namun berdekatan makna, dengan tujuan untuk menetapkan dan menguatkan makna, karena dikhawatirkan adanya faktor lupa terhadap lafaz yang telah disebutkan sebelumnya, karena jarak dan letaknya yang jauh. Ibnu al-Atsir dalam kitab Takrar al-Uslub fi al-Lughah al-‘Arabiyyah karya Sayyid Khadar mendefinisikan al-takrar sebagai lafaz yang menunjukkan kepada suatu makna secara berulang-ulang.

Baca Juga: Pengulangan Kisah para Nabi dalam Alquran

Bentuk-Bentuk al-Takrar dalam Alquran

Secara umum, ada dua jenis bentuk pengulangan (al-takrar) dalam Alquran, yaitu takrar al-lafzh wa al-ma’na (pengulangan lafaz dan makna) dan takrar al-lafdz duna al-ma’na (pengulangan makna saja, tanpa lafaz).

Yang dimaksud dengan takrar al-lafzh wa al-ma’na (pengulangan lafaz dan makna) ialah pengulangan dengan redaksi atau lafaz yang sama, begitu pula dengan maknanya. Seperti pada QS. al-Mu’minun [23]: 36 sebagai berikut.

هَيۡهَاتَ هَيۡهَاتَ لِمَا تُوعَدُونَ

Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu.

Selain itu, adapula bentuk takrar al-lafzh wa al-ma’na pada ayat yang berbeda, seperti pada QS. Alinfithar [82]: 17-18.

وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا يَوۡمُ ٱلدِّينِ  ١٧ ثُمَّ مَآ أَدۡرَىٰكَ مَا يَوۡمُ ٱلدِّينِ  ١٨

Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?

Contoh takrar al-lafzh wa al-ma’na (pengulangan lafaz dan makna) seperti ini menurut Imam Suyuthi ialah bentuk pengulangan untuk menguatkan makna dari kalimat yang disebutkan lebih awal (al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an/Jilid 3, h. 168).

Adapun bentuk yang kedua ialah takrar al-lafdz duna al-ma’na (pengulangan makna saja, tanpa lafaz). Seperti pada QS. Ali’imran [3]: 167.

…يَقُولُونَ بِأَفۡوَٰهِهِم مَّا لَيۡسَ فِي قُلُوبِهِمۡۚ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا يَكۡتُمُونَ ١٦٧

Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

Menurut al-Samarqandi dalam al-Madkhal li ‘Ilm Tafsir Kitabillah Ta’ala (h. 295), penyebutan lafaz ‘bi afwahihim’ (dengan mulut mereka) setelah ‘yaquluna’ (mereka berkata) adalah untuk memberi pemahaman bahwa yang dimaksud berbicara di situ ialah memang dengan lisan, bukan dengan yang lainnya.

Salah satu sisi kemukijizatan Alquran dapat dilihat dari aspek kebahasaan. Seperti penggunaan kosakata pada tiap ayat dan susunan kalimat yang sangat indah. Begitu pula mengenai pengulangan-pengulangan yang ada dalam Alquran, baik pengulangan kosakata maupun pengulangan ayat. Pengulangan ini disebut dengan al-takrar atau al-takrir.

Baca Juga: Mungkinkah Terjadi Pengulangan Turunnya Ayat Al-Quran?

Fungsi Al-Takrar dalam Alquran

Ada empat fungsi al-takrar dalam Alquran menurut Imam Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Jilid 3, h. 170-176):

Pertama, li al-taqrir (untuk penetapan). Suatu ucapan jika sering diulang, maka akan menjadi ketetapan. Hal ini termaktub dalam QS. Thaha [20]: 113.

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلۡنَٰهُ قُرۡءَانًا عَرَبِيّا وَصَرَّفۡنَا فِيهِ مِنَ ٱلۡوَعِيدِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ أَوۡ يُحۡدِثُ لَهُمۡ ذِكۡرا  ١١٣

Dan demikianlah Kami menurunkan Alquran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menjelaskan berulang-ulang di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa, atau agar (Alquran) itu memberi pengajaran bagi mereka.

Kedua, li al-ta’kid (untuk menguatkan). Seperti pada contoh sebelumnya, yakni QS. QS. al-Mu’minun [23]: 36 yang bermakna, “jauh, jauh sekali’ berfungsi saling menguatkan dan menegaskan. Pendengar akan merasakan suatu penekanan yang kuat dan lebih dalam. Sebab, jika hanya disebutkan satu kali, maka orang yang mendengarnya akan terasa hambar dan lemah.

Ketiga, untuk menghilangkan keraguan, seperti pada QS. Ghafir [40]: 38-39 yang lafaz seruannya berupa ‘ya qaumi’ disebut dua kali.

وَقَالَ ٱلَّذِيٓ ءَامَنَ يَٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُونِ أَهۡدِكُمۡ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ  ٣٨ يَٰقَوۡمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا مَتَٰع وَإِنَّ ٱلۡأٓخِرَةَ هِيَ دَارُ ٱلۡقَرَارِ  ٣٩

Dan orang yang beriman itu berkata: ‘Wahai kaumku! Ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar’. ‘Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.

Baca Juga: Menjawab Anggapan Inkonsistensi Kaidah Pengulangan Isim dalam Penafsiran Bag. 1

Pengulangan kalimat ‘ya qaumi’ tersebut ialah untuk menghilangkan keraguan bahwa kaum pada ayat 38 berbeda dengan kaum yang dimaksud pada ayat 39. Dengan adanya pengulangan ini menandakan bahwa kaum yang pertama pada ayat 38 sama dengan kaum yang kedua pada ayat 39.

Keempat, li al-ta’dhim wa al-tahwil (untuk memuliakan atau memberi kesan menakutkan) seperti pada QS. Alhaqqah [69]: 1-2.

ٱلۡحَآقَّةُ  ١ مَا ٱلۡحَآقَّةُ  ٢

Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu?

Pengulangan mengenai hari kiamat di atas ialah untuk memberi kesan menakutkan betapa mencekamnya hari kiamat.

Demikian sedikit ulasan tentang pengulangan dalam Alquran. Hal ini menunjukkan betapa indahnya kosakata maupun makna yang terkandung dalam Alquran. Semoga hadirnya tulisan ini dapat menambah keimanan dan wawasan, serta menyadarkan kita bahwa pengulangan tersebut bukan berarti bahwa Allah kekurangan kosakata, justru pengulangan tersebut menunjukkan luasnya ilmu Allah yang ditunjukkan melalui indahnya bahasa Alquran tersebut.

Wallahu a’lam.

Ahmad Riyadh Maulidi
Ahmad Riyadh Maulidi
Mahasiswa S2 UIN Antasari Banjarmasin
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....