Childfree merupakan keputusan untuk tidak memiliki anak, entah mereka yang memilih ini atas dasar diskusi dan pertimbangan yang matang antara suami istri atau hanya ikut-ikutan trend saja. Banyak platform media sosial yang membahas isu ini bahkan childfree community sudah banyak digalakkan di kehidupan nyata.
Banyak alasan memilih childfree bagi seseorang, ada karena faktor finansial, faktor banyaknya populasi manusia, alasan kebebasan gender dan lainnya. Bagaimana tanggapan ulama tafsir dalam melihat hal ini?
Baca Juga: Pandangan Al-Qur’an tentang Childfree, Muslimah Karir dan Tujuan Pernikahan dalam Islam
Keputusan memilih Childfree
Gerakan childfree ini awalnya popular di barat, tepatnya di Inggris pada akhir abah ke 20. Tidak sedikit dari mereka memilih untuk tidak memiliki anak dalam rumah tangganya. Tak kalah menarik, isu ini juga sedang hangat di perbincangkan di Indonesia, gerakan ini sudah mulai banyak di anut oleh pasangan suami istri, salah satunya Gita Savitri.
Dalam Channel Youtube (Analisa Channel 2021) Gita Savitri secara terang-terangan mengumumkan bahwa ia memilih childfree. Bukan tanpa alasan, memang memilih untuk childfree adalah keputusan yang sangat ekstrem tetapi kita tidak bisa mengklaim ini adalah pilihan yang buruk karena dalam diskursus gender sikap ini menjadi hak privasi individu.
Menurut Robert Louis Stevenson dalam bukunya Childfree and Loving It by Nicki Defago” hal 3 memberikan pendapat bahwa dunia ini penuh dengan banyak hal yang ia yakini setiap kita harus bahagia seperti raja. Ada banyak alasan yang logis untuk tidak memiliki anak diantaranya alasan filosofis, psikologis, ekonomi, hingga medis.
Pada dasarnya keputusan memilih childfree ini datang dari pihak perempuan karena dirinyalah yang mengandung, melahirkan, dan menyusui. “Seorang perempuan memiliki hak dan kebebasan atas dirinya”, klaim seperti ini menjadi alasan kuat bagi mereka dengan pernyataan bahwa ini atas dasar keadilan gender. Padahal diskursus gender bukan hanya satu-satunya pisau bedah untuk menganalisis sesuatu, terkadang konsep gender mendistorsi ini.
Ekstrem memang jika mengatakan demikian, hal ini bukan berarti penulis tidak setuju dengan konsep keadilan gender. Coba kita analisis lebih dalam jika alasannya seperti ini, bukankan diskursus tentang gender perlu adanya pemahaman studi keagamaan juga? karena pada dasarnya segala keputusan harus mampu dipandang memiliki kemaslahatan
Benar saja perempuan memiliki kebebasan atas dirinya, tetapi ketika seorang perempuan terikat hubungan suami istri apapun persoalan yang berkaitan diantara keduanya perlu adanya ruang diskusi. Pilihan memiliki anak atau tidak bukan hanya persoalan perempuan saja, walaupun memang pada dasarnya perempuan yang mengalami proses biologis tersebut.
Sama halnya dengan keputusan mempunyai anak, ini juga perlu pertimbangan dan persiapan yang matang antara suami dan istri. Baik itu dalam segi finansial, pendidikan anak, motherhood, dan psikologis. Karena bukan hal yang mudah untuk mengurus seorang anak.
Baca Juga: Childfree dan Tujuan Pernikahan dalam Tafsir Surah Ar-Rum Ayat 21
Alasan memilih childfree dan pertimbangannya dalam tafsir
Banyak perdebatan di khalayak umum tentang childfree, mereka yang tidak setuju dengan konsep ini menganggap bahwa hal ini bertentangan dengan syariat Islam dan tujuan pernikahan itu sendiri. Tetapi, populasi manusia di bumi semakin banyak, ini bisa saja menjadi alasan sosial bagi mereka yang setuju childfree.
Menurut Ibnu Qayyim tujuan dari sebuah pernikahan adalah untuk menjaga keberlangsungan dan melahirkan anak yang sholeh. Selain dari itu, anak merupakan titipan dari Allah dan anugerah bagi sepasang suami istri.
Tambahan lagi, anak juga sumber kebahagiaan dalam rumah tangga, walaupun tidak lepas dari ini sumber kebahagiaan bisa di dapat dari mana saja. Tetapi, seorang anak bisa menjadi teman di masa tua dan banyak lagi keistimewaan ketika pasangan dikaruniai seorang anak.
Terlepas dari ini, tanggung jawab ketika memiliki anak sangatlah besar, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kesiapan seorang suami dan istri patut menjadi pertimbangan karena didikan yang diberikan akan membentuk karakter seorang anak. Selain itu, kesiapan dalam segi finansial, karena anak memiliki hak atas kenyamanan, pendidikan dan kebutuhannya.
Kekhawatiran finansial ini menjadi salah satu pemicu seseorang memilih untuk childfree. Tetapi, bukankah Allah sudah menjamin rezeki bagi setiap pasangan, seperti dalam firman Allah swt. Qs. An-Nur [24]: 32.
وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Dalam ayat ini jelas bahwa diperintahkan untuk menikah dan jika diantara mereka takut miskin maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya karena Allah Maha Pemberi lagi Maha Mengetahui. Bahkan kita seringkali mendengar pernyataan yang mungkin bagi orang jawa sudah tidak asing lagi yaitu “banyak anak banyak rezeki”.
Baca Juga: Urgensi Ucapan Selamat atas Kelahiran Anak Perspektif Al-Qur`an
Selain itu ada banyak keistimewaan dari seorang anak, salah satunya yaitu hadits dalam “Sunan Ibnu Majah, no. 3650” yang menceritakan ada seseorang yang akan di angkat derajatnya di surga karena anaknya yang memohonkan ampunan untuknya. Hadis tersebut berbunyi:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقِنْطَارُ اثْنَا عَشَرَ أَلْفَ أُوقِيَّةٍ كُلُّ أُوقِيَّةٍ خَيْرٌ مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَنَّى هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
Rasulullah juga bersabda: “Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, lalu orang tersebut akan bertanya, ‘bagaimana ini bisa terjadi?’ lalu dijawab, ‘karena anakmu telah memohonkan ampunan untukmu.” (Sunan Ibnu Majah)
Banyak dijelaskan dalam diskursus islam bahwa keutamaan dan keistimewaan memiliki seorang anak. Tetapi dalam konteks childfree ini memang seseorang tidak bisa dipaksakan dalam memilih. Karena memang pada dasarnya memiliki seorang anak bukanlah suatu kewajiban, ini adalah sebuah pilihan. Dan dalam mengambil keputusan perlu adanya kemaslahatan.
Boleh saja seseorang memilih untuk childfree jika memiliki alasan yang kuat dan adanya kerelaan diantara suami dan istri. Walaupun mungkin banyak diskursus Islam yang menentang ini atau mungkin studi gender mendukung konsep ini, tetapi apapun itu yang perlu di ingat adalah adanya kemaslahatan di dalamnya.