BerandaTafsir TematikBerikut 3 Tips Al-Quran Untuk Merespon Perkataan yang Buruk

Berikut 3 Tips Al-Quran Untuk Merespon Perkataan yang Buruk

Seringkali komunikasi yang tidak sehat terjadi di sekitar kita, bahkan kepada diri kita sendiri. Satu dari pola komunikasi yang tidak sehat adalah perkataan buruk. Perkataan yang buruk dapat berupa sindiran, ejekan, kata-kata kasar, ujaran kebencian bahkan perundungan.

Komunikasi yang tidak sehat ini dapat terjadi di dua dimensi kehidupan; kehidupan sosial nyata dan kehidupan media sosial. Betapapun, komunikasi yang tidak sehat lebih sering terjadi di media sosial, namun pencegahan komunikasi yang beracun (toxic-communication) di dua dimensi ini menjadi penting.

Untuk mencegah dan menjawab komunikasi yang buruk diperlukan serangkaian aturan dan akhlak yang menjadi prinsip seorang manusia yang beriman. Untuk itu, Al-Quran menjadi rujukan yang sempurna untuk memberikan tips cara menjawab ujaran-ujaran buruk yang ditujukan kepada kita.

Tulisan ini akan menguraikan tiga ayat penting yang dapat dijadikan pedoman dan tips dalam merespon perkataan yang buruk. Melalui ayat ini nantinya akan menggeser komunikasi yang buruk menjadi komunikasi yang baik, bahkan komunikasi yang bernilai Qur’ani.

Baca Juga: Religious Hate Speech dan Perlunya Model Dakwah Qaulan Layyina Nabi Musa

Surah Al-Furqan Ayat 63:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”

Berkaitan dengan ayat yang pertama ini, Quraish Shihab menjelaskan bahwa hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah mereka yang mempunyai dua ciri utama. Pertama, bersikap rendah hati di dunia ini. Apabila berjalan di muka bumi, mereka selalu berjalan dengan tenang. Demikian pula dalam segala amal perbuatan. Kedua, Jika mereka dicaci oleh orang-orang musyrik yang jahil, mereka membiarkannya dan mengatakan kepada mereka, “Kami tidak ada urusan dengan kalian, bahkan kami berdoa untuk keselamatan kalian.” (Tafsir al-Misbāh)

Adapun Tafsir Jalalayn senada dengan Tafsir Al-Misbah, bahwa (yaitu orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati) dengan tenang dan rendah diri (dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka) mengajak mereka berbicara mengenai hal-hal yang tidak disukainya (mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan) perkataan yang menghindarkan diri mereka dari dosa. (Tafsir Jalalayn)

Melalui ayat dan penafsiran di atas, ayat ini menganjurkan untuk melakukan komunikasi dengan penuh sopan santun dan rendah hati. Kemudian, jika ada ujaran kebencian dan ejekan yang dilontarkan kepada kita, hendaknya kita membiarkannya. Lebih dari itu, ayat ini meminta kita untuk mendoakan keselamatan mereka yang telah menghina kita.

Baca Juga: Dampak Hate Speech dalam Perspektif Surat al-Hujurat Ayat 12

Surah Al-A’raf Ayat 199:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”

Adapun ayat kedua, Ibn Kathir dalam tafsirnya menjelaskan dengan menukil hadith dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda dengan bertanya kepada Jibril, “Ayat tentang apa ini wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk memaafkan mereka yang menzalimimu, memberi mereka yang tidak memberimu dan menyambung silaturahmi dengan mereka yang memutus hubungan denganmu.” (Tafsir Ibn Kathīr)

Sementara Tafsir As-Sa’di mengkategorikan ayat ini sebagai ayat yang memuat prinsip akhlak mulia kepada sesama manusia. Di dalamnya diajarkan cara berinteraksi (mu’āmalah) dan berkomunikasi dengan manusia. Di antaranya adalah saling memaafkan dan saling mengingatkan untuk melakukan kebaikan. Dan yang terpenting adalah tidak menghiraukan mereka yang melontarkan ejekan dan hinaan layaknya orang bodoh. (Tafsir As-Sa’dī)

Baca Juga: Tafsir Surah An-Nisa’ 148-149: Allah Tidak Menyukai Perkataan Buruk

Surah Al-Qashash ayat 55:

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ

Artinya: “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.”

Ayat Ketiga memiliki kesamaan kandungan dengan ayat-ayat sebelumnya. Yang menarik, Thaba’thaba’i menguraikan ayat ini dengan menyatakan sikap yang tegas. Bahwa segala perkataan buruk dan tidak berfaedah sudah sepantasnya tidak perlu dipedulikan sama sekali. Kemudian, jawaban terbaik adalah menentukan posisi bahwa kita tidak layak bergaul dengan mereka, namun tetap dengan bahasa yang sopan dan baik. (Tafsir al-Mīzān)

Melalui tiga ayat berserta penafsirannya, ada beberapa tips penting dalam berkomunikasi dan merespon perkataan yang buruk. Pertama, pola komunikasi kita harus selalu mengutamakan akhlak dan sopan santun. Ini menjadi penting diterapkan kepada siapa kita berbicara, baik di dunia nyata maupun di media sosial.

Kedua, jika ada ketersinggungan dalam berkomunikasi, sikap saling memaafkan menjadi hal yang utama untuk dilakukan. Karena, dengan perbedaan karakter dan situasi, perselisihan dalam komunikasi menjadi sulit untuk dihindarkan.

Ketiga, perkataan yang buruk dalam beragam bentuknya layaknya untuk tidak diperdulikan sama sekali. Artinya kita mencoba bersikap “bodo amat” terhadap ujaran-ujaran yang memberikan efek negatif kepada kita. Namun, yang menarik, Al-Qur’an menganjurkan kita untuk mendoakan keselamatan bagi mereka yang sudah menghina kita.

Dengan demikian, tiga ayat ini memberi kita tips dalam berkomunikasi, khususnya dalam menjawab ujaran-ujaran buruk yang dilontarkan kepada kita. Tiga pelajaran penting ini dapat menjadi prinsip dalam berkomunikasi, baik di media sosial maupun kehidupan nyata. Semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishawab.

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...