Satu bulan yang lalu, tepatnya 7 Juli 2021 Cak Nun bersama kakaknya Cak Fuad meluncurkan Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan. Mushaf yang disertai narasi tadabbur setebal 860 halaman ini merupakan karya bersama Cak Nun dan Cak Fuad sebagai marja’ (rujukan) untuk para jamaah Maiyah.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Ketahuilah, Apa Makna Junub Di dalam Al-Qur’an
Dalam tulisan ini, kita akan membahas siapa sebenarnya Cak Nun dan Cak Fuad dan mengapa mereka menerbitkan Mushaf Al-Qur’an. Bagi penulis, terdapat dua keunikan yang membuat karya mushaf ini patut untuk dibahas. Pertama terkait nama besar Cak Nun, Cak Fuad dan pengajian Maiyah Padhangmbulan. Kedua terkait pemilihan term tadabbur yang cenderung berbeda dengan mushaf pada umumnya. Biasanya mushaf Al-Qur’an diiringi dengan terjemahan atau tafsir ringkas.
Baik, dua keunikan ini akan kita bahas satu per satu.
Cak Nun, Cak Fuad dan Maiyah Padhangmbulan
Cak Nun memiliki nama lengkap Muhammad Ainun Nadjib atau Emha Ainun Nadjib. Ia merupakan putra keempat pasangan Kiai Muhammad Abdul Latief dan Chalimah. Cak Nun mulai pendidikan dasar di desa Menturo, desanya sendiri. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Modern Darussalam Gontor hingga tahun ketiga. Namun karena suatu hal, ia pindah ke SMP Muhammadiyah 4 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
Di Yogyakarta (Malioboro) inilah Cak Nun memulai proses kreatifnya, tepatnya pada akhir tahun 1969 sampai 1975. Tahun tersebut sebenarnya tahun-tahun di mana Cak Nun masih SMA dan kuliah di Universitas Gadjah Mada. Namun, ia lebih memilih jalan kreatifnya di Malioboro dan meninggalkan kuliahnya. Dalam hal ini, Cak Nun bergabung dengan PSK (Persada Studi Klub) yang diasuh oleh sastrawan Umbu Landu Paranggi. Selama proses kreatif, aktivitas menulis Cak Nun semakin berkembang dan didaulat sebagai penyair garda depan yang dimiliki Yogyakarta.
Baca juga: Kembali kepada Al-Qur’an dengan Fitur Kontekstualis-Progresif Menurut Amin Abdullah
Singkat cerita, Cak Nun semakin aktif berkarya dengan berbagai media, baik dalam bentuk puisi, esai, cerpen, film, radio, seminar, ceramah, hingga televisi. Karya-karyanya pun menyuarakan isu-isu yang bergam dan di berbagai bidang, seperti sastra, filsafat, musik, pendidikan, tasawuf, hingga tafsir. Untuk bidang terakhir inilah, kolaborasi Cak Nun dengan kakaknya Cak Fuad diminati masyarakat luas, yang kemudian dikenal dengan Padhangmbulan.
Tokoh selanjutnya adalah Cak Fuad yang bernama lengkap Ahmad Fuad Effendy. Ia merupakan kakak tertua Cak Nun beserta 14 saudara lainnya. Cak Fuad merupakan salah satu tokoh didikan Pondok Modern Darussalam Gontor yang berperan penting di level internasional. Pada tahun 2013, Cak Fuad dipilih oleh King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Arabic Language (KAICAL) sebagai member of the board of trustees (anggota Dewan Pengawas), yang bertugas menjaga bahasa Arab di seluruh dunia. Terpilihnya Cak Fuad sebagai anggota dewan pengawas tersebut menunjukkan kiprah dan kemampuan yang luar biasa di dunia akademik, khususnya di bidang bahasa Arab.
Selain dunia akademik, kiprahnya di tengah masyarakat juga diakui publik. Kemampuan bahasa Arabnya ia terapkan dalam berbagai pengajian. Salah satunya di Padhangmbulan. Dalam pengajian ini, Cak Fuad membeberkan tafsir Al-Qur’an tekstual yang disusul dengan keterangan Cak Nun secara kontekstual. Padhangmbulan ini merupakan forum terbuka sejak tahun 1992 di desa Menturo, Jombang yang mengaji tafsir Al-Qur’an. Forum ini juga menjadi sarana ‘pulang kampung’ bagi Cak Nun dan bertemu kakaknya. Semenjak tahun 2000-an forum seperti ini semakin berkembang di berbagai kota yang kemudian dikenal sebagai maiyah.
Baca juga: Idul Yatama dan Tuntunan Al-Quran dalam Memperlakukan Anak Yatim
Mushaf Tadabbur Maiyah Padhangmbulan
Sebelum membahas Mushaf Tadabbur Maiyah Padhangmbulan, di Indonesia begitu banyak mushaf yang dilampiri konten-konten menarik. Pada Jurnal Ulumuna, Eva Nugraha mencatat tren penerbitan mushaf semakin beragam. Salah satu catatannya, Eva Nugraha menyebutkan ragam konten yang ada dalam mushaf, mulai dari tafsir ringkas, asbabun nuzul, doa keseharian, kisah nabi, asmaul husna, hingga tajwid aplikatif.
Jika dilihat dari tren mushaf yang berkembang, mayoritas penerbit menambahkan konten tafsir ringkas dan asbabun nuzul. Sehingga Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan merupakan inovasi yang paling unik di antara mushaf lainnya. Mengutip dari Caknun.com dan pengantar Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan, kata tadabbur merupakan pemilihan yang dinilai sesuai dengan kebutuhan jamaah Maiyah.
“Kajian Al-Qur`an di Maiyah Padangmbulan diarahkan kepada tadabbur, karena dinilai sesuai dengan kebutuhan jamaah. Jamaah Maiyah Padangmbulan sangat heterogen, dan sebagian besar awam dalam ilmu-ilmu keagamaan. Oleh karena itu, yang diperlukan oleh jamaah bukanlah kajian ilmiah tapi kajian imaniah amaliah. Yang diperlukan bukan pemahaman Al-Qur`an secara meluas atau mendalam, tapi cukup memahami makna ayat secara umum kemudian melakukan perenungan, penghayatan, dan bagaimana mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, pilihan ayat-ayatnya pun disesuaikan dengan kebutuhan untuk pembangunan jiwa dan kehidupan.” (Ahmad Fuad Effendy/Cak Fuad, dalam Pengantar Mushaf Al-Qur’an dan Tadabbur Maiyah Padhangmbulan).
Demikian, uraian ringkas tentang Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan yang dipelopori oleh Cak Nun dan Cak Fuad. Hadirnya mushaf ini merupakan bagian dari semaraknya mushaf-mushaf yang aplikatif dengan berbagai konten yang menyertainya.
Wallahu a’lam[]