BerandaTafsir TematikDalil Teologis Waktu-Waktu Salat Fardu

Dalil Teologis Waktu-Waktu Salat Fardu

Salat lima waktu dalam sehari semalam wajib hukumnya. Status wajibnya salat telah ditetapkan dalam Alquran dan hadis. Antara lain terdapat di surat an-Nisa’ ayat 103 juga hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas. Kemudian bagaimana dengan ketentuan lima waktu salat dalam sehari semalam? Dari mana ketentuan itu berasal? Berikut akan dijelaskan asal dan dalil teologis waktu-waktu salat fardu yang lima, subuh, duhur, ashar, maghrib dan isya’.

Allah swt berfirman dalam surat ar-Rum [30]: 17-18

فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ تُصْبِحُوْنَ () وَلَهُ الْحَمْدُ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَعَشِيًّا وَّحِيْنَ تُظْهِرُوْنَ

“Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari. Dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur (tengah hari)”

Menurut sahabat Ibnu Abbas yang merupakan mufassir kondang di kalangan sahabat Nabi, maksud dari ‘petang hari’ dalam ayat tersebut adalah shalat maghrib dan isya’, ‘pagi hari adalah salat subuh, ‘malam hari adalah salat ashar, dan tengah hari adalah salat duhur. Penafsiran Ibnu Abbas ini diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Dalil yang lebih rici tentang waktu salat terdapat pada hadis riwayat Jabir bin Abdillah

حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ إِلَى النَّبِىِّ ( حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتِ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ فَىْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ  فَصَلِّ الْعَصْرَ . ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ جَاءَهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ الْمَغْرِبَ فَقَامَ فَصَلاَّهَا حِينَ غَابَتِ الشَّمْسُ سَوَاءً ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا ذَهَبَ الشَّفَقُ جَاءَهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ الْعِشَاءَ فَقَامَ فَصَلاَّهَا ثُمَّ جَاءَهُ حِينَ سَطَعَ الْفَجْرُ فِى الصُّبْحِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ . فَقَامَ فَصَلَّى الصُّبْحَ ثُمَّ جَاءَهُ مِنَ الْغَدِ حِينَ كَانَ فَىْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ . فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ جَاءَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حِينَ كَانَ فَىْءُ الرَّجُلِ مِثْلَيْهِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلّ.ِ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ حِينَ غَابَتِ الشَّمْسُ وَقْتاً وَاحِداً لَمْ يَزُلْ عَنْهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ . فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الأَوَّلُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ . فَصَلَّى الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَهُ لِلصُّبْحِ حِينَ أَسْفَرَ جِدًّا فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ . فَصَلَّى الصُّبْحَ فَقَالَ ” مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ كُلُّهُ”

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi saw. pernah didatangi Jibril as. lalu ia berkata kepada Nabi saw., “Bangun dan salatlah!” Maka beliau shalat duhur ketika matahari telah tergelincir. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat ashar dan berkata, “Bangun dan salatlah!” Lalu Nabi saw shalat ashar ketika bayangan semua benda sama panjang dengan aslinya. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat Maghrib dan berkata, “Bangun dan salatlah.” Lalu Nabi saw salat maghrib ketika matahari telah terbenam. Kemudian Jibril mendatanginya saat isya’ dan berkata, “Bangun dan salatlah!” Lalu beliau salat isya’ ketika merah senja telah hilang. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat subuh dan berkata, “Bangun dan salatlah!” Lalu Nabi saw salat suubuh ketika muncul fajar, atau Jabir berkata, “Ketika terbit fajar.” Keesokan harinya Jibril kembali mendatangi Nabi saw saat duhur dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat duhur ketika bayangan semua benda sama panjang dengan aslinya. Kemudian dia mendatanginya saat ashar dan berkata, “Bangun dan salatlah!” Lalu beliau shalat ashar ketika panjang bayangan semua benda dua kali panjang aslinya. Kemudian dia mendatanginya saat maghrib pada waktu yang sama dengan kemarin dan tidak berubah. Kemudian dia mendatanginya saat isya’ ketika pertengahan malam telah berlalu -atau Jibril mengatakan, sepertiga malam,- lalu beliau salat isya’. Kemudian Jibril mendatangi Nabi saw saat hari sudah sangat terang dan berkata, “Bangun dan salatlah!” Lalu beliau salat subuh kemudian berkata, ‘Di antara dua waktu tersebut adalah waktu salat.

Berdasar beberapa dalil di atas, tidak diragukan lagi bahwa salat yang diperintahkan kepada umat Islam adalah sebanyak lima kali, waktu-waktunya telah ditentukan seperti paparan dalil teologis waktu-waktu shalat fardu tersebut, dan tata cara pelaksanaannya pun juga sudah diatur. Sebagaimana pernah disampaikan oleh Nabi, Shallu kama ra’aytumuni ushalli (salatlah kalian seperti kalian telah melihat saya salat).

(Baca Juga: Apa Benar Athar As-Sujud itu Bekas Hitam di Jidat?)

Untuk itu, tidak dibenarkan jika ada sebagian orang yang menganggap bahwa salat yang merupakan rukun agama tersebut cukup dengan mengingat Allah dalam hati, tanpa diwujudkan dengan gerakan-gerakan salat, waktu salatnya juga semaunya sendiri, tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang sudah ada, sebagaimana dijelaskan dalam dalil teologis waktu-waktu salat fardu yang sekarang sedang kita bahas ini.

Begitu pentingnya salat hingga Rasulullah sendiri menganalogikannya dengan tiang agama yang apabila ditegakkan, maka pelakunya telah menegakkan agama, dan apabila ditinggalkan, maka ia sama seperti menghancurkan agama.

Tidak hanya sebagai bentuk penghambaan manusia kepada Allah yang akan dipertanggungjawabkan kelak, salat juga memberi pengaruh besar dalam diri seseorang. Disampaikan oleh Rasulullah sendiri bahwa shalat itu memberi kenyamanan, menjadi obat hati dan pelipur lara bagi yang melaksanakannya. Dan yang terpenting, ia bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-‘Ankabut: 45).

Wallahu A’lam.

Lutfiyah
Lutfiyah
Mahasiswa Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Institut Pesantren KH. Abdul Chalim (IKHAC) Mojokerto
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...