BerandaTafsir TematikDimensi Manusia dalam Alquran: Biologis, Psikologis, dan Sosial

Dimensi Manusia dalam Alquran: Biologis, Psikologis, dan Sosial

Dalam Alquran, kata manusia ditunjukkan dengan tiga istilah, yaitu basyar, insan, dan an-nas. Penggunaan kata basyar dalam Alquran adalah untuk menjelaskan manusia dari segi biologis. Sebagaimana firman Allah yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah basyar seperti manusia pada umumnya yang memiliki nafsu, hasrat, makan, minum, berpasangan, dan lain-lain. Hanya saja bedanya beliau diberikan wahyu oleh Allah untuk menyampaikan ajaran tauhid dan sebagainya.

Jadi, Nabi Muhammad dari sisi biologis sama dengan manusia lainnya, sebagaimana firman Allah:

 قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi [18]: 110).

Baca juga: Multidimensional Manusia dalam Alquran Versi Murtadha Muthahhari

Kemudian ada kata insan yang itu lebih mengarah pada sisi psikologis manusia. Contohnya ketika dia mendapatkan kasih sayang dia senang dan pada saat dapat cacian atau makian dia benci. Oleh sebab itulah manusia atau insan diberikan tanggung jawab sebagai khalifah, diperintah ibadah, seperti salat, puasa, dan lainnya. Dan insan juga dalam hal ini tidak labil, meskipun insan diciptakan dalam keadaan lemah, sebagaimana firman Allah:

يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah. (Q.S. an-Nisa’ [4]:28).

Karena manusia/insan memiliki sifat lemah, maka Allah memberikan keringanan dan kemudahan dalam memikul tanggung jawab, seperti haji yang hanya diwajibkan bagi yang mampu secara fisik, psikis, maupun ongkos (Manajemen Manusia: Refleksi Diri Meraih Kesempurnaan Hidup, hal. 9).

Baca juga: Isyarat Kreativitas Manusia dalam Kisah Nabi Nuh

Kata kunci manusia dalam Alquran yang terakhir yaitu an-nas yang mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Konsep an-nas yang dikemukakan dalam Alquran banyak sekali, seperti untuk mengenal dan berbuat baik kepada yang lain, juga saling menghargai. Itu semua tidak lain karena kodrat-Nya yang menciptakan an-nas bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Allah berfirman:

 يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti (Q.S. Al-Hujarat [49]: 13).

Ahmadi (1999) mengatakan bahwa “manusia tidak mungkin dapat hidup dengan baik tanpa mengadakan hubungan dengan manusia lain, baik hubungan maupun pergaulan dengan orang tuanya, kawan-kawan sebaya atau kelompok-kelompok sosial yang lain. Bahkan S. Freud menegaskan bahwa pribadi manusia yang sering disebut ego tidak mungkin terbentuk dan berkembang tanpa pergaulan dengan manusia lain dengan demikian tidak dapat berkembang sebagai manusia dalam arti selengkap-lengkapnnya.” (Abu Ahmadi. Psikologi Sosial, hal. 18).

Baca juga: Surah Alma’un dan Ibadah Dimensi Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial kalau pengertian yang lebih umumnya yaitu berarti ia tidak bisa hidup sendirian tanpa orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles (384-322 SM), bahwa manusia adalah zoon politicon. Artinya, manusia pada dasarnya makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia yang lain, atau makhluk yang bermasyarakat dan bersosial. Menurut Cooley dalam Faesal (1976) dikatakan bahwa kepribadian dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang harmonis.

Jadi seperti itulah kurang lebih gambaran manusia dalam Alquran dengan segala dimensinya melalui penyebutan yang berbeda-beda. Manusia sebagai makhluk yang memiliki nafsu, hasrat, makan, minum, dan lainnya ditunjukkan oleh kata basyar. Kata insan itu menunjukkan bahwa manusia diberi amanah oleh Sang Pencipta sebagai khalifah untuk membawa kedamaian, dan diperintahkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Kemudian yang terakhir kata an-nas yang mengindikasikan bahwa manusia itu makhluk sosial; makhluk yang pasti saling membutuhkan, dan tidak bisa hidup dengan nyaman, tentram, aman tanpa manusia lainnya. Wallahu a’lam

Thoha Abil Qasim
Thoha Abil Qasim
Santri Ma'had Aly Situbondo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...