BerandaTafsir TematikDua Macam Ujian Hidup

Dua Macam Ujian Hidup

Dalam kehidupan di dunia, sebagian dari kita kerap kali mengeluh dengan kekurangan, kemiskinan, prestasi, dan lain sebagainya.  Lebih jauh, terkadang sebagian dari kita bahkan iri dengan keadaan kecukupan, kekayaan, dan prestasi orang lain atau bahkan menginginkan semua nikmat itu hilang dari mereka. Lantas, bagaimana pandangan Alquran mengenai hal ini?

Tafsir QS. Alan’am (6): 164

Dalam perspektif Alquran, kekayaan dan kemiskinan, kecukupan dan kekurangan, prestasi dan tanpa prestasi, serta ketampanan/kecantikan dan keburukan merupakan ujian. Ujian tidak semata terjadi pada keadaan kekurangan atau negatif saja seperti kemiskinan, tetapi keadaan positif dalam kacamata duniawi juga merupakan ujian.

Kita mendapati dalam lintas sejarah bahwa banyak orang yang memiliki kelebihan duniawi, namun tidak lulus ujian dan dimurkai oleh Allah Swt. Sebut saja misalnya Firaun. Firaun diberi kekuasaan sebagai raja dengan segala harta, fasilitas, dan pengikut yang banyak, namun dia justru menjadi sombong dan bahkan mengaku sebagai Tuhan. (Alqashash (28): 38)

Di dalam ayat terakhir dari surah Alan’am, Allah menjelaskan bahwa Dia meninggikan derajat sebagian manusia atas sebagian manusia yang lain untuk mengujinya.

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيْعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُوْرٌ رَّحَيْمٌ

“Dan Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) untuk menguji kamu melalui apa yang Dia berikan kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu cepat siksa-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Titik pokok pembahasan ada pada potongan ayat dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) untuk menguji kamu melalui apa yang Dia berikan kepadamu”, namun ada baiknya kita sedikit mengulas tafsiran dari potongan ayat sebelumnya.

Baca juga: Surat Ali Imran Ayat 186: Keniscayaan Ujian Hidup

Maksud dari “Dan Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi,” bukan seperti yang dimaksud oleh para pejuang khilafah yang berarti pemimpin politik dari sistem kekhilafahan (negara Islam supranasional), melainkan maksudnya adalah pengganti umat-umat sebelumnya di bumi. Maksudnya adalah bahwa umat-umat yang telah lalu digantikan oleh umat yang baru. Demikian tafsiran yang dijelaskan oleh al-Mahalli dalam Tafsir al-Jalalain (107) dan Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah (3: 768).

Kembali ke pembahasan pokok, Allah Swt. meninggikan sebagian manusia atas sebagian yang lain bertujuan untuk menguji mereka melalui apa yang diberikan oleh-Nya. Peninggian derajat ini menurut al-Mahalli melalui harta, pangkat, dan lain sebagainya. Adanya hal ini menurutnya bertujuan agar menjadi jelas mana orang yang yang taat (al-muthii’) kepada Allah dan mana yang orang yang durhaka (al-‘ashi) kepada-Nya. Allah akan menyiksa dengan cepat orang yang durhaka dan mengampuni orang-orang mukmin.

Secara spesifik, Syekh Ahmad al-Shawi dalam Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain (2:61) menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia kaya dan miskin, cantik/tampan dan jelek, pintar dan bodoh, serta kuat dan lemah untuk menguji manusia melalui apa yang telah Dia berikan. Menjadikan manusia dalam dua sisi yang berbeda ini agar jelas mana orang yang bersabar dan bersyukur.

Dua macam ujian hidup menurut Alquran

Berdasarkan penjelasan tafsir dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya segala keadaan memiliki ujian sendiri-sendiri. Terkadang, seorang hamba mendapatkan ujian berupa kemegahan dalam kenikmatan berupa harta, kepintaran, kekuatan, dan ketampanan. Ujian kenikmatan ini bertujuan untuk menilai apakah seorang hamba mampu bersyukur, bersedekah, membantu sesama, tidak sombong, dan tidak terbuai dengan kemegahan hidup yang dimiliki atau tidak.

Kadang pula, seorang hamba mendapatkan ujian hidup berupa kekurangan yang jauh dari kenikmatan. Ujian dari golongan ini adalah untuk menguji apakah mereka mampu bersabar, berusaha, tidak jatuh pada kekufuran, dan tetap semangat atau tidak.

Penutup

Fenomena ini menunjukan bahwa jalan manusia untuk mendapat rida Allah berbeda-beda. Ada yang mendapatkan rida-Nya dengan jalan bersyukur, bersedekah, rendah hati, dan lain-lain. Ada pula yang mendapatkan rida-Nya dengan jalan bersabar, memiliki etos kerja dan lain-lain.

Jalan yang berbeda ini merupakan ujian yang Allah kehendaki dari kita agar kita mampu mempersembahkan amal terbaik untuk-Nya sebagaimana firman Allah, “Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” (QS. Almulk (67): 2). Semoga kita senantiasi bisa menjalani ujian kita masing-masing dan dapat mempersembahkan amal terbaik untuk-Nya. Amin.

Akhmad Sulaiman
Akhmad Sulaiman
Doktor Studi Islam lulusan UIN Sunan Kalijaga. Mengabdi di UNU Purwokerto. Menulis untuk menyuguhkan Islam rasional dan kontekstual.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Respons Abū Āshī Terhadap Abū Zaid Tentang Kaidah al-‘Ibrah bi ‘Umūm...

0
Perbedaan pemahaman ketika ada ayat umum yang diturunkan disebabkan oleh sebab yang khusus, ada yang berpatokan pada keumuman teks ada yang berpatokan pada kekhususan...