BerandaTafsir TematikEtika Humor dalam Alquran

Etika Humor dalam Alquran

Kata ‘humor’, menurut Amin Mudzakkir dalam Islam dan Politik Era Kontemporer memiliki arti sebagai salah satu bentuk hiburan yang telah ada sejak zaman batu hingga saat ini. Menikmati humor sebenarnya sah-sah saja, karena di dalam Q.S. an-Najm ayat 43  yang berbunyi وَأَنَّهُۥ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ dijelaskan bahwa Allah Swt. lah yang menjadikan manusia dapat tertawa dan menangis. Namun, meskipun begitu humor tetaplah memiliki batasan agar tidak menyinggung pihak manapun. Oleh karena itu, tulisan saya kali ini membahas tentang etika humor dalam Alquran.

Humor dan Etika

Humor berasal dari bahasa Latin ‘umor’ yang berarti cairan. Hal ini didasarkan kepada kepercayaan orang-orang Yunani tentang hati manusia yang terdiri dari 4 cairan yakni cairah darah sebagai penentu suasana bahagia, cairan empedu kuning menandakan suasana marah, cairan empedu hitam menandakan suasana sedih, dan cairan lendir menandakan suasana dingin dan tenang.

Menurut Diana dalam Pengendalian Emosi dalam Psikologi Islam, humor mampu membuat orang tertawa dan tersenyum serta melahirkan energi positif dari diri seseorang. Adapun energi positif tersebut mampu menjadikan pikiran lebih rileks sehingga dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik dan fokus serta mampu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dengan baik.

Sementara itu, menurut Syarifah Habibah dalam Ahlak dan Etika dalam Islam, kata ‘etika’ memiliki makna yang sama dengan ahlak. Adapun di dalam Bahasa Arab, akhlak berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, tingkah laku, maupun tabiat. Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa ahlak dapat dinilai dari baik-buruknya perbuatan seseorang.

Adapun dalam sudut pandang pakar psikologi, mengutip karya Maiwan yakni Memahami Teori-Teori Etika, disebutkan bahwa Emile Durkheim memahami etika sebagai sebuah representasi yang terletak dalam  moralitas sosial. Selain itu, terdapat pula pengertian etika menurut Islam, seperti yang terdapat dalam Sistem Etika Islami karya Djatnika bahwa etika merupakan sebutan untuk perbuatan baik yang dilakukan berdasarkan pedoman hadis dan Alquran.

Baca Juga: Ajaran Alquran tentang Etika Komunikasi

Etika Humor Perspektif Alquran

Meskipun humor merupakan suatu yang lucu dan mampu membuat orang lain tertawa, namun humor tetap memiliki aturan dan etika agar tidak menyinggung pihak manapun dan menyebabkan perselisihan di kemudian hari. Oleh karena itu, berpedoman pada Alquran, etika terkait humor diantaranya:

  1. Tidak Mengandung Kebohongan

Di dalam Q.S. an-Nahl: 105 dijelaskan tentang larangan melakukan kebohongan, ayat tersebut berbunyi

إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”.

Hal di atas juga dibahas oleh Hendarto dalam Filsafat Humor. Dia memberikan pengertian bahwa kebohongan merupakan tindak penipuan dengan pernyataan tidak benar dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Adapun kaitannya dengan humor, belakangan ini seringkali humor diciptakan dari kebohongan serta hoax tidak berdasar yang sangat berpotensi dalam menyebabkan perselisihan dan pertengkaran. Oleh karena itu, meskipun humor tetap saja tidak boleh melibatkan kebohongan di dalamnya.

2. Tidak Mengandung Ungkapan Buruk

Menurut Djatnika dalam Sistem Etika Islami, perkataan atau ungkapan yang buruk biasanya dilontarkan oleh mereka yang memiliki perangai yang buruk pula. Adapun pengertian dari ungkapan buruk, mengutip dari Aziz dalam Pendidikan Etika Sosial Berbasis Argumentasi Quranik, yakni ucapan yang tidak memiliki estetika dan etika.

Di dalam Alquran sendiri juga dijelaskan terkait larangan mengatakan perkataan yang buruk, yakni sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-Isra: 53 “Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.

Berdasarkan ayat di atas, maka jelas bahwa Allah Swt melarang  hamba-Nya untuk mengucapkan perkataan yang buruk. Kontekstualisasinya dengan masa kini, seringkali terdapat ucapan yang kasar dan buruk yang dapat memicu terjadinya perselisihan. Padahal seharusnya humor dapat membuat orang tertawa dan membawa kebahagiaan bagi yang mendengarnya.  Oleh karena itu, pesan yang dapat dipahami pada poin ini adalah Islam melarang untuk berkata buruk dalam keadaan apapun termasuk dalam hal bercanda.

Baca Juga: Etika Bermedia Sosial dalam Pandangan Alquran

3. Tidak Mengandung Kesombongan

Kesombongan memiliki arti merasa paling benar dan besar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesombongan biasanya melekat pada orang-orang yang gemar mengagungkan dirinya sendiri. Di dalam Alquran terdapat surat yang membahas tentang isu kesombongan yakni Q.S. al-Hujurat: 11 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Kontekstualisasi ayat di atas menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, banyak humor yang disisipi dengan kesombongan yang menyebabkan orang sekitar berpandangan buruk terhadap humor tersebut. Maka dari itu, pesan yang dapat diambil bahwa kesombongan bukanlah hal yang terpuji dan tidak ada gunanya, sebab Islam sendiri mengajarkan untuk menghindari sikap sombong dan selalu bersikap rendah hati kepada setiap orang dan di setiap tempat.

Setidaknya tiga etika ini yang harus diperhatikan dalam mengeluarkan candaan, silakan bercanda, namun tentu jangan melewati batas etika. Wallah a’lam.

Yasmin Karima Fadilla Suwandi
Yasmin Karima Fadilla Suwandi
Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogykarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...