Alquran memerintahkan kita untuk menjaga hubungan baik dengan kerabat dan tetangga. Berdasar hal ini dan beberapa hadis, para ulama kemudian menyatakan bahwa hukum menjenguk kerabat dan tetangga yang sakit adalah sunah menurut agama Islam. Karena alasan utama dari menjenguk orang yang sakit adalah menjaga hubungan sosial dengan orang lain, ulama kemudian menetapkan beberapa etika menjenguk, yang harus dipenuhi agar tindakan tersebut tidak malah berujung merusak hubungan sosial. Berikut keterangan para ulama.
Etika menjenguk orang sakit
Berdasarkan Surah Annisa ayat 36, para ulama mengambil kesimpulan pentingnya menjaga hubungan sosial dengan kerabat dan tetangga. Salah satunya diwujudkan dengan menjenguk saat ada yang sakit. Para ulama kemudian menetapkan beberapa etika agar menjenguk orang sakit tidak malah berujung membuat orang yang sakit merasa tidak nyaman.
Pertama, hendaknya menjenguk dilakukan secara terputus-putus atau tidak terlalu sering. Hal ini sesuai dengan hadis yang berarti:
“Dalam menjenguk orang sakit, lakukanlah secara jarang-jarang. Kecuali apabila dia sudah tidak sadar.” (al-Hawi al-Kabir/3/6)
Baca juga: Dasar Hukum Menjenguk Orang Sakit
Imam al-Munawi mengutip dari kitab al-Ittihaf, bahwa ukuran jarang atau tidak terlalu sering berdasar kebiasaan suatu daerah, sehingga kondisi tersebut dapat berbeda-beda melihat kebutuhan dan status penjenguk di hadapan orang yang sakit. Standar “keterlaluan” bagi tetangga yang bukan kerabat tentu berbeda dengan kerabat dekat atau orang yang amat diharapkan kehadirannya oleh orang yang sakit.
al-Munawi juga menjelaskan bahwa kesunahan menjenguk bisa didapatkan dengan menjenguk cukup sekali. Sementara, maksud dari tidak sadar adalah orang yang sakit mengidap penyakit kronis, sehingga kehilangan kesadaran dan tidak menyadari kedatangan orang yang menjenguknya. Dalam keadaan ini dia tidak perlu dijenguk. (Faid al-Qadir/2/20 dan 4/482)
Kedua, menjenguk disunahakan meski di hari pertama mengalami sakit.
Ketiga, mendoakan dengan doa berikut dengan diulang 7 kali:
أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَك
As’alu allaah al-adhiim, rabb al-‘arsy al-adhiim, ay yasyfiyaka.
“Aku meminta kepada Allah yang Maha Agung, yang mengusai arsy yang agung, agar Dia memberimu kesembuhan.”
Keempat, tidak berlama-lama di tempat orang yang sakit kecuali dia mengharapkan.
Kelima, apabila orang yang sakit merasa takut menghadapi kematian, maka hendaknya si penjenguk mendorongnya secara halus untuk melakukan taubat dan meninggalkan wasiat.
Baca juga: Etika Bergaul dengan Non muslim dalam Pandangan Al-Qur’an
Keenam, tidak menjenguk apabila mengetahui bahwa orang yang sakit tidak berkenan. (Asna al-Mathalib/4/187)
Ketujuh, Khusus untuk orang sakit yang mendekati kematikan, dianjurkan bagi penjenguk agar berwasiat kepada keluarga yang sakit agar memperlakukannya dengan baik dan sabar. Selain itu, dianjurkan untuk menyebut kebaikan orang yang sakit dengan berulang, menjauhi permbicaraan berbau duniawi, memintanya merelakan orang-orang di sekitarnya, mengingatkan ajaran ulama dan zikir saat menghadapi kematian, meminta keluarga untuk sabar, dan hanya menampakkan sikap yang menunjukkan kerelaan terhadap orang sakit tersebut. (Asna al-Mathalib/4/187)
Baca juga: Etika Bertetangga dalam Islam
Kedelapan, berdasar keterangan Ibn Hajar, tidak ada waktu khusus yang dianjurkan oleh hadis Nabi untuk melakukan tindakan menjenguk orang sakit. Yang ada hanya adat kebiasaan suatu daerah. (Fath al-Bari/16/139)
Kesembilan, dalam menjenguk orang yang sakit, hendaknya tidak membeda-bedakan status si sakit apakah dia tetangga, kerabat jauh, maupun dekat. Namun ulama masih mempermasalahkan perihal menjenguk seseorang yang memiliki perilaku buruk, yang bukan tetangga, bukan kerabat, juga tidak diketahui bahwa dia akan bertaubat. Sebab, terdapat anjuran untuk menghindari sosok seperti itu. (Mughni al-Muhtaj/4/196)
Kesimpulan
Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan, ada beberapa etika atau ketentuan khusus yang perlu diperhatikan saat menjenguk orang sakit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, sebuah tindakan yang oleh khalayak umum dipandang baik, haruslah dijaga agar ruh kebaikan di dalamnnya tetap ada, yaitu dengan etika dalam melakukannya. Dimanakah sisi ibadah sebuah perilaku menjenguk orang yang sakit, apabila di dalamnya hanya memunculkan kebencian dari si sakit?! Wallahu a’lam.