Seiring berkembangnya zaman, pakaian menunjukkan entitasnya sebagai seni yang mengagumkan dalam diri manusia. Para desainer berlomba-lomba merancang model pakaian yang anggun, elok, menarik, unik, dan berkesinambungan. Di samping itu, pakaian berpengaruh terhadap nilai seseorang, sehingga banyak orang memburu brand ternama maupun desainer terkenal guna memperindah dirinya dengan model pakaian yang menarik.
Berbagai model pakaian yang ditampilkan para desainer itu terkadang berlawanan dari tujuan pakaian itu sendiri. Baik tujuan norma agama, sosial, maupun individual. Hal tersebut sudah menjadi keniscayaan, karena kiblat pakaian mengacu pada Barat. Dalam norma agama, pakaian digunakan untuk tujuan menutup aurat. Norma sosial berbicara tentang kesopanan dan kepantasan pakaian yang dipakai. Sedangkan dalam perspektif individual, pakaian diukur berdasarkan tingkat kenyamanan pakaian itu sendiri.
Alquran Berbicara Masalah Pakaian
Sebagai kitab yang komprehensif dan pedoman hidup manusia, Alquran membicarakan pakaian sebagai kebutuhan dasar manusia. Menurut Quraish Shihab, Alquran menggunakan tiga bahasa untuk mengistilahkan pakaian, yaitu libas, tsaub, dan sarabil. Ketiga istilah tersebut memiliki makna berbeda jika dihadapkan pada konteks tertentu (Quraish Shihab, Wawasan Alquran, hal. 155).
Alquran telah mengisahkan awal mula terciptanya pakaian. Kisah tersebut termaktub dalam Q.S. Al-A’raf [7] ayat 20 yang artinya: “Setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan pada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya dan setan berkata: ‘Tuhan kamu melarang kamu mendekati pohon ini, supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal di surga.”
Baca juga: Tiga Makna Libas (Pakaian) dalam Narasi tentang Hubungan Suami-Istri
Ayat ini menginterpretasikan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang mulanya tertutup auratnya. Namun, setan melakukan tipu daya, sehingga mereka berdua memakan buah Khuldi. Akibat makan buah terlarang tersebut, Adam dan Hawa terbuka auratnya. Mereka berdua malu, sehingga berusaha menutup auratnya. “Setelah mereka merasakan buah pohon terlarang itu. Tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 22).
Dedaunan surga menjadi awal mula pakaian yang dikenakan manusia. Tujuan dari pakaian tersebut adalah menutup aurat. Jika melihat kisah di atas, fitrah manusia adalah tertutup. Manusia yang memiliki kesadaran akan menutup auratnya karena aurat adalah aib bagi dirinya. Kisah di atas juga mengindikasikan bahwa membuka aurat adalah tipu daya setan. Uraian kisah di atas juga menggambarkan rayuan setan sangat dahsyat sehingga memicu manusia menampakkan auratnya.
Peran Pakaian Menurut Alquran
Alquran secara rasional menggambarkan eksistensi pakaian sebagai kebutuhan primer manusia. Peran pakaian disandingkan Alquran dengan tempat tinggal sebagai dasar kehidupan dunia dan kenikmatan dari Allah Swt. Termaktub dalam Q.S. An-Nahl [16] ayat 81 yang artinya: “Allah menjadikan tempat bernaung bagi kamu dari apa yang telah Dia ciptakan. Dia menjadikan bagi kamu tempat-tempat tertutup di gunung. Dia menjadikan pakaian bagimu untuk melindungi dari panas dan pakaian (baju besi) untuk melindungimu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat–Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada–Nya).”
Baca juga: Puasa, Seks dan Pakaian dalam Surah Al-Baqarah Ayat 183-187
Al-Qurtubi dalam tafsirnya menafsirkan kata sarabil (pakaian) pertama sebagai pelindung dari sengatan matahari dengan mengibaratkannya kemeja atau baju yang bahannya dari kain. Adapun sarabil kedua yakni baju besi, pakaian yang dipakai ketika perang (Tafsir Al-Qurtubi, Juz. 10, hal. 195).
Quraish Shihab menambahkan bahwa ayat di atas merupakan representasi peran pakaian sebagai pelindung bagi manusia. Perlindungan dalam konteks ayat, menunjukkan perlindungan lahiriyyah. Pakaian mampu menghangatkan dari cuaca dingin, menghalangi sengatan matahari tatkala cuaca panas, dan menghindarkan manusia dari fitnah dan kekerasan seksual.
Fungsi Pakaian Menurut Alquran
Secara eksplisit Allah Swt. menggambarkan fungsi pakaian dalam Q.S. Al-A’araf [7] ayat 26. Allah Swt. berfirman:
يٰبَنِىۡۤ اٰدَمَ قَدۡ اَنۡزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسًا يُّوَارِىۡ سَوۡاٰتِكُمۡ وَرِيۡشًا ؕ وَلِبَاسُ التَّقۡوٰى ۙ ذٰ لِكَ خَيۡرٌ ؕ ذٰ لِكَ مِنۡ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُوۡنَ
“Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian yang menutup auratmu dan juga pakaian bulu untuk menjadi perhiasan dan pakaian takwa itulah yang paling baik.”
Dari ayat di atas dapat diuraikan fungsi pakaian sebagai berikut:
- Penutup Aurat
Secara teminologi, aurat terambil dari kata sa’a-yasu’u yang artinya buruk; tidak menyenangkan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan Allah Swt. bermaksud menjadikan pakaian atas hambanya agar mereka dapat menutup auratnya (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hal. 399).
Sebagaimana penjelasan pada kisah awal mula terciptanya pakaian, bahwa fitrah manusia adalah menutupi segala sesuatu yang tercela dalam dirinya. Salah satu yang tercela adalah aurat, maka norma agama telah menentukan batas-batas aurat yang telah dijelaskan di atas.
- Perhiasan
Ibnu katsir memaparkan bahwa yang dimaksud perhiasan dalam fungsi pakaian adalah sesuatu yang indah jika dilihat secara lahiriah. Alquran membolehkan manusia untuk mengenakan pakaian yang elok nan indah untuk memperindah diri. Karena naluri manusia suka terhadap keindahan, maka Alquran sangat rasional menyebut pakaian berfungsi untuk memperindah pemakainya.
Baca juga: Menafsir Ayat tentang Pakaian dengan Tafsir Maqashidi
Namun, secara tegas Alquran melarang manusia untuk berperilaku berlebihan (Q.S. Al-A’raf [7]: 31); dan bagi laki-laki dilarang memakai pakaian yang terbuat dari sutera dan perhiasan emas. Perhiasan tersebut hanya dipakainya ketika di surga.
- Takwa
Pakaian ini yang disebut Alquran sebagai pakaian yang terbaik. Jangan salah mengartikan bahwa pakaian takwa adalah baju koko yang biasa dipakai oleh laki-laki. Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan pakaian takwa ini. Menurut Quraish Shihab pakaian dalam Alquran memiliki dua makna, yaitu pakaian lahiriyyah dan bathiniyyah. Takwa adalah pakaian bathiniyyah. Semua orang dituntut untuk merajut sendiri pakaian ini. Benangnya adalah tobat, sabar, syukur, qana’ah, ridha, dan lain sebagainya.
Sebagian ulama juga mengartikan takwa sebagai pelindung. Bahwa pakaian mampu melindungi seseorang dari keburukan yang akan menimpanya. Takwa dalam makna pelindung lebih mengarah pada sisi lahiriyyah. Sebagaimana peran pakaian yang telah dijelaskan di atas.
- Penunjuk Identitas
Fungsi keempat ini termaktub dalam Q.S. Al-Ahzab [33]: 59 yang artinya: “Yang demikian itu lebih mudah bagi mereka untuk dikenal.” Menurut Quraish Shihab, fungsi pakaian sebagai petunjuk identitas adalah menggambarkan eksistensinya sekaligus membedakan seseorang dari yang lainya. Maka kita mengetahui identitas seorang polisi, TNI, dan pejabat lewat pakaianya.
Baca juga: Pakaian Isbal, Indikator Kesombongan, dan Tafsir Ayat-Ayat Takabur dalam Alquran
Islam menekankan kepada pemeluknya selalu berpenampilan menarik. Tujuannya agar tidak direndahkan oleh umat lain. Pepatah Jawa mengatakan “Ajining diri soko latih, ajining rogo soko busono.” Peribahasa tersebut mengindikasikan esensi pakaian dalam kehidupan manusia. Kewibawaan seseorang akan terbawa jika yang dikenakan pakaian yang bagus dan elok. Sebaliknya kewibawaan bisa turun karena pakaian yang dikenakan lusut. Berpenampillah sesuai identitas yang saat ini kita emban. terutama identitas bahwa kita seorang muslim. Wallahua’lam.