BerandaTafsir TematikTafsir IsyariFilosofi Kuda dalam Tafsir Surah Al-'Adiyat

Filosofi Kuda dalam Tafsir Surah Al-‘Adiyat

Sebagaimana kebanyakan nama surah dalam Alquran, nama Al-‘Adiyat diambil dari ayat pertama surah ini, di mana Allah bersumpah dengan kuda. Kemudian diikuti ayat sumpah (qasam) atas sifat-sifat kuda yang digunakan untuk perang dan diiringi dengan jawab sumpah berupa penegasan tentang tabiat manusia.

 Allah berfirman:

وَالْعٰدِيٰتِ ضَبْحًاۙ (1) فَالْمُوْرِيٰتِ قَدْحًاۙ (2) فَالْمُغِيْرٰتِ صُبْحًاۙ (3) فَاَثَرْنَ بِهٖ نَقْعًاۙ (4) فَوَسَطْنَ بِهٖ جَمْعًاۙ (5)

Demi kuda-kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, yang memercikkan bunga api (dengan entakan kakinya), yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi, sehingga menerbangkan debu, lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh (Q.S. Al-‘Adiyat [100]: 1-5).

Menurut jumhur ulama, termasuk di antaranya Ibnu Abbas dan Mujahid, al-‘Adiyat artinya adalah kuda. Sebab sifat-sifat yang dijelaskan di ayat selanjutnya dalam surah ini ada pada kuda, bukan unta atau binatang lain (Tafsir at-Thabari, 26/864). Kuda akan mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga kuku kakinya dapat mengeluarkan percikan api. Sehingga pendapat inilah yang lebih kuat.

Al-‘Adiyat yang dijadikan sumpah oleh Allah ini bukan tanpa arti, melainkan untuk memberikan penegasan dan pengukuhan atas berita, juga agar manusia dapat mengambil hikmah darinya. Sebagaimana disampaikan oleh Manna al-Qattan bahwa sumpah dalam Alquran digunakan untuk menghilangkan keraguan, membatalkan syubhat, menegakkan argumentasi, menetapkan berita dan hukum. Selain itu, sumpah Allah dalam Alquran juga dapat menjadi isyarat atas keutamaan dan kemanfaatan makhluk yang dibuat sumpah tersebut supaya manusia mendapat pelajaran darinya (Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 302-303).

Keistemawaan Kuda

Sayyid Thanthawi dalam Tafsir al-Wasith (15/484) menerangkan bahwa sumpah atas nama kuda ini untuk mengingatkan keutamaannya dan keutamaan memeliharanya, yang kaitannya dengan manfaat diniyah (agama) dan duniawiyah (dunia). Salah satunya seperti dijelaskan dalam surah ini, bahwa kuda untuk jihad akan mendatangkan pahala, ghanimah (rampasan perang), serta dapat memecah belah dan mengacaukan barisan musuh.

Dalam hadis dikatakan bahwa kuda mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh hewan-hewan lainnya, bahkan Rasulullah pernah bersabda, “Kuda akan senantiasa memiliki kebaikan hingga hari kiamat.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah)

Baca juga: Tiga Fase Kehidupan Jiwa dalam Perspektif Tafsir al-Razi

Sementara penjelasan dari Wahbah al-Zuhaili, sumpah tersebut adalah untuk mengangkat urgensi kuda di kalangan kaum Muslimin, bahwa kuda yang memiliki badan tangguh serta punggung yang kukuh, dan secara tradisi sangat berharga bagi kaum Arab sebab telah digunakan untuk berperang sejak zaman dahulu, yakni agar umat menjaganya dan berlatih menungganginya di jalan Allah.

Selain itu, agar umat Islam terbiasa untuk melakukan hal-hal besar dan terus bersungguh-sungguh dan beramal. Dalam hal ini menurut al-Zuhaili terdapat sebuah targhib (motivasi) untuk menggunakan kuda untuk tujuan-tujuan yang mulia. Bukan untuk sum’ah, berbangga-bangga, dan riya’ (Tafsir al-Munir 30/380).

Al-‘Adiyat: Peringatan bagi Jiwa yang Ingkar 

Allah bersumpah dengan kuda yang digunakan untuk jihad fi sabilillah. Dia mensifati kondisi kuda itu dari satu tahap ke tahap berikutnya. Dimulai dari gerakannya, nafasnya yang terengah-engah, deru suaranya yang khas saat lari, hingga gambaran bagaimana pertempuran yang berbaur dengan debu hingga menyebabkan suasana kacau dan musuh kocar-kacir.

Adapun yang disumpahkan oleh Allah (jawab qasam) menurut mufassirin ialah tabiat dalam jiwa manusia, ketika hatinya kosong dari motif-motif iman. Mereka mengufuri kenikmatan dan ingkar untuk bersyukur kepada Yang Maha Pemberi Kenikmatan, serta tidak mau tunduk kepada syariat dan hukum-hukum-Nya.

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya (Q.S. Al-‘Adiyat: 6).

Asy-Sya’rawi (15/394) dan al-Zuhaili (30/382) menerangkan bahwa kuda perang sebagai nama sumpah dan jiwa manusia yang disumpahi sangat terkait erat. Secara tabiat, manusia diciptakan sangat mencintai hawa nafsunya, berat untuk berjuang, dan membantu orang lain, terlebih berterima kasih kepada Tuhan. Manusia tanpa iman bagaikan binatang yang hina tabiatnya dan kerdil visinya.

Baca juga: Maqashid Ayat-Ayat Perang [3]: Menghormati Jiwa Hingga Menjaga Alam

Sumpah Allah dengan kuda perang dalam surah ini dalam rangka mengingatkan dan menyindir manusia. Sebagaimana diketahui, kuda dulunya merupakan binatang yang liar. Namun kemudian, karena didomestikasi, dipelihara, dan dididik oleh manusia, ia menjadi jinak dan bersedia melakukan apapun. Salah satunya sebagai tunggangan perang, seperti yang dijelaskan di atas.

Meskipun kuda sampai terengah-engah ia rela melakukan apapun demi mendapatkan rida tuannya. Sebab ia paham bahwa sang tuan telah memberinya makan dan memeliharanya. Sementara manusia juga telah mendapat demikian banyak perhatian dan nikmat dari Allah, tetapi mengapa banyak dari mereka justru ingkar kepada-Nya dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat rida-Nya? Wallah a’alam.[]

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...