Peran seorang istri dalam rumah tangga sangatlah penting untuk terciptanya keluarga yang harmonis. Berawal dari kehidupan keluarga, kedigdayaan suatu bangsa akan terbangun dengan baik. Nyai Shalihah A. Wahid Hasyim, menjadi satu bukti bahwa kehadiran seorang istri sangat berpengaruh terhadap dinamika rumah tangga dan perjuangan.
Selain menjadi pendamping setia perjuangan KH. A. Wahid Hasyim, ia juga meluangkan waktu untuk melayani tamu mertua dan membuka warung untuk meringankan kebutuan hidup keluarga, konsumennya adalah para santri Tebuireng. Sebagai istri seorang tokoh nasional, kehidupan Nyai Shalihah tidak pernah lepas dari suasana perjuangan. Di samping kiprahnya yang bersayap dalam sosial masyarakat, sebagai seorang istri, Nyai Shalihah ikut memainkan peran penting dalam menjalankan perang gerilya perjuangan suaminya.
Dikisahkan ketika suatu hari KH. Wahid Hasyim sedang dikejar Belanda dan datang membawa setumpuk dukumen rahasia. Nyai Shalihah segera mengambil lalu mendudukinya sembari mencuci, agar tidak curiga beliau rela berpura-pura menjadi babu.
Tak ayal, dalam Islam hubungan rumah tangga suami dan istri merupakan relasi yang saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain. Dalam Al-Quran dijelaskan al-Baqarah: 187
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
Mereka adala pakaian bagimu, dan kamu pun pakaian bagi mereka.
Sebagian Ulama menguraikan ayat ini sebagai hubungan pasangan suami-istri. Dalam relasinya, selalu ada keterkaitan dalam suatu pasangan untuk saling melengkapi, saling memenuhi kebutuhan, saling memahami, tidak ada kesenjangan diantara keduanya dan saling memberikan keteladanan teradap pasangan. Lebih utamanya pada kebersamaan antar anggotanya, hak yang seimbang sesuai norma agama dan kepatutan budaya, hak untuk tetap menjalankan kewajiban dan aktifitas diruang publik, tetap bersosial-masyarakat namun tidak melalaikan kebutuhan dalam keluarganya.
Baca juga: Tafsir Surah An Nisa Ayat 34: Peran Suami Istri dari Pemutlakan hingga Fleksibilitas Kewajiban
Demikian yang dilakukan oleh Nyai Shalihah, disamping memiliki tanggung jawab domestik, beliau merupakan teladan perempuan sangat aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Perannya dalam mendukung perjuangan suami dalam mengembangkan NU dan mempertahankan kemerdekaan banyak tercatat.
Di antaranya pada Pemilu 1955, Nyai Shalihah berhasil mewakili NU menjadi anggota perempuan DPRD Jakarta, dan terpilih menjadi anggota DPR Gotong Royong di tahun 1958. Nyai Sholihah juga tercatat sebagai kepengurusan Yayasan Dana Bantuan (YDB) dan berkontribusi besar dalam mendirikan Ikatan Keluarga Pahlawan Nasioanal Indonesia (IKPNI).
Tidak terhenti disini, Nyai Shalihah merupakan perempuan yang lahir dan dibesarkan dalam tradisi NU, ditengah kegiatannya sebagai seorang istri, Nyai Shalihah aktif menghidupkan elemen sosial masyarakat melalui pengajian-pengajian muslimat yang kala itu bernama Nahdlatul Oelama Muslimat (NOM). Dalam pengajiannya Nyai Shalihah memberi pemahaman ajaran-ajaran Islam berupa kandungan makna Al-Quran, baik tentang anjuran agama menunaikan ibadah shalat, ketauhidan dan pentingnya toleransi beragama.
Baca juga: Tafsir Surat Ali Imran 31: Cara Mempererat Hubungan Suami-Istri
Nyai Shalihah juga mengembangkan ranting-ranting NOM baru di Tebuireng, dan masih banyak lagi keterlibatan Nyai Shalihah dalam perjuangan bersama KH. Wahid Hasyim. Kesibukannya sebagai bu Nyai justru tidak melalaikan peran utamanya sebagai seorang ibu. Meski sering ditinggal pergi suaminya berjuang, pengasuhan dan pendidikan anak merupakan prioritas utama.
Sebagai seorang ibu beliau tidak pernah memberi jarak terhadap anak dan keluarganya, memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang, kehangatan dan prinsip egaliter. beliau menghindari pekerjaan yang dapat mengurangi perhatiannya teradap pendidikan anak-anaknya. Demikianlah yang diupayakan oleh Nyai Shalihah terhadap rumah tangganya bersama KH. A. Wahid Hasyim. Tidak heran jika figur Nyai Shalihah merupakan seorang ulama perempuan yang patut diteladani.