Ignaz Goldziher bisa dikatakan sebagai salah satu pilar orientalis pada masanya selain dari Theodore Noldekke dan Snouck Hurgronje. Sebagai seorang orientalis yang hidup pada abad 19, Ignaz Goldziher banyak mencurahkan dan mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari tentang dunia Timur.
Ignaz merupakan sarjanawan orientalis yang lahir pada tanggal 22 Juni 1850 di Hungaria. Dia tumbuh di lingkungan keluarga Yahudi yang cukup terpandang dan mempunyai pengaruh yang luas. Latar belakang pendidikannya dimulai dari Budhapes, lalu berlanjut ke Berlin pada tahun 1869, kemudian pindah ke Unverisitas Leipzig.
Selain itu, Ignaz juga sempat menetap di Kairo, Mesir dalam rangka penugasan untuk mengadakan ekspedisi ke kawasan Timur, lalu dilanjutkan ke Suriah dan Palestina. Selama di Kairo, dia sempat bertukar kajian di Universitas Al-Azhar (Badawi: 2012).
Mazahib at-Tafsir al-Islami
Sebagai seorang orientalis yang produktif, Ignaz telah banyak menghasilkan berbagai karya dalam mengkaji Timur. Salah satunya adalah dalam bidang sejarah tafsir, yakni Die Richtungen Der Islamischen Koranauslegung. Karya ini merupakan sebuah karya tentang historiografi tafsir yang ditulis oleh Ignaz dalam bahasa Jerman.
Die Richtungen Der Islamischen Koranauslegung sebagai sebuah karya monumental yang sekaligus menjadi magnum opusnya ini telah dialihbahasakan ke dalam beberapa bahasa. Salah satunya adalah ke dalam bahasa Arab oleh ‘Abdul Halim an-Najjar dengan judul Mazahib at-Tafsir al-Islami disertai dengan kritik beliau di dalamnya. Karena dianggap penting, buku ini kemudian juga dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh M. Alaika Salamullah dengan judul Mazhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern (Raihan dan Syafieh: 2022).
Periodesasi Mazahib at-Tafsir al-Islami
Dalam Mazahib at-Tafsir al-Islami yang merupakan terjemahan ke dalam bahasa Arab oleh Abdul Halim an-Najjar, Ignaz Goldziher membagi beberapa periode sejarah tafsir ke dalam beberapa subtema besar:
- Pertama, al-Marhalah al-Ula fi at-Tafsir
Dalam periode ini, Ignaz memaparkan beberapa permasalahan seperti awal mula munculnya at-tafsir al-mazhabi (tafsir mazhab), perbedaan qiraat, perbedaan harakat, tambahan-tambahan yang dianggap tafsir dalam qiraat, kontradiksi dalam qiraat, qiraat Abdullah bin Mas‘ud dan Ubay bin Ka’ab, tambahan-tambahan dalam mushaf keduanya, kontradiksi dalam qira’at dan bantahan-bantahan terhadap qiraat gairu masyhurah (qiraat tidak populer), kebebasan memilih qiraat dengan sesuatu yang menyelisihi mushaf utsmani, turunnya Alquran dengan tujuh huruf, dan seterusnya. Dalam al-Marhalah al-Ula fi at-Tafsir, Ignaz secara khusus banyak menyinggung tentang qira’at.
Baca juga: Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Qira’at Al-Qur’an
- Kedua, at-Tafsir bi al-Ma’sur
Periode selanjutnya adalah at-tafsir bi al-ma’sur. Dalam hal ini, Ignaz memulai dengan menjelaskan bagaimana awal mula penafsiran itu dijauhi karena dianggap bersifat ijtihad semata tanpa ada sandaran dari riwayat. Kemudian setelah itu ia menjelaskan tentang israiliyyat, isyarat Alquran kepada peristiwa-peristiwa yang datang belakangan, at-tafsir bi ar-ra’yi, posisi riwayat dalam keilmuan dan penolakan terhadapnya, makna dari at-tafsir bi al-ma’sur, Ibnu ‘Abbas dan rujukannya terhadap syair-syair klasik, Mujahid dan ‘Ikrimah, ‘Ali bin abi Talhah sebagai seorang perawi tafsir Ibnu Abbas, perbedaan-perbedaan riwayat dalam at-tafsir bi al-ma’sur, beberapa wajh Alquran, dan at-Tabari dengan tafsirnya.
- Ketiga, at-Tafsir fi Dau al-‘Aqidah
Periode selanjutnya adalah perkembangan tafsir yang sudah mulai memasuki corak ahlu ar-ra’yi. Dalam hal ini, secara garis besar Ignaz mencoba memaparkan tentang dua karya besar sebagai wakil dari tafsir yang bercorak ar-ra’yi, yakni Az-Zamaksyari dengan al-Kassyaf dan Fakhruddin ar-Razi dengan Mafatih al-Gaib-nya.
Baca juga: Kritik Ignaz Goldzhiher terhadap al-Tafsir bi al-Ma’tsur
- Keempat, at-Tafsir fi Dau at-Tasawwuf al-Islami
Selanjutnya adalah periode tafsir yang bercorak tasawuf. Dalam hal ini, Ignaz memaparkan tentang konsep wahdah al-wujud, tafsir dengan metode ta’wil dan ramz, pendapat Ibnu ‘Arabi, Ikhwan as-Safa, dan al-Gazali tentang as-sirat, syafa‘at dan karamat.
- Kelima, at-Tafsir fi Dau al-Firaq ad-Diniyyah
Periode selanjutnya adalah perkembangan tafsir yang sudah didasari dengan bias-bias kelompok tertentu. Dalam hal ini, Ignaz memulai dengan memaparkan secara mendetail tentang Syiah dan dinamika yang meliputi kemunculannya, akidahnya, dan lain sebagainya.
Baca juga: Menjawab Kritik Ignaz Goldziher atas Relasi Qira’ah dan Rasm
- Keenam, at-Tafsir fi Dau at-Tamaddun al-Islami
Perkembangan terakhir dari periodesasi tafsir oleh Ignaz adalah sebuah periode yang bisa dikatakan sebagai periode yang sudah memasuki masa modern. Dalam hal ini, Ignaz terlebih dahulu memaparkan tentang peradaban Islam yang dimulai dengan memunculkan sebuah pertanyaan: “Apakah Islam dan peradaban modern adalah dua hal yang kontradiktif?”. Ignaz memaparkan secara mendetail terkait dinamika tafsir yang terjadi di abad modern yang salah satunya adalah seorang pembaharu Islam, yakni Muhammad Abduh dengan tafsir al-Manar-nya yang dianggap mengilhami corak tafsir baru, yakni at-tafsir al-ijtimai‘.
Penutup
Karya Ignaz Goldziher tersebut pada akhirnya mengilhami para sejarawan modern setelahnya untuk menghasilkan karya-karya terkait historiografi tafsir, khususnya bagi para sarjanawan muslim. Ini mengingat dalam beberapa pembahasan historiografi tafsir Ignaz terdapat beberapa pernyataan yang cukup kontroversial bagi umat Islam umumnya. Salah satunya terkait dengan qira’at.