Sanad merupakan hal yang vital dalam transmisi ilmu di pesantren. Sanusi dalam tulisannya yang berjudul “Transfer Ilmu di Pesantren”—dimuat dalam Jurnal Ta’lim 11 (1) tahun 2013—mengemukakan bahwa sanad adalah bentuk pertanggungjawaban dan kewenangan transfer ilmu yang valid, yang memberikan kejelasan tentang silsilah suatu ilmu.
Setiap ilmu yang diajarkan di pesantren, khususnya pesantren berbasis salafiyah atau tradisional, memerlukan sanad yang jelas dan tepercaya. Termasuk dalam ilmu-ilmu tersebut yaitu ilmu qiraah—ilmu baca Alquran—dan tahfiz Alquran.
Di Desa Pelamunan, Kabupaten Serang, Banten, terdapat Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah; sebuah pondok pesantren yang melahirkan ahli-ahli qiraah serta memiliki pengkhususan dalam tahfiz Alquran. Pesantren tersebut didirikan oleh K.H. Muhammad Thohir sekitar tahun 1929; dan termasuk salah satu pesantren tertua di Banten.
Sebenarnya, At-Thohiriyah bukanlah satu-satunya pesantren di wilayah Pelamunan yang mewarisi keilmuan dan meneruskan perjuangan K.H. Muhammad Thohir. Masih ada sekitar 12-an pesantren lain. Salah satunya yaitu Pondok Pesantren Madaarijul ‘Ulum. Namun, karena keterbatasan ruang, tulisan ini hanya berfokus pada At-Thohiriyah.
KH Muhammad Thohir merupakan murid dari Syekh Tubagus Ma’mun. Nama yang disebut belakangan adalah seorang ulama Alquran asal Serang, Banten, yang lahir pada tahun 1872 dan wafat pada tahun 1928. Syekh Ma’mun dilahirkan di Serang, Banten, tetapi sejak bayi dibawa ayahnya—yaitu Tubagus Rafiuddin—untuk tinggal di Makkah.
Selama tinggal di Makkah, Syekh Ma’mun belajar berbagai cabang ilmu agama Islam, termasuk ilmu-ilmu Alquran. Beliau merupakan orang yang cerdas, sehingga mampu menghafalkan 30 juz Alquran beserta qiraat sab’ah-nya pada usia kira-kira 19 tahun. Seiring berjalannya waktu, kealiman Syekh Ma’mun diakui oleh para ulama dan masyarakat Makkah pada waktu itu.
Pengakuan akan keilmuan Syekh Ma’mun ketika berada di Makkah dibuktikan di antaranya dengan penunjukkan beliau sebagai imam salat tarawih di Masjidil Haram serta keberadaan majelis pengajian di Qusyaisyiyyah yang beliau isi dengan materi khusus Alquran dan qiraahnya.
Setelah kembali ke Nusantara pada tahun 1914, Syekh Ma’mun menjadi tujuan bagi para pencari ilmu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya para murid yang berasal dari luar Banten; dari Jakarta, Bogor, Garut, Bandung, Sukabumi, Cirebon, Brebes, Semarang, Pasuruan, Palembang, bahkan dari Makkah.
Baca juga: Tradisi Santri Pesantren Zainul Hasan Menyambut Nuzul Al Quran
Program dan skema pembelajaran
KH Muhammad Thohir—sebagai murid dari Syekh Ma’mun—dikenal sebagai ahli ilmu qiraah. Di pesantren yang didirikannya, diajarkan ilmu tajwid, Alquran binnadhar—membaca Alquran di hadapan guru, dan beberapa kitab tafsir seperti Tafsir Jalalain dan Tafsir Marah Labid; di samping ilmu-ilmu nahu saraf dan fikih.
Program pengkhususan tahfiz Alquran di At-Thohiriyah dimulai pada era 1990-an. Pada masa itu, program tersebut ditujukan bagi santri putri saja. Dalam perkembangannya, serta dalam rangka menjawab tantang zaman, At-Thohiriyah mendirikan SMP Plus 30 Juz pada tahun 2019 serta SMK Plus 30 Juz pada tahun 2021; yang ditujukan bagi santri putri maupun putra.
Santri-santri yang belajar di At-Thohiriyah dapat mengikuti program pengkhususan tahfiz Alquran jika yang bersangkutan memiliki keinginan yang kuat untuk menghafal Alquran. Skema lainnya yaitu jalur para santri yang menjadi siswa-siswi SMP dan SMK yang dikelola At-Thohiriyah.
Setelah satu tahun mereka belajar di SMP atau SMK tersebut, para santri itu akan mendapatkan asesmen dalam hal kemampuan mereka untuk menghafal Alquran. Mereka yang dianggap mampu untuk menghafal Alquran sambil belajar di sekolah formalnya, maka akan dimasukkan ke dalam program pengkhususan Alquran.
Baca juga: Tafsir Alquran Aksara Pegon yang Dikenal dalam Tradisi Tafsir Pesantren
Sanad keilmuan
Sanad ilmu qiraah di At-Thohiriyah terutama memang dari Syekh Ma’mun melalui jalur K.H. Muhammad Thohir. Selain itu, sanad dari Syekh Ma’mun di At-Thohiriyah juga mengalir melalui Hj. Ratu Rodhatul Farihah, cicit Syekh Ma’mun yang dinikahi K.H. Ahmad Ulfi Zaini Thohir—cucu K.H. Muhammad Thohir.
Di samping itu, ada sanad tahfiz dari K.H. Mufid Pandanaran, Yogyakarta, melalui beberapa pengajar Alquran di At-Thohiriyah; yaitu jalur Hj. Ratu Rodhatul Farihah, Hj. Farhiyyah—adik K.H. Ahmad Ulfi Zaini Thohir, dan Alm. K.H. Muhtadi Zaini Thohir—adik K.H. Ahmad Ulfi Zaini Thohir.
Ada juga sanad tahfiz dari K.H. Abu Bakar Cirebon melalui Hj. Nukhbatul Maula, istri K.H. Drs. Munifi Zaini Thohir—cucu K.H. Muhammad Thohir. Terakhir, ada sanad dari Syekh Abbad Rajab Salim Bakhomis, Yaman, melalui H. Muhammad Imaduddin, Lc., cicit K.H. Muhammad Thohir, seorang hafiz yang menjabat Kepala Madrasah Alquran santri putra At-Thohiriyah.
Demikianlah gambaran eksistensi ilmu qiraah dan tahfiz Alquran di Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan beserta sanad-sanadnya. Tampak bahwa At-Thohiriyah mewarisi beberapa sanad yang jelas dan tepercaya; dan di antaranya merupakan salah satu sanad ilmu qiraah Alquran yang sangat tua, yaitu yang berasal dari Syekh Ma’mun.
Baca juga: Alasan Tafsir Jalalain Jadi Tafsir Favorit di Pesantren