Menyambung pembahasan yang lalu, ternyata al-Farahi telah mengelompokkan beberapa surat pada satu gagasan ‘amud, dimulai pada surat ke 25 sesuai dengan urutan mushaf. Ada 37 gagasan ‘amud Al-Quran yang dimplementasikan dalam Tafsir Nidzam Al-Quran karya Farahi, berikut uraiannya,
Pertama, Surat al-Fatihah adalah surat yang menghimpun seluruh kandungan Al-Quran sebagaimana pendahuluan. Di dalamnya terdapat kunci-kunci untuk memahami seluruh kandungan Al-Quran.
Kedua, Surat al-Baqarah adalah surat keimanan yang sangat dibutuhkan, yakni iman kepada Nabi Muhammad. Maka dari itu dalam surat al-Baqarah tersebut terkumpul segala hal yang berkaitan dengan keimanan kepada Nabi Muhammad.
Ketiga, Surat ‘Ali Imran adalah berupa ketaatan kepada Nabi Muhammad yang mana ketaatan merupakan sambungan kedua setelah keimanan. Sebagaimana Islam merupakan sisi terluar dari keimanan.
Keempat, Surat al-Nisa’ menerangkan bahwasannya syari’at merupakan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Kelima, Surat Perjanjian (al-Maidah), sebagaimana surat terdahulu, surat ini mengandung/menyebut unsur-unsur konstruksi Islam yang dibangun atas perjanjian ketuhanan serta proses perjanjian tersebut hingga usai.
Keenam, Surat al-An’am merupakan tempat yang berisi perjanjian ketauhidan dengan upaya menutup pintu-pintu syirik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Taubah ayat 115.
Baca juga: Implementasi ‘Amud Al-Quran dalam Tafsir Nidzam Al-Quran (1): Empat Surat Al-Quran
Ketujuh, 8 delapan surat yakni al-Furqan, Asy-Syu’ara, an-Naml, al-Qashash, al-‘Ankabut, ar-Rum, Luqman dan as-Sajdah tersebut termasuk Makiyah. Berisi tentang janji orang-orang mukmin yang sangat beruntung, tidak menyekutukan Allah, serta akan mendapatkan pertolongan Allah.
Kedepalan, 13 tiga belas surat (Saba’, Fathir, Yasin, As-Shaffat, Shad, Az-Zumar, Ghafir, Fusshilat, As-Syura, Al-Zukhruf, Ad-Duha, Al-Jatsiyah, al-Ahqaf) tersebut temasuk surat Makiyah yang berisi tentang ketauhidan, hari kiamat, urgensi kenabian, serta janji tentang adanya pertolongan. Dua surat dibuka denga kata alhamdulillah. Tiga surat dengan sumpah menggunakan Al-Quran, malaikat, dan Al-Quran. Sebagian yang lain dibuka dengan menyebut Al-Quran.
Kesembilan, tujuh surat (Qaf, Az-Zariyat, al-Thur, An-Najm, al-Qamar, ar-Rahman, al-Waqi’ah) tersebut semuanya Makiyah yang berisi tentang peringatan terhadap hari Kiamat serta pengingat pentingnya Al-Quran terkadang keduanya tentang peringatan terhadap hari Kiamat serta pengingat pentingnya Al-Quran itu porsinya lebih mendominasi dalam satu surat terkadang porsinya sama.
Mengingat keduanya merupakan hal yang sama. setelah tuntasnya pengingat pentingnya Al-Quran, lalu disambung dengan bara’ah serta kepasrahan terhadap kehendak Allah yaitu tasbih.
Dengan adanya 37 tema sentral (‘amud Al-Quran) perpsektif al-Farahi di atas, setidaknya memberikan jalan keluar dari permasalahan ini. Asumsi bahwa adanya inkonsistensi al-Farahi dalam tafsirnya saat menyebutkan ‘amud pada setiap surat, bisa sedikit terpatahkan.
Bisa jadi tidak disebutkan, karena masih dalam satu pembahasan dengan surat sebelum atau sesudahnya. Karena proses untuk mencapai ‘amud tetaplah menggunakan perangkat korelasi ayat dan surat. Dan semua perangkat itu masuk dalam teorinya, yakni nidzam.
Baca juga: Menilik Pengertian ‘Amud Al-Quran dan Metodologinya ala Hamiduddin Farahi
Meskipun begitu, Al-Farahi sebenarnya kurang begitu konseptual dalam menjelaskan dan mengimplementasikan bagaimana cara menemukan atau merumuskan ‘amud Al-Quran dalam Tafsir Nidzam Al-Quran. Keadaan yang seperti ini, tidak menutup kemungkinan mengundang pembaca untuk menghadirkan ruang kritik. Karena ‘amud merupakan ciri khas yang dimiliki oleh al-Farahi, maka uraian amud akan menjadi orientasi kajian pembaca, selain argumentasinya tentang nidzam.
Dari semua uraian di atas, dapat ditarik benang merah bagaimana cara menemukan ‘amud. Langkah awal adalah dengan tetap mengkaji munasabah per ayat dalam setiap surat. Kemudian, mengelompokkannya menjadi beberapa subtema, ini yang disebut dengan nidzam atau macro structure dari surat. Dan, langkah terakhir adalah menganalisis lebih dalam lagi pembahasan apa yang tetap ada atau yang lebih dominan dari setiap sub-tema pengelompokan ayat tersebut.
Pembahasan yang sering muncul itulah yang akan merumuskan atau mengimplementasikan ‘amud pada setiap surat. Kerangka berpikir yang digagas oleh al-Farahi dalam Tafsir Nidzam-nya memang masih memiliki sisi kekurangan. Namun, peletakan dasar atas konsep tersebut merupakan suatu keberanian. Karena metodologinya itulah, kajian terhadap struktur dan tema sentral dalam Al-Quran masih diminati oleh para pengkaji Al-Quran dan akan terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Wallahu A’lam.