Salah satu guru dari KH. Maimoen Zubair adalah Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Beliau seorang ulama yang dikenal ahli dalam bidang ilmu Al-Quran dan tafsir. Beliau mengemukakan alasan penting belajar ilmu Al-Quran dalam kitab al-Qawaid al-Asasiyyah fi Ulum al-Qur’an. Semoga Allah senantiasa memberikan kita dan beliau beserta seluruh keturunan kemanfaatan atasnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Mengenai alasan penting belajar ilmu al-Quran, salah satu tema pokok yang dibahas adalah perbedaan dalam memahami pengertian tafsir dan ta’wil. Abu Ubaid beserta kalangan lain menyatakan bahwa keduanya bermakna sama.
Sedangkan al-Raghib berpandangan bahwa tafsir lebih universal dari ta’wil. Tafsir lebih sering diaplikasikan untuk memahami kosa kata dan diksi, serta digunakan pula selain dalam kajian kitab suci. Sementara ta’wil cenderung diaplikasikan dalam memahami pemaknaan dan kalimat, selain itu hanya digunakan dalam kajian kitab suci.
Az-Zarkasyi menyebutkan bahwa tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw serta penjelasan akan makna-maknanya. Selain itu dari tafsir ini juga dapat diketahui perihal ketentuan hukum dalam Al-Qur’an. Perangkat elementer dari tafsir sendiri adalah ilmu bahasa, nahwu, tasfrif, ilmu bayan, ushul fiqh, qira’at, dan penting juga untuk mengetahui perihal sebab turunnya ayat beserta nasikh dan mansukh.
Baca Juga: Pesan Az-Zarkasyi Bagi Para Pengkaji Ilmu Al Quran
Kemuliaan ilmu tafsir jelas adanya. Allah SWT berfirman
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَما يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُوا الْأَلْبابِ
“Dia memberi hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barangsiapa yang diberi hikmah maka sungguh ia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tiadalah mengambil pelajaran kecuali ulul albab.” (Q.S al-Baqarah: 269)
Mengenai ayat ini Ibn Abbas menyatakan bahwa anugerah hikmah adalah pengetahuan akan al-Quran, nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, awalan dan akhirannya, halal dan haramnya, juga hal lain yang mendasar tentang al-Quran.
Alasan penting belajar ilmu al-Quran juga diungkapkan Abu Dzar al-Harawi dalam Fadhail al-Qur’an. Al-Harawi meriwayatkan dari jalur sanad Said bin Jubair dari Ibn Abbas ra. Beliau berkata, “Orang yang membaca al-Qur’an namun tidak bagus dalam memaknainya maka ia seperti seorang badui mengocehkan syair, berceloteh.”
Al-Baihaqi dan selainnya mengeluarkan satu riwayat dari Abi Hurairah ra. secara marfu’, “Maiknailah al-Qur’an dan carilah (diksi-diksi) asingnya.”
Ibn al-Anbari mengeluarkan riwayat dari Abi Bakr al-Sihiddiq ra. Beliau berkata, “Berhasil memahami satu ayat al-Qur’an lebih kusukai ketimbang dapatmenghapal satu ayat.”
Beliau juga mengeluarkan riwayat dari Abdullah bin bin Buraidah, dari seorang sahabat Nabi saw, bahwasanya sahabat tersebut berkata, “sekiranya aku mengetahui jika dengan menempuh perjalan empat puluh malam aku dapat memahami satu ayat saja dari kitab Allah, maka sungguh aku akan melakoninya.”
Dari jalur al-Sya’bi beliau juga mengeluarkan satu riwayat. Al-Sya’bi menyatakan bahwa Umat ra pernah berkata, “Barangsiapa membaca al-Qur’an dan ia memahaminya maka di sisi Allah baginya pahala syahid.”
Al-Ashbihani menyebutkan bahwa aktifitas paling mulia yang diberikan kepada manusia adala menafsirkan al-Qur’an. Beliau meberi penjelasan bahwa kemulian ini bahkan wujud dalam tiga aspek sekaligus. Pertama yakni dari aspek posisinya, tafsir al-Qur’an berhadapan langsung dengan kalam Allah SWT yang merupakan sumber utama segala hikmah serta tambang segala karunia. Di dalamnya terdapat berita mengenai kaum sebelum kita serta mereka kaum di masa mendatang, pun tercantum hukum keadaban bagi kita.
Kedua yakni dari aspek tujuan, misi tafsir al-Qur’an tiada lain adalah berpegang pada tali yang kokoh. Visinya tiada lain yakni untuk sampai pada hakikat kebahagiaan yang tak sirna.
Aspek ketiga mengapa disiplin tafsir dinilai paling mulia adalah karena urgensinya. Kesempurnaan agama dan dunia mebutuhkan ilmu syariah dan pengetahuan keagamaan. Sementara keduanya bergantung pada disiplin ilmu tafsir al-Qur’an.