Keutamaan membaca al Quran yaitu mampu mendapatkan pahala, akan tetapi ternyata juga menyimpan banyak keutamaan yang masih jarang diketahui banyak orang. Syeikh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam Riyadus Shalihin menampilkan keutamaan membaca al Quran dalam pandangan hadis. Ia mengumpulkan beberapa hadis yang menjelaskan tentang keutamaan membaca al quran.
Berikut 4 Keutamaan Membaca Al Quran dalam Pandangan Hadis:
Mendapatkan Syafaat di Hari kiamat
Keutamaan ini seperti yang disabdakan Rasulullah SAW pada riwayat Imam Muslim pada kitab Shahih Muslim karangan Imam Muslim:
عن أبي أُمَامَةَ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ رواه مسلم
“Diriwayatkan dari Umamah ra., ia berkata: “Saya mendengan Rasulullah SAW bersabda: “bacalah Al Quran! Sungguh itu akan menjadi syafaat bagi yang membacanya kelak di hari kiamat” (HR. Imam Muslim)
Hadis di atas menjadi dalil keutamaan membaca Al Quran. Bahwa ia akan menolong pembacanya untuk dapat selamat di hari kiamat. Muhammad bin ‘Allan Ash-Shadiqi menerangkan dalam Dalilul Falihin bahwa yang dimaksud perintah membaca Al Quran ialah membacanya dengan rajin dan menjadikannya sebagai pedoman, serta mengamalkan isinya (mematuhi perintahNya dan menjauhi laranganNya).
Baca juga: Inilah Tiga Keutamaan Surat Al Fatihah
Menjadi Umat Terbaik
Keutamaan ini tertera dalam Hadis riwayat Utsman bin ‘Affan:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ رواه البخاري
“Golongan terbaik dari kalian ialah orang yang belajar Al Quran dan mengajarkannya”
Yang dimaksud dalam hadis ini ialah para pembaca Al Quran yang mempelajari dan mendalami maknanya. Selain itu, ia juga mengamalkannya dengan meneladani nilai moral, hukum, dan hikmah, serta menyampaikannya kepada sesama manusia.
Keutamaan belajar dan mengajar Al Quran juga dikuatkan sebuah hadis muttafaqun ‘alaih (yang ditakhrij Imam Bukhari dan Muslim):
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَقَدِ اسْتَدْرَجَ النُّبُوَّةَ بَيْنَ جَنْبَيْهِ ، غَيْرَ أَنَّهُ لا يُوحَى إِلَيْهِ
“Barangsiapa membaca Al Quran, maka keluarlah nuansa kenabian dari dua sisinya. Hanya saja, tidak melalui pewahyuan”
Hadis tersebut dapat dipahami bahwa seorang yang telah mempelajari bacaan maupun makna Al Quran, serta mengamalkan isi kandungannya, secara tidak langsung ia menyambung estafet dakwah Nabi. Karena, ia telah menerapkan nilai-nilai Qurani untuk dirinya dan menyampaikannya kepada yang lain. Orang yang mampu belajar sekaligus mengamalkannya inilah yang turut menjadi pewaris Nabi, sebagaimana alim ulama.
Bermanfaat untuk Diri Sendiri dan Sesama
Keutamaan ini bersumber dari hadis riwayat Abu Musa Al-Asy’ari, pada kitab Shahih Muslim karangan Imam Muslim:
مَثَلُ المؤمن الذي يقرأ القرآن مثل الأُتْرُجَّة؛ ريحُها طيِّب وطعمُها طيِّب، ومَثَل المؤمن الذي لا يقرأ القرآنَ مثَل التمرة؛ لا ريحَ وطعمُها حُلو، ومثل المنافق الذي يقرأ القرآن مثل الرَّيحانة؛ ريحُها طيِّب وطعمُها مُرٌّ، ومثل المنافق الذي لا يقرأ القرآن كمثل الحنظلة؛ ليس لها ريحٌ وطعمُها مُرٌّ. متفق عليه
“Mukmin yang membaca Al Quran ialah bak buah jeruk; baunya harum rasanya pun manis. Perumpamaan mukmin yang tidak membaca Al Quran ibarat buah kurma; tidak berbau tapi manis rasanya. Sedangkan, orang munafik yang membaca Al Quran seperti bunga kantil; baunya harum tapi rasanya pahit. Dan, orang munafik yang tidak membaca Al Quran ibarat daun bratawali; bau dan rasanya pahit” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ash-Shadiqi mengartikan perumpaan pertama dengan kebermanfaatan mukmin yang membaca Al Quran dari dua sisi. Bermanfaat untuk dirinya sendiri karena kepercayaannya pada ajaran Islam dan untuk orang lain yang mendengarkannya membaca Al Quran karena dengan mendengar secara saksama, akan mendatangkan rahmatNya. Sebagaimana dalam firman Allah surat Al-A’raf ayat 204.
Sementara perumpamaan kedua, ia maknai dengan kebermanfaatan mukmin yang tidak membaca Al Quran hanya untuk dirinya sendiri berupa keimananan. Orang lain tidak memperoleh manfaat darinya, karena ia tidak menyampaikan isi Al Quran. Ibarat kurma, yang sendirinya manis, tetapi orang lain tidak dapat mencium bau manis itu.
Perumpamaan ketiga menunjukkan bahwa orang munafik ketika membaca Al Quran, bisa saja bermanfaat untuk yang mendengarnya. Tetapi, bagi dirinya sendiri tidak, karena tidak ada iman di hatinya. Sedangkan dalam perumpamaan keempat, adalah sama sekali tidak ada hal baik yang dihasilkan oleh seorang munafik yang tidak membaca Al Quran.
Baca juga: Keutamaan Shalat Tahajud, Tafsir Surat Al-Isra Ayat 79
Ladang Pahala
Keutamaan ini bersumber dari hadis Nabi riwayat Ibnu Mas’ud, pada kitab Jami’ al-Kabir karangan Sunan at-Tirmidzi
مَن قرأ حرفًا من كتاب الله فله به حسنة، والحسنة بعشر أمثالها، لا أقول الم حرف بل ألف حرف ولام حرف وميم حرف رواه الترمذي
“Barangsiapa membaca satu huruf saja dari Al Quran, maka ia mendapat satu pahala yang bernilai 10 kali lipat. Saya tidak menghitung alif laam miim menjadi satu huruf. Tetapi, alif satu huruf sendiri, lam satu huruf sendiri, dan mim satu huruf sendiri” (HR Turmudzi)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa membaca satu huruf pun dari Al Quran sudah bernilai ibadah, dan Allah akan melipat pahala ibadah itu sepuluh kali. Hadis ini diperkuat dengan firman Allah dalam Surat al-A’raf ayat 160:
مَن جَآءَ بِٱلْحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰٓ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُون
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”
Ibnu Kathir dalam Tafsir Al Quranul Adzim menjelaskan perbuatan baik dalam bentuk apapun akan diganjar Allah 10 kali lipat atau 700 kali, atau bahkan tak terhingga. Ini sebagai bukti atas kasih sayang Allah pada hambanya.
Berbagai keutamaan di atas semoga dapat memacu semangat kita untuk membaca Al Quran, memahami isinya, dan menjadikannya pedoman hidup. Sehingga Al Quran bisa menuntun kita sampai pada tujuan kita kelak. Wallahu a’lam.