BerandaTafsir TematikInilah Makna Qishash Menurut Al-Quran, Berikut Penjelasannya

Inilah Makna Qishash Menurut Al-Quran, Berikut Penjelasannya

Qishash adalah salah satu ajaran agama Islam dalam rangka menjaga kulliyatul khams manusia dari perilaku zalim. Pemberlakuan qishash diterapkan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan dan masyarakat secara umum. Kata Qishash berasal dari bahasa Arab “قص” yang memotong atau bisa juga diartikan memperhatikan di belakang sesuatu. Disebut demikian, karena seorang yang melakukan hukum qishash seolah-olah memperhatikan kejahatan si pelaku untuk kemudian menceritakan kejahatan itu dan menghukuminya dengan setimpal.

Secara istilah, qishash adalah sebutan untuk tindakan penggantian hak dalam kriminalitas atau hak dalam hutang piutang, dengan yang sama seperti hak tersebut secara adil, maka kata qishash bisa digunakan untuk menyatakan hukuman bagi pelaku kejahatan, bisa juga digunakan untuk ungkapan membayar hutang, yang jelas, makna dari qishash itu kembali kepada arti keadilan dan persamaan.

Jadi, makna dari qishash itu sendiri adalah keadilan dan persamaan. Prinsip adil diterapkan dalam hukuman ini. Hal ini dalam rangka menjaga hak-hak manusia agar tidak terzalimi. Lebih jauh, hukum qishash dimaksudkan untuk menjaga nyawa agar tidak hilang dengan sia-sia. Itulah sebabnya, ancaman hukum qishash ini begitu menakutkan agar pelaku kejahatan berpikir berulang kali sebelum melakukan tindak kriminal.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 179,

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa. (Q.S. al-Baqarah [2]: 179)

Hukum qishash ini telah disebutkan baik dalam Al-Quran maupun hadis-hadis Nabi saw. Di antara yang dijadikan landasan hukum tersebut ialah

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih. (Q.S. al-Baqarah [2]: 178)

Baca juga: Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 44: Memahami Maksud Hukum Allah

Dalam ayat lain, misalnya,

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ ۗوَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama). Barangsiapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim. (Q.S. al-Maidah [5]: 45)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini sebenarnya berbicara tentang keadaan Bani Israil yang menyelisihi hukum dalam kitab Taurat. Di dalamnya tertulis hukum qishash di mana nyawa dibayar dengan nyawa dan seterusnya seperti yang disebut dalam ayat di atas. Namun hukum tersebut juga telah ditetapkan dalam syariat agama Islam saat ini, dan hukum tersebut tidaklah dihapuskan.

Ayat ini menjadi landasan bagi para ahli ushul fiqh bahwa syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad (syar’u man qablana) juga menjadi syariat bagi umat beliau ketika hukum tersebut disebutkan dalam Al-Quraan dan hadis dan tidak ada keterangan mengenai penghapusannya.

Adapun landasan-landasan hukum qishash dari hadis adalah sebagai berikut

عَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا يَحِلُّ دَمُ اِمْرِئٍ مُسْلِمٍ; يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ, وَأَنِّي رَسُولُ اَللَّهِ, إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: اَلثَّيِّبُ اَلزَّانِي, وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ, وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ; اَلْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah saw besabda: tidak halal darah seorang muslim (untuk dibunuh) yang bersyahadat tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah Rasulullah, kecuali dengan tiga sebab: seorang pezina yang sudah menikah, nyawa dibayar dengan nyawa, dan seorang yang murtad yang menyelishi jama’ah. (Muttafaq alaihi)

Baca juga: Tafsir Kalimat Sawa’: Hidup Damai di Tengah Perbedaan, Kenapa Tidak?

Hadis di atas menjelaskan tentang larangan untuk menerapkan hukuman bunuh kepada seorang muslim kecuali dengan tiga sebab kesalahan, yaitu, seorang yang berzina dan ia sudah pernah menikah, nyawa dibalas nyawa, dan seorang yang murtad. Kesalahan yang disebutkan kedua ini yang menjadi landasan hukuman qishash. Yaitu hukuman bunuh yang diterapkan kepada seseorang yang melakukan kejahatan berupa pembunuhan. Artinya bunuh dibalas dengan yang setimpal yaitu bunuh, nyawa dibalas dengan nyawa.

عن أنس أن الربيع عمته كسرت ثنية جارية فطلبوا إليها العفو فأبوا فعرضوا الأرش فأتوا رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبوا إلا القصاص فأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بالقصاص فقال أنس بن النضر يا رسول الله أتكسر ثنية الربيع لا والذي بعثك بالحق لا تكسر ثنيتها فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا أنس كتاب الله القصاص فرضي القوم فعفوا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره

Dari Anas bahwa Rubai’, bibirnya telah menanggalkan gigi dari seorang wanita, maka mereka meminta maaf kepada pihak keluarga sang wanita namun mereka pun menolak dan menginginkan hukum qishash. Lalu mereka menawarkan denda pengganti, dan itu juga ditolak. Lalu mereka mengadu kepada Rasulullah saw dan beliau menjatuhkan hukum qishash. Kemudian Anas bin Nadhr berkata: wahai Rasulullah haruskan giginya ditanggalkan seperti ia menanggalkan gigi wanita itu? Tidak, demi Allah. Giginya tidak akan ditanggalkan. Rasulullah berkata: wahai Anas, ketentuan Allah adalah qishash. Kemudian Anas terus besumpah hingga keluarga sang wanita memaafkan. Maka besabda Rasulullah saw: sesungguhnnya akan ada di antara hamba Allah yang mana bila ia meminta dengan sumpah maka akan Allah penuhi.

Demikianlah makna qishash menurut Al-Quran, tidak lain dan tidak bukan bahwa tujuan qishash itu sendiri adalah menjaga kemaslahatan dan melindungi fitrah manusia itu sendiri. Wallahu A’lam.

Neny Muthi'atul Awwaliyah
Neny Muthi'atul Awwaliyah
Peneliti, dosen di Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU