BerandaTafsir TematikIntuisi: Anugerah Pengetahuan Lain Bagi Manusia

Intuisi: Anugerah Pengetahuan Lain Bagi Manusia

Pengetahuan yang diperoleh manusia biasanya ada yang berawal dari pengalaman.  Pengetahuan ini berasal dari sensasi empirik. Ada pula, pengetahuan  berawal dari berpikir rasional dari sebuah pemahaman yang sudah ada, lalu dihubungkan pada objek yang lain. Pengetahuan seperti ini tidak terlepas dari alur logis yang mengantarkan pengetahuan lain dari pengetahuan sebelumnya. Selain kedua hal ini, ada yang dinamakan pengetahuan intuisi, yang dihasilkan dari perenungan mendalam disertai keterlibatan hati.

Mengulas Pengetahuan Intuisi

Ilmu psikologi pernah menunjukkan bahwa intuisi adalah suatu bentuk pengetahuan yang muncul dalam kesadaran tanpa pertimbangan yang jelas. Intuisi bukanlah sesuatu yang ajaib, melainkan sebuah kemampuan di mana firasat dihasilkan oleh pikiran bawah sadar yang dengan cepat memilah-milah pengalaman masa lalu dan pengetahuan kumulatif. Ia sering disebut sebagai “firasat”.

Intuisi cenderung muncul secara holistik dan cepat, tanpa kesadaran akan proses mental yang mendasari pemrosesan informasi. Para ilmuwan sebagaimana dilansir oleh https://www.psychologytoday.com/ telah berulang kali menunjukkan bagaimana informasi dapat masuk ke dalam otak tanpa disadari dan secara positif mempengaruhi pengambilan keputusan dan perilaku lainnya.

Baca Juga: Surah Al-Baqarah Ayat 164: Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Mereka menyebutkan bahwa intuisi bergantung pada kekuatan pikiran yang menyisir pengalaman yang tersimpan dalam memori jangka panjang untuk situasi yang serupa dan menyajikan penilaian saat itu juga berdasarkan pengalaman. Pemrosesan informasi otomatis yang mendasari intuisi dapat dilihat pada fenomena sehari-hari yang dikenal sebagai “hipnosis jalan raya”, yang terjadi ketika seorang pengemudi melakukan perjalanan bermil-mil tanpa berpikir secara sadar tentang aktivitas mengemudikan mobil.

Paul Jenkins dalam What is Intuitive Thinking (2023) menyebutkan bahwa pemikiran intuitif adalah jenis pemikiran dan proses pengambilan keputusan yang mengandalkan pemahaman dan perasaan naluriah. Cara ini sering digunakan untuk membuat keputusan cepat atau memecahkan masalah. Pemikir intuitif biasanya tidak membutuhkan banyak informasi atau penalaran sadar untuk sampai pada suatu kesimpulan. Hal ini dapat membuat pemikiran intuitif sangat membantu dalam situasi yang serba cepat dan penuh tekanan.

Masih menurutnya, intuisi dapat didefinisikan sebagai “perasaan tentang bagaimana sesuatu akan terjadi.” Hal ini terkait dengan wawasan dan bahkan kreativitas. Kadang-kadang orang menyebutnya sebagai “indra keenam.”

Intuisi adalah kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, tanpa menggunakan penalaran sadar atau membutuhkan penjelasan. Intuisi  memiliki karakteristik yang berbeda. Biasanya, intuisi ini berkaitan dengan pengetahuan bawah sadar; kognisi bawah sadar; firasat; penginderaan batin; wawasan batin untuk pengenalan pola bawah sadar; dan kemampuan untuk memahami sesuatu secara naluriah, tanpa memerlukan penalaran sadar.

Baca Juga: Aspek Pertama Membentuk Pribadi Manusia Unggul: Ilmu Pengetahuan

Pandangan Islam tentang Intuisi

Ada pernyataan menarik dari Rihab Said Aqil dan Abdul Mujib dalam Intuition in Islamic and Contemporary Psychology (2022). Mereka menyatakan bahwa intuisi dalam kajian psikologi didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang terakumulasi dari masa lalu dan tersimpan dalam memori. Berbeda dengan perspektif Islam, intuisi didasarkan pada pengalaman pengungkapan spiritual yang berasal dari karunia Ilahi.

Beberapa ayat Alquran menegaskan bahwa akal mampu mencapai kebenaran mengenai keberadaan Tuhan dan beberapa sifat universal-Nya. Mahmud dalam al-Islam wa al-‘Aql (1995) berpendapat bahwa ayat-ayat Alquran ini adalah salah satu bukti bahwa akal mampu mencapai kebenaran dengan merenungkan ciptaan-ciptaan Allah karena semua itu merupakan indikasi keberadaan Allah. Dia lebih lanjut mengklaim bahwa ketidakmampuan untuk memahami Kebenaran merupakan indikasi kelemahan akal.

Dari ayat-ayat Alquran, kita dapat mengetahui bahwa mereka yang tidak memandang alam semesta dan pengalaman manusia sebagai tanda-tanda Allah tidak menggunakan akalnya secara penuh. Sebuah tanda seharusnya mengarahkan manusia ke tempat tujuan, bukan menunjuk ke arah dirinya sendiri. Manusia yang berakal sehat membaca fenomena alam sebagai tanda-tanda yang mengarah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang, bukan hanya kepada diri mereka sendiri.

Pengetahuan spiritual hanya mungkin dicapai melalui kecerdasan yang lebih tinggi atau ‘aqlī-kullī, sebagaimana disebut oleh Naumana dalam Psyche In Islamic Gnostic and Philosophical Tradition (2021). Manusia memiliki potensi untuk mengetahui kebenaran spiritual, tetapi hanya mereka yang menggunakan kecerdasan lebih tinggi yang akan menemukan kebenaran. Mereka yang tidak menggunakan kecerdasan akan menerima hukuman. Alquran menginformasikan bahwa di akhirat, mereka yang berada di neraka akan menyesal karena tidak menggunakan kecerdasan mereka; “Seandainya kami tidak mendengarkan atau menggunakan akal kami, niscaya kami tidak akan termasuk penghuni-penghuni api neraka”

Baca Juga: Dorongan Menggunakan Akal Pikiran dalam Alquran

Dari ayat ini, untuk mengetahui kebenaran hakiki manusia memperolehnya darib pengajaran (mendengarkan) orang-orang yang memiliki otoritas dalam ilmu agama (seperti para nabi, juga  dengan menggunakan akalnya. Beberapa ayat-ayat Alquran telah memverifikasi bahwa pikiran manusia memiliki potensi untuk memahami kebenaran spiritual melalui pemikiran yang baik.

Melalui kecerdasan yang lebih tinggi, manusia mampu memahami sumber pengetahuan tertinggi, yaitu firman Allah yang diwahyukan kepada manusia melalui para nabi. Selain itu, akal juga mampu melakukan intuisi yang merupakan pengetahuan langsung tentang Allah  dan pemahaman langsung tentang hikmah. Pengetahuan ini datang kepada sebagian hati melalui wahyu Ilahi (ilḥam) dengan cara penyingkapan langsung (mubāda’ah) atau mukāsyafah), dan bagi sebagian yang lain, pengetahuan ini adalah sesuatu yang harus dipelajari dan diperoleh.

Kaitan antara intuisi dengan spiritual cukup dekat. Dalam hal ini, intuisi berhubungan dengan pemikiran spiritual yang berasal dari proses merenung untuk memahami tujuan dan hikmah yang mendasari dunia yang tampak dan pengalaman manusia dengan mengingat Allah Swt dan menyucikan hati.  Lebih lanjut, kedalaman dan kekuatan kontemplasi dapat dicapai melalui penekanan pada pengamatan alam semesta yang terlihat untuk memahami yang gaib (min syahadah ila ghaib).

Wallahu A’lam

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...