BerandaTafsir TematikUlama Versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab

Ulama Versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab

Selain menulis tafsir Alquran lengkap tiga puluh juz, M. Quraish Shihab juga menulis satu karya khusus yang mengkaji tentang kosakata keagamaan dengan judul Kosakata Keagamaan, Makna dan Penggunaannya. Tidak kurang dari seratus kosakata keagamaan yang populer digunakan oleh masyarakat Indonesia beliau bahas dalam bukunya tersebut. Dari seratus lebih kosakata itu, ada beberapa yang tertera dalam Alquran, ada pula yang ditemukan di hadis dan perkataan para ulama. Salah satunya yaitu istilah ulama.

Untuk kata ulama, alumni Al-Azhar itu mengupas kata dan istilah tersebut dari dua aspek. Pertama, dari aspek kebahasaan. Kedua, yaitu dari aspek penggunaan istilah. Berdasarkan asalnya, kata ulama adalah serapan dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak atau plural dari kata ‘alim yang biasa diterjemahkan dengan ‘orang yang berpengetahuan’.

Adapun dari sisi penggunaan istilah, mufasir asal Rappang, Sulawesi Selatan ini membedakan penggunaan istilah ‘ulama’ dalam bahasa dan masyarakat Indonesia dengan istilah ‘ulama’ dalam bahasa Arab dan yang tertera dalam Alquran. Kata ‘ulama’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan ‘orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam’. Sementara itu, dalam bahasa Arab, ulama’ adalah kata yang berbentuk jamak atau plural, yang itu berarti tidak bermakna hanya satu orang, tapi banyak orang.

Tidak hanya dari segi bentuk asalnya (dalam bahasa Arab), M. Quraish Shihab membedakan istilah ‘ulama’ versi bahasa Indonesia dan bahasa Arab juga berdasar pada pertimbangan ayat Alquran yang di dalamnya tertera istilah ‘ulama’. Ada dua ayat yang menyebut kata ‘ulama’, yaitu surah Fatir [35]: 27-28 dan surah Asy-Syuara’ [26]: 197.

Baca Juga: Mengenal Dua Kosakata Sakit dalam Alquran: Marid dan Saqim

Dalam konteks kedua surah ini, kata ‘ulama’ tidak hanya berbicara tentang orang-orang Islam dan ilmu-ilmu keislaman. Di surah Fatir ayat 27-28 misalnya, dua ayat tersebut menguraikan tentang keragaman fenomena alam, buah-buahan, gunung, manusia, binatang, dan kemudian dinyatakan bahwa yang takut dan kagum kepada Allah hanyalah para ulama. Sedangkan dalam surah Asy-Syuara ayat 197, penyebutan ulama’ diikuti dengan Bani Israil, yakni dari kalangan orang-orang Yahudi. Oleh sebab itu, pengarang Tafsir Al-Misbah ini menyimpulkan bahwa istilah ulama itu tidak hanya untuk para ahli di bidang ilmu agama, pun tidak terbatas pada orang Islam. Ulama dalam definisi yang terakhir ini, berarti sama dengan pengertian istilah ilmuwan dalam bahasa Indonesia.

Sampai di sini, dapat dipahami bahwa kata atau istilah keagamaan, serapan dari bahasa Arab yang sudah mengindonesia tidak secara otomatis membawa maksud yang sama persis dengan asal suatu kata atau suatu istilah diambil. Ini tidak lain karena pengaruh dari kultur dan kebiasaan masyarakat setempat. Berdasar pada hal tersebut, maka kata atau istilah keagamaan Islam di Indonesia perlu dikaji ulang makna dan penggunaannya.

Baca Juga: Empat Kosakata Makan dan Makanan dalam Alquran

Antara ulama’ dan ‘alimun

Satu lagi hal yang menarik dari bahasan istilah ulama, yaitu perbedaan antara ulama’ dan ‘alimun. Redaksi ‘alimun dalam Alquran terdapat dalam dua ayat, yaitu surah al-Anbiya’ [21] ayat 51 (….Kami Maha Mengetahui menyangkut dia -tentang Nabi Ibrahim) dan surah al-Ankabut [29] ayat 43 (…Tidak ada yang mengetahuinya -perumpamaan-perumpamaan dalam Alquran kecuali oleh al-‘alimun). Keduanya sama-sama bentuk jamak dari kata ‘alim, namun keduanya mempunyai kandungan maksud yang berbeda.

Berdasar pada dua ayat ‘alimun tadi, M. Quraish Shihab memahami bahwa istilah ini untuk menyebut orang-orang yang memiliki tingkat pengetahuan yang dalam. Di kesempatan lain, secara langsung beliau menambahkan penjelasan bahwa tingkat keahlian ulama’ itu tidak lebih dalam daripada ‘alimun.

Demikian ‘keunikan’ istilah ulama yang mungkin memang perlu dipahami dengan baik makna asal dan penggunaannya oleh masyarakat Indonesia, agar tidak terjadi kerancuan dalam memaknai dan menggunakannya. Pada penjelasan ini pula dapat diketahui bahwa setiap kata yang digunakan dalam suatu ayat Alquran, mempunyai penekanan maksud yang tidak selalu sama meski berasal dari kata dasar yang sama. Wallah a’lam.

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....