BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanIsyarat Alquran tentang Tanggung Jawab Sosial

Isyarat Alquran tentang Tanggung Jawab Sosial

Para agamawan telah mengklasifikasikan bahwa setiap agama memiliki tiga aspek, yaitu; intelektual, ritual, dan sosial. Islam juga telah memberikan perhatian terhadap tiga aspek tersebut. Tidak berlebihan, ketiga aspek tersebut menjadi pilar dalam beragama. Di samping itu, Islam juga telah mengajarkan bahwa ketiga aspek itu tidak bisa dipisahkan dan harus direalisasikan bersama. Inilah yang menjadi salah satu bentuk keistimewaan agama ini (Tafsir Al-Quran Tematik: Tanggung Jawab Sosial, 1).

Di antara ayat yang mengingatkan hal ini adalah Q.S. Ibrahim [14]: 24-25:

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ

تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۢ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (24) Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (25).”

Para mufasir berbeda pendapat tentang penafsiran “kalimah thayyibah.” Menurut Wahbah al-Zuhaili (w. 2015) dalam al-Tafsir al-Munir (13, 241), ayat tersebut menyebutkan perumpamaan kalimat baik yang merupakan sebagian dari bentuk kebahagiaan. Kalimat thayyibah tersebut mencakup kalimat tauhid, dakwah Islam, dan Alquran. Sedangkan menurut al-Maragi (w. 1371 H), kalimat yang baik adalah keimanan yang tetap dalam hati seorang mukmin (Tafsir al-Maraghi, 13, 148).

Baca juga: Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199: 3 Konsep Kesalehan dalam Harmonisasi Sosial

Di sisi lain, para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai pohon yang dimaksud dalam ayat tersebut. Ibn Katsir misalnya, berdasarkan riwayat dari al-Bukhari, mengartikan pohon yang baik adalah pohon kurma. Ulama lain menyatakan bahwa tidaklah penting pohon apa yang dimaksud, yang jelas ayat tersebut berbicara tentang tauhid dalam Islam.

Tauhid dengan saleh ritual dan sosial

Realisasi dari ketauhidan kepada Allah Swt. tidak hanya dalam ritual yang bersifat vertikal saja, malainkan harus menyertakan aktivitas horizontal sebagai bentuk dari hubungan sesama manusia. Sebab, agama ini menyatukan pelbagai elemen kehidupan; tidak bisa dipisahkan dan harus disatukan. Quraish Shihab mengungkapkan, bahwa kesatuan tersebut di antaranya kesatuan antara urusan dunia dan akhirat, kesatuan kemanusian, kesatuan kepribadian, dan lain-lain (Tafsir al-Misbah, 7, 54).

Penafsiran di atas mengisyaratkan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan memiliki tanggung jawab sosial dalam kehidupannya. Tanggung jawab ini diartikan sebagai bentuk sikap bertanggung jawab yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat.

Baca juga: Nilai Ihsan sebagai Rukun dan Pijakan Spiritualitas

Ayat lain yang mengisyaratkan tanggung jawab sosial adalah Surah Al’alaq ayat 2:

خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

Surah Al’alaq ayat 2 di atas tidak hanya berbicara tentang proses reproduksi manusia, tetapi menerangkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Melalui analisis kebahasaan pada lafaz ‘alaq, semakin menegaskan bahwa manusia memiliki sikap ketergantungan kepada pihak lain, mulai dari dilahirkan, perjalanan hidup, hingga melampaui urusan di dunia ini; yaitu di akhirat.

Menurut ahli bahasa, lafaz ‘alaq tidak hanya memiliki makna tunggal “segumpal darah” saja, tetapi ada tiga makna yang terkandung di dalamnya: pertama, darah yang membeku; kedua, makhluk yang hitam seperti cacing yang terdapat di dalam air. Apabila air itu diminum oleh binatang maka makhluk itu menyangkut dikerongkongan; ketiga, bergantung atau berdempet (Tafsir Al-Quran Tematik: Tanggung Jawab Sosial, 3).

Baca juga: Mengulas Penafsiran Q.S. al-Alaq Ayat 1-5 dari Kacamata Tafsir non Tarbawi

Analisis bahasa tersebut menegaskan bahwa manusia tidak bisa hidup secara individual dan meniscayakan kehidupan yang bergantung kepada orang lain. Kesan tersebut tidak akan terasa apabila lafaz ‘alaq diganti dengan lafaz thurab.

Selain itu, dengan analisis bahasa tersebut, dapat mematahkan kesan masyarakat, khususnya kaum muslim bahwa indikator kesalehan seseorang itu ditentukan dengan ibadah spritual (mahdhah). Padahal kesalehan individual harus direalisasikan dalam bentuk kesalehan sosial yang bersifat kolektif; salah satunya prilaku sosial yang bertanggung jawab.

Pondasi saleh sosial

Oleh karena itu, kasalehan sosial harus berpondasi dari kasalehan individual yang memang menjadi kewajibannya. Setelah pondasi tersebut kuat, diharapkan manusia menyadari bahwa: pertama, Orang yang bertakwa adalah yang memiliki kesalehan dalam relasi sosial (Q.S Albaqarah [2]: 177, Q.S Ali Imran [2]: 133-135, Q.S Azzariyat [51]: 15-19).

kedua, orang baik yaitu dia yang memiliki tanggung jawab sosial (Q.S Alfurqan [25]: 63-72); ketiga, orang mukmin yang beruntung adalah mereka yang mengerjakan salat dengan khusyu dan memiliki komitmen dalam relasi sosial (Q.S Almu’minun [23]: 1-11); keempat, tanggung jawab sosial dan bertauhid termasuk dalam jalan Allah Swt. yang lurus (Q.S Alan’am [6]: 151-153).

Isyarat Alquran di atas tentang tanggung jawab sosial diharapkan tidak hanya sebagai konsepsi, namun dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat yang beragam, khususnya dalam konteks Indonesia; sehingga kita memiliki predikat insan kamil. Wallahu a’lam.

Sihabussalam
Sihabussalam
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU