BerandaTokoh TafsirJasser Auda dan Tawaran Teori Sistem dalam Hukum Islam

Jasser Auda dan Tawaran Teori Sistem dalam Hukum Islam

Jasser Auda adalah salah seorang cendekiawan muslim yang cukup dikenal dalam dunia muslim maupun Barat melalui pemikiran-pemikiran cemerlangnya, terutama di bidang hukum Islam. Tulisan ini akan mengulas secara singkat profil dan pemikiran Jasser Auda.

Profil Jasser Auda

Jasser Auda lahir pada 1966 M. di Kairo, Mesir. Sejak kecil Auda telah memiliki ketertarikan dengan ilmu agama. Auda muda menghabiskan waktunya dengan mengikuti pengajian di Masjid al-Azhar pada tahun 1983-1992 M. Talaqqi klasik yang dijalani Jasser di Masjid Jami’ al-Azhar terdiri dari beberapa kegiatan. Di antaranya: menghafal Alquran, mengkaji kitab hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim, fikih, isnād dan takhrīj, dan usul fikih. Selain talaqqī klasik, Auda juga mengenyam pendidikan formal pada jurusan Teknik di Universitas Kairo pada tahun 1998 M. (Al-Maqasid Untuk Pemula, hal. 137).

Pasca menamatkan jurusan tekniknya, Jasser Auda kembali mengenyam pendidikan strata 1 di Universitas Islam Amerika dengan mengambil jurusan Studi Islam dan melanjutkan kuliah Pascasarjana di kampus yang sama dengan fokus studi Perbandingan Mazhab. Setamat pendidikan magister, Auda melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Waterloo, Kanada. Kali ini Auda mencoba untuk menaruh konsentrasinya pada bidang yang berbeda, yakni analisis sistem. Auda juga melanjutkan studi tentang Teologi dan Studi Agama di Universitas Wales Lampeter Inggris.

Baca juga: Tafsir Maqashidi: Sebuah Pendekatan Tafsir yang Applicable untuk Semua Ayat

Teori Sistem

Jasser Auda mengadopsi dan mengembangkan teori sistem dalam filsafat hukum Islam. Sampai saat ini, teori ini seringkali dikaji baik dari kalangan muslim bahkan non-muslim, terutama di Amerika.

Analisis filsafat sistem sendiri sebenarnya hal yang baru dalam dunia akademik setelah dipopulerkan oleh Bartanlanffy dan Lazlo. Bartanlanffy yang merupakan ahli biologi, melalui analisis sistem, dia memperhatikan bahwa organ manusia saling terkait satu sama lain. Misalnya, ketika ada orang sakit jantung, bukan berarti penyebabnya karena kerusakan pada jantung semata, tetapi bisa jadi karena ada organ atau sel lain yang rusak, yang mempengaruhi kinerja jantung.

Auda menuangkan pemikirannya tentang teori sistem dalam salah satu karyanya yang berjudul Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. Dalam buku ini dia secara serius membincang tentang maqashid syariah, ushul fikih, dan filsafat sistem. Pengetahuan-pengetahuan ini biasanya dibahas secara terpisah, tetapi oleh Auda dielaborasikan menjadi satu kesatuan.

Salah satu pandangan penting Auda dalam karyanya tersebut adalah tawarannya mengenai enam poin sistem dalam Yurisprundensi Islam, yakni:

  1. Kognitif (Cognitif/al-Idrakiyyah)

Dalam hukum Islam, watak kognitif adalah keniscayaan. Fitur ini menghendaki adanya garis yang membedakan antara nas yang sakral dengan hasil ijtihad manusia. Senada dengan definisi fikih yang merupakan hasil pemahaman tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad (al-Luma’ fī Uūl al-Fiqh, hal. 6). Dengan kata lain, proses dalam fikih adalah pengetahuan dengan metode tasawwur (persepsi) dan kognisi (idrāk) manusia (al-Ibhāj fī Sharh al-Minhāj, juz 1, hal. 39). Oleh sebab itu, hasil interpretasi ini tidak dapat terhindar dari perbedaan pendapat meski bersumber dari nas (Alquran dan hadis) yang sama.

  1. Kemenyeluruhan (wholennes/al-kulliyyah)

Fitur ini menghendaki bahwa ayat Alquran adalah satu kesatuan yang saling melengkapi. Oleh karena itu, memutuskan suatu problematika hanya dengan satu ayat adalah hal yang salah, sebab ia telah mengabaikan nas-nas yang masih terkait (Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, 12).

Baca juga: Maqashid Al-Quran dari Ayat-Ayat Perang [1]: Mempertahankan Agama Tidak Selalu Harus dengan Kekerasan

  1. Keterbukaan (oppenes/al-iftitāḥiyyah)

Kehidupan yang dinamis, kondisi dan situasi yang selalu berubah, dan perjalanan waktu mengharuskan hukum mampu diaktualisasikan kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu, fitur oppennes diperlukan terhadap interpretasi nas. Sebagaimana kaidah dalam ilmu ushul:

تغير الفتوى واختلافها بحسب تغير الأزمنة والأمكنة والأحوال والنيات والعوائد

“Perubahan dan perbedaan fatwa itu tergantung perubahan waktu, tempat, keadaan, niat, dan tradisi” (I’lām al-Mūqi’īn, juz 1, hal. 41).

  1. Hierarki-saling berkaitan (interrelated hierarchi/al-harākiyyah al-mu’tamadah tabāduliyyan)

Fitur ini hendak memperbaiki jangkauan maqāid dari yang awalnya bersifat partikular dan spesifik bergeser pada jangkauan yang lebih luas. Pada bagian ini segala maqasid mulai dari yang umum, spesifik, hingga partikulan adalah hierarki yang masih berkaitan. Implikasinya, maqāid dapat menjangkau masyarakat, bangsa, bahkan umat manusia. Selanjutnya, maqasid publik lebih didahulukan daripada maqasid individual saat ditemukan dilema antar keduanya. Fitur ini juga mengharuskan keseluruhan fitur sistem saling berkaitan satu sama lain.

  1. Multi dimensionalitas (multidimensionality/ta’addud al-ab’ād)

Jika dikombinasikan dengan pertimbangan maqasid, fitur ini dapat menghindari pertentangan antar dalil (ta’āru al-adillah). Dengan kata lain, fitur ini menghindari pandangan mono-dimensi yang justru akan menemukan jalan buntu dan adanya ta’aru al-adillah. Padahal, jika dikombinasikan dengan maqasid, pandangan yang semula mono-dimensi dan terbatas, akan menemukan jalan keluar dengan tanpa menegasikan antar-dimensi (Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, 14)

  1. Kebermaksudan (purposefulness/al-maqāṣidiyyah)

Dalam penerapan kajian Alquran, tentunya maqāid merupakan proses operasional yang lebih diutamakan, meskipun terlebih dahulu perlu melakukan analisis dengan fitur-fitur sebelumnya. Dengan kata lain, fitur terakhir ini adalah common link, yang menghubungkan antara semua fitur tersebut. Bahkan efektivitas suatu sistem diukur berdasarkan tingkat pencapain tujuannya (maqasid-nya) (Maqasid al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach, hal. 55).

Baca juga: Mengenal Prinsip-Prinsip Interpretasi ala Abdullah Saeed

Umarul Faruq
Umarul Faruq
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...