BerandaUlumul QuranKarya-Karya yang Membahas Ragam Kitab Tafsir

Karya-Karya yang Membahas Ragam Kitab Tafsir

Bagi kalangan pengkaji tafsir mungkin sudah tidak asing lagi dengan kitab al-Tafsīr wa al-Mufassirūn karya Muḥammad Husain al-Dzahabī. Karya ini memuat ulasan tentang berbagai macam kitab tafsir dari era klasik hingga modern, berikut juga biografi pengarangnya. Karya ini begitu populer sehingga sering menjadi rujukan utama dalam penelitian karya tafsir. Namun, apakah karya itu merupakan satu-satunya opsi untuk dirujuk dan dibaca? Adakah karya lain yang membahas kajian serupa?

Kajian mengenai kitab-kitab tafsir sering dikenal dengan istilah madzāhib al-tafsīr. Kajian ini membahas seluk beluk kitab tafsir mulai dari biografi pengarang, latar belakang penulisan, hingga sistematika dan metodologi penafsiran.

Dalam buku Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an, Abdul Mustaqim menjelaskan bahwa istilah “madzāhib al-tafsīr” pertama kali digunakan oleh Ignaz Goldziher dalam bukunya, Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung, yang kemudian dialihbahasakan oleh Ali Hasan Abdul Qadir menjadi Madzāhib al-Tafsīr al-Islāmī. Dalam versi terbitan Indonesia, judul buku itu berubah menjadi Mazhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern. Sejak beredarnya karya tersebut (1955), kajian madzāhib al-tafsīr marak bermunculan.

Pada tahun 1961, al-Dzahabī menjadi orang pertama yang melakukan kajian madzāhib al-tafsīr yang tergolong baru saat itu lewat karyanya, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Dalam peredarannya, kitab ini berjumlah tiga jilid tebal dan memuat seluk beluk informasi terkait kerja penafsiran para ulama seperti metodologi, sistematika, hingga tipologi tafsir.

Karya al-Dzahabī tersebut kemudian disusul oleh karya Abū Yaqẓān ‘Aṭiyya al-Jāburī yang berjudul Dirāsah fī al-Tafsīr wa Rijālih pada tahun 1971 dan karya ‘Abd al-‘Aẓīm Aḥmad al-Ghubashī yang berjudul Tārikh al-Tafsīr wa Manāhij al-Mufassirīn pada tahun 1977. Setelah itu, muncul beberapa karya lain yang kurang lebih membahas kajian serupa, namun dengan spesifikasi berbeda.

Misalnya, kitab al-Tafsīr wa al-Mufassirūn fi Thaubihi al-Qashīb karya Muḥammad Hādī Ma’rifah. Berbeda dengan al-Dzahabī yang membahas kitab-kitab tafsir ulama Sunni, Hādī Ma’rifah dalam kitabnya mengkaji kitab-kitab tafsir karya ulama Sunni dan Syi’ah. Bahkan jika kita perhatikan, tampak bahwa karyanya condong menyoroti karya tafsir tokoh-tokoh Syi’ah. Oleh karenanya, wajar jika isi kitab tersebut banyak berbeda dengan karya al-Dzahabī meskipun secara susunan periode nyaris sama.

Selain karya di atas, ada beberapa karya lain yang lebih kontemporer seperti Ittijahāt al-Tafsīr fī al-‘Aṣr al-Rahin karya ‘Abd al-Majīd ‘Abd al-Salām al-Muḥtasib, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn fī ‘Aṣr al-Ḥadīth karya ‘Abd al-Qadīr Muḥammad Ṣāliḥ, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn fī Thaubihi al-Jadīd karya ‘Abd al-Ghafūr, dan al-Tafsīr wa al-Mufassirūn Asāsiyyatuhu wa Ittijāhātuhu wa Manāhijuhu fī al-‘Aṣr al-Ḥadīth karya Faḍl Ḥasan ‘Abbās. Semua karya tersebut tidak hanya mengkaji karya tafsir era klasik, tetapi juga era modern-kontemporer.

Baca juga: Inilah Daftar Karya Tafsir dan Terjemah Al-Quran Berbahasa Jawa dengan Huruf Carakan

Karya-karya yang membahas tafsir lokal

Di samping itu, karya-karya kajian madzāhib al-tafsīr tidak hanya membahas tafsir-tafsir populer yang ditulis ulama global, tetapi juga ulama-ulama lokal/regional berdasarkan daerah asal mereka.

Misalnya, kitab al-Tafsīr wa al-Mufassirūn fi Gharb Afrīqā karya Muḥammad ibn Rizq ibn Ṭarhūnī yang mengkaji karya tafsir dan mufasir yang berasal dari Afrika Barat. Begitu juga kitab al-Tafsīr wa al-Mufassirūn bi al-Maghrib al-Aqṣā karya Sa’ād Ashqar yang khusus mengkaji tafsir dan mufasir asal Maroko. Selain itu, banyak karya-karya lainnya, termasuk kajian tentang tafsir dan mufasir dari Indonesia.

Khusus wilayah Indonesia, kajian ini mulai disinggung oleh Howard M. Federspiel melalui karyanya, Popular Indonesian Literature of the Qur’an pada tahun 1994. Karya ini kemudian dialihbahasakan dan disempurnakan lalu diterbitkan oleh Penerbit Mizan dengan judul Kajian al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab.

Kajian tafsir dan mufasir Indonesia kemudian menemukan momentumnya setelah Islah Gusmian menerbitkan karyany, Khazanah Tafsir Indonesia: Dari Hermeneutika hingga Ideologi pada awal tahun 2000-an. Karya tersebut lantas menjadi populer dan sering dijadikan bahan rujukan hingga sekarang.

Setelahnya, bermunculan karya-karya lainnya semisal Pasaraya Tafsir Indonesia: dari Kontestasi Metodologi hingga Kontekstualisasi karya M. Nurdin Zuhdi; Mozaik Tafsir Indonesia Kajian Ensiklopedis karya Abdul Rouf; Tafsir al-Qur’an di Nusantara karya beberapa penulis yang dieditori oleh Ahmad Baidowi; dan kitab Jam’u al-Abīr fī Kutub al-Tafsīr karya Afifuddin Dimyathi. Yang disebut terakhir ini bahkan membahas tafsir dan mufasir dari berbagai negara dari era klasik hingga kontemporer.

Menilik karya-karya di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kajian madzāhib al-tafsīr mendapat perhatian besar dari kalangan pengkaji tafsir dari berbagai kalangan. Bahkan kita tidak bisa menafikan sumbangan karya-karya para sarjana Barat seperti beberapa karya yang disebut Abdul Mustaqim dalam Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir, yaitu Modern Muslim Koran Interpretation, Modern Muslim Intellectual and The Qur’an, Approaches to the Qur’an, al-Qur’an and Its Interpreters, dan School of Qur’anic Exegesis: Genesis and Development karya Hussein Abdul-Raof.

Seiring semakin banyak karya-karya tafsir yang bermunculan, tampaknya kajian madzāhib al-tafsīr tidak akan surut dan padam dalam waktu yang cukup panjang. Kajian itu bahkan akan semakin menarik untuk diperbincangkan bila mengingat teori taghayyur wa taṭawwur al-tafsīr bi taghayyur wa taṭawwur zamān wa makān atau bi taghayyur wa taṭawwur nuẓum al-ma’rifah. Artinya, dengan adanya perkembangan tafsir, selalu terdapat peluang bagi para pengkaji tafsir untuk melakukan penelitan atasnya sehingga melahirkan karya-karya baru dalam pemetaan madzhab tafsīr terkini.

Oleh karena itu, menjadikan al-Tafsīr wa al-Mufassirūn karya al-Dzahabī sebagai satu-satunya rujukan dalam membaca arah perkembangan tafsir mungkin bukanlah pilihan tepat saat ini. Opsi sumber rujukan lain sangat terbuka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Wallāhu a’lam bi al-ṣawāb.

Baca juga: Serial Diskusi Tafsir Ngaji Kitab Jam’ul ‘Abir fi Kutub Tafsir Bareng Gus Awis

Faris Maulana Akbar
Faris Maulana Akbar
Mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peminat kajian literatur Tafsir Indonesia.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...