Kestabilan keamanan, terutama dalam komunitas kewarganegaraan dan kehidupan beragama merupakan hal yang amat penting. Apalagi dalam negara dengan penduduk yang memiliki latar belakang beragam, baik suku, warna kulit, atupun agama. Selaras pula dengan teori ilmu politik bahwa komunitas yang terdiri dari berbagai jenis etnis, serta berbeda keyakinan, strata sosial maupun ekonomi, akan cenderung mudah terjadi konflik yang menyebabkan keamanan negara tidak stabil. Hal ini karena memandang setiap dari mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Lihat Musdah Mulia, Negara Islam (Depok: KataKita, 2010), 210.
Baca juga: Lima Tanda Kepahlawanan Perspektif Alquran
Oleh karena itu, keamanan negara amat perlu untuk dijaga. Alquran juga menyingung hal ini. Antara lain salah satu doa Nabi Ibrahim yang termaktub dalam firman Allah pada Q.S. Al-Baqarah [2]: 126 berikut;
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهيمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَه مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُه قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّه اِلٰى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“(Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya, yaitu orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari Akhir.” Dia (Allah) berfirman, “Siapa yang kufur akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. AL-Baqarah: 126)
Tanpa keamanan, mustahil roda perekonomian dapat berjalan normal. Juga tanpa negeri yang aman, tidak mungkin masyarakat hidup dengan tenang. Begitu pula, tanpa keamanan yang stabil, mustahil kegiatan keagamaan juga dapat berjalan dengan tenang. Maka, tidak heran jika kestabilan keamanan menjadi sesuatu yang dipanjatkan Nabi Ibrahim dalam doanya. Bahkan dalam ayat lain, Nabi Ibarahim terlebih dahulu memohon keamanan negara sebelum untaian permintaan agar dijauhkan dari kekufuran
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim : 35)
Ketika menjelaskan tafsir ayat ini, Imam ar-Razi menyatakan bahwa permintaan Nabi Ibrahim pada ayat tersebut sangat sesuai dengan kondisi Mekah yang tandus dan tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Maka secara otomatis perekonomian Mekah bergantung pada sektor perdagangan serta kebutuhan pangan masyarakatnya membutuhkan produk pangan impor dari luar. Jika kondisi mekah tidak aman, sangat sulit untuk menghidupkan sektor perdagangan tersebut. Maka dari itu, Nabi Ibrahim memanjatkan doa agar wilayah Mekah diberi keamanan sebelum memanjatkan permintaan lain. Lihat Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats, 1460 H), IV/48.
Baca juga: Strategi Pertahanan Keamanan Negara dalam Al Quran
Selanjutnya akan muncul pertanyaan lain, mengapa Nabi Ibrahim lebih memohon keamanan yang berhubungan dengan ekonomi dunia terlebih dahulu dari pada dijaga dari kesyirikan yang justru merupakan ihwal akhirat?
Menjawab hal ini, Ar-Razi menerangkan bahwa terdapat analogi yang rasional. Beliau menyatakan:
أَنَّ الدُّنْيَا إِذَا طُلِبَتْ لِيُتَقَوَّى بِهَا عَلَى الدِّينِ، كَانَ ذَلِكَ مِنْ أَعْظَمِ أَرْكَانِ الدِّينِ، فَإِذَا كَانَ الْبَلَدُ آمِنًا وَحَصَلَ فِيهِ الْخِصْبُ تَفَرَّغَ أَهْلُهُ لِطَاعَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَإِذَا كَانَ الْبَلَدُ عَلَى ضِدِّ ذَلِكَ كَانُوا عَلَى ضِدِّ ذَلِكَ
”Sungguh, ketika dunia dicari demi memperkuat agama, maka sejatinya hal itu adalah termasuk rukun agama yang paling agung. Ketika suatu negara aman dan makmur maka rakyatnya akan dapat fokus untuk melaksanakan ketaatan pada Allah. Begitu pula, jika sebuah negara tidak aman dan makmur, maka rakyatnya tidak akan dapat fokus beribadah.” Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats, 1460 H), IV/48.
Dari penjelasan tersebut jelas bahwa keamanan negara sejatinya merupakan instrumen (rukun) yang sangat vital demi keberlangsungan agama. Tidak heran jika Al-Ghazali sampau berujar dalam al-Iqtishad fi al-I’tiqad:
”Agama dan negara adalah saudara kembar. Agama merupakan pondasi sedang negara adalah penjaga.” Wallahu a’lam[]