BerandaKisah Al QuranBulan Muharam: Bulan Persaudaraan

Bulan Muharam: Bulan Persaudaraan

Keistimewaan bulan Muharam dalam kalender hijriyah bisa dikatakan karena ‘endorse’ langsung dari Nabi Muhammad melalui sebuah hadisnya. Hadis tersebut kemudian oleh para mufasir seperti at-Ṭabarī, Ibn Katsīr, al-Qurṭūbī dan lainnya dijadikan sebagai tafsiran dari surah at-Taubah ayat 36 (ayat yang menginformasikan tentang jumlah bulan dan di antaranya ada empat bulan mulia). Dalam hadis Nabi itu, disebutkan bahwa empat bulan mulia yang dimaksud adalah Ẓul Qa’dah, Ẓul Hijjah, Muḥarram dan Rajab. Konsekuensi dari penamaan bulan mulia ini salah satunya adalah aturan pelarangan perang, karena diketahui bahwa salah satu tradisi (jelek) masayarakat Makkah-Madinah saat itu adalah berperang.

Mendukung status keistimewaan bulan Muharam, ulama yang lain, seperti ‘Abd ar-Raḥmān aṣ-Ṣafūrī dalam Nuzhat al-Majālis wa Muntakhab an-Nafāis, halaman 223, memaparkan tentang peristiwa-peristiwa bersejarah dari para Nabi yang terjadi di bulan Muharam, yaitu Nabi Adam bertaubat; Nabi Nuh dengan kapalnya berlabuh dengan selamat di bukit Judy; Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api; Nabi Daud mendapat pengampunan Allah; Nabi Sulaiman mendapatkan kembali kerajaannya; Nabi Yunus keluar dari perut hiu dengan selamat; Nabi Ya’qub dipertemukan dan dikumpulkan kembali dengan Nabi Yusuf; Nabi Isa dilahirkan (ada yang mengatakan juga diangkat ke langit); Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah.

Mengingat, mempelajari dan merenungi kembali kejadian-kejadian baik yang menimpa para Nabi tersebut disemogakan bisa menjadi media tafā’ul (ketularan baik) bagi kita, umat Islam. Hal ini kurang lebih sama dengan mengingat momen-momen perjuangan para pahlawan ketika kita, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan Indonesia dan hari-hari besar nasional lainnya.

Sebagai media ber-tafā’ul, ‘Abd ar-Raḥmān aṣ-Ṣafūrī juga memaparkan beberapa amalan baik yang didasarkan pada hadis Nabi untuk dilakukan di bulan Muharram ini, antara lain membaca doa di awal bulan; puasa (mulai dari puasa pada jumat awal bulan Muharram; puasa tiga hari yakni kamis, jumat dan sabtu, puasa hari ‘āsyurā’ yakni tanggal 10 Muharram dan puasa di hari-hari bulan Muharram lainnya); memperbanyak membaca surah al-Ikhlāṣ; memperbanyak pemberian terhadap keluarga; salat sunah di hari ‘āsyurā’, dan masih banyak amalan baik lainnya.

Baca Juga: Peristiwa Bersejarah Apa Saja di Bulan Muharram? Ini Dia Kisahnya

Bulan Pertama dalam Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah ditetapkan secara resmi pertama kali oleh Umar bin Khattab (khalifah pada saat itu). Patokannya adalah peristiwa hijrah Nabi Muhammad dan para sahabatnya ke Madinah. Jika menelusuri waktu pelaksanaan hijrah ke Madinah, maka riwayat yang mengisahkan peristiwa tersebut, misal dalam keterangan Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī di kitab Fatḥ al-Bārī, menjelaskan bahwa hijrah ke Madinah itu terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal. Namun kenapa kemudian peringatan hijrah sering diidentikkan dengan bulan Muharam, bahkan Muharam dijadikan bulan pertama dalam kalender hijriyah?

Ibn Ḥajar dalam kitab yang sama juga menyinggung perihal di atas. Memang banyak keterangan yang menyatakan bahwa hijrah Nabi ke Madinah itu terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, namun ternyata niat dan rencana berhijrah itu sudah dibicarakan di pertengahan akhir bulan Dzul Hijjah pada saat Bai’at ‘Aqabah yang kedua. Pada saat itu, hijrah akan diagendakan di bulan berikutnya, yakni bulan Muharram, maka ditetapkanlah bulan ini sebagai bulan pertama kalender hijriyah. Berikut penjelasan Ibn Hajar,

وَإِنَّمَا أَخَّرُوهُ مِنْ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ إِلَى الْمُحَرَّمِ لِأَنَّ ابْتِدَاءَ الْعَزْمِ عَلَى الْهِجْرَةِ كَانَ فِي الْمُحَرَّمِ إِذِ الْبَيْعَةُ وَقَعَتْ فِي أَثْنَاءِ ذِي الْحِجَّةِ وَهِيَ مُقَدِّمَةُ الْهِجْرَةِ فَكَانَ أَوَّلُ هِلَالٍ اسْتَهَلَّ بَعْدَ الْبَيْعَةِ وَالْعَزْمِ عَلَى الْهِجْرَةِ هِلَالُ الْمُحَرَّمِ فَنَاسَبَ أَنْ يُجْعَلَ مُبْتَدَأ

Para sahabat mengakhirkan awal Hijriyah dari Rabiul Awal ke Muharram karena awal niat hijrah adalah pada Muharram, karena baiat (Aqabah yang kedua) adalah pada pertengahan bulan Dzulhijjah yang merupakan awal dari pelaksanaan hijrah, bulan pertama yang digunakan setelah ikrar dan tekad untuk hijrah adalah bulan Muharram. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya untuk memulainya.

Baca Juga: Asma Putri Abu Bakar, Sahabat dan Mufassir Perempuan yang Berjasa Dalam Hijrah Nabi

Jadilah bulan Muharam identik dengan momen peringatan hijrah Nabi Muhammad dan para sahabatnya ke Madinah. Banyak hal yang bisa dipelajari dan dipraktikkan oleh umat Islam, khususnya dari peristiwa hijrah, salah satu yang paling utama mungkin adalah keputusan Nabi Muhammad saw. untuk mempersaudarakan golongan Muhajirin dan Ansar.

Muhajirin (orang-orang yang berhijrah) dengan Ansar (penduduk Madinah) pada saat itu dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad. Ja’far bin Abī Ṭālib dipersaudarakan dengan Mu’aẓ bin Jabal; Ḥamzah bin ‘Abd al-Muṭṭalib dipersaudarakan dengan Zaid bin Ḥaritsah; Abū Bakar dengan Khārijah bin Zuhair; ‘Umar bin Khaṭṭāb dengan ‘Utbān bin Mālik; ‘Abd ar-Raḥmān bin ‘Auf dengan Sa’d bin ar-Rabī’ dan seterusnya. Dua orang dengan latar belakang kehidupan mereka masing-masing dipersaudarakan oleh Rasulullah saw.

Oleh Syaikh Muḥammad Ṣa’īd Ramāḍān al-Būṭī dalam Fiqh as-Sīrah an-Nabawiyah, langkah Nabi ini dinamakan sebagai tahapan kedua (setelah membangun masjid) dalam membangun pondasi masyarakat Islami. Berdasar pada tuntunan Nabi Muhammad ini, beliau memahami bahwa suatu masyarakat, bangsa dan negara tidak akan mungkin terwujud tanpa adanya persatuan (masing-masing individu atau kelompok) di dalamnya; sedang persatuan ini tidak akan mungkin terlaksana jika tidak ada rasa persaudaraan dan saling mengasihi di dalamnya.

Oleh sebab itu, sembari memperingati dan merayakan Muharam, kita pelajari dan praktikkan kembali peristiwa-peristiwa yang baik yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. di bulan ini. Kita rayakan bulan Muharam ini dengan perbuatan baik agar menjadi awalan yang baik untuk bulan-bulan berikutnya. Kita rayakan pula bulan Muharam ini sebagai bulan persaudaraan, sebagaimana persaudaraan Muhajirin dan Anṣār yang sukses mengawali peradaban Islami hingga sekarang. Wallah a’lam.

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keadilan Gender dalam Pembagian Warisan

0
Pembagian harta warisan merupakan salah satu ajaran atau syariat Islam yang sangat penting, bahkan Alquran sendiri mengatur dengan sedemikian rupa dalam masalah mawaris. Hal...