BerandaKhazanah Al-QuranKeistimewaan Surah Ala’la: Surah Favorit Rasulullah

Keistimewaan Surah Ala’la: Surah Favorit Rasulullah

Di antara surah favorit baginda Rasulullah saw. ialah Surah Ala’la. Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dalam Bab Kitab al-Jumu’ah dan diriwayatkan pula oleh Ashabus Sunan dari Nu’man bin Basyir bahwa Rasul saw. hampir selalu membaca dua surah ini (Surah Alan’am dan Surah al-Ghasiyah) pada salat Idulfitri dan Iduladha serta salat Jumat.

Kesukaan Rasul saw. atas surah ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Mujahid, dikarenakan surah ini menyucikan dan mengagungkan Allah Swt. sebagai Dzat Yang Maha Mulia serta Dzat Yang Maha Mengatur Segalanya. Bahkan, surah ini dimulai dengan redaksi sanjungan yang teramat santun, sabbihis ma rabbikal a’la (wahai manusia, sucikanlah dan agungkanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. Dan berbagai ungkapan sastra lainnya yang tertata secara apik dan elegan.

Karena itu, artikel ini mengulas beberapa keistimewaan surah Ala’la dengan mengetengahkan pendapat ulama tafsir. Selengkapnya di bawah ini.

Baca juga: Keistimewaan Surah Albaqarah [2]: 285-286

Dalam urutan surah Alquran, surah Ala’la menempati surah yang ke-87 dalam Alquran. Surah ini tergolong surah Makkiyah terdiri atas 19 ayat. Dinamakan Ala’la berarti Yang Maha Tinggi, ketinggian nama Allah Swt. melebihi ketinggian seluruh ciptaan-Nya di seluruh alam semesta raya. Menurut Quraish Shihab, kata Ala’la menunjukkan betapa Allah Swt. merupakan Maha Penakluk, Maha Pengatur dan Maha mengalahkan sebab Ia berkedudukan lebih tinggi dari yang ditaklukkan dan yang dikalahkan. Maka tak heran jika Imam Malik melarang seorang Muslim meragukan kemahatinggian Allah Swt. dalam memenuhi segala urusan, semisal mudah-mudahan Allah memberimu rezeki, dan lain sebagainya.

Dalam sahih Muslim, seperti yang dikutip Abad Badruzaman dalam Mengkaji Historisitas Al-Quran melalui Studi Ayat-Ayat Makki dan Madani, disebutkan bahwa beliau membaca surah ini dan surah Alghasiyah dalam Salat Idulfitri, Iduladha, dan salat Jumat. Senada dengan Imam Muslim, Imam Ahmad juga meriwayatkan bahwa Rasul saw. menyukai surah ini. Pantas jika Rasulullah saw. menyukai surah ini, karena beliau menyatakan bahwa semesta bertasbih dan mengagungkan Tuhan Yang Maha mulia. Gelombang tasbih dan tahmid begitu besar dalam surah ini.

Selain itu, surah ini juga menyampaikan kabar yang amat agung lagi menggembirakan hati Nabi saw. karena Allah menjamin bahwa hati Nabi saw. akan selalu menjaga (hafal) keseluruhan Alquran dan betapa agungnya risalah Nabi saw. serta Allah akan memberi kemudahan kepadanya dalam segala hal, termasuk menyebarkan risalahNya.

Baca juga: Nama dan Penamaan Surah dalam Alquran

Muhammad Sayyid Thantawi dalam mukadimah al-Tafsir al-Wasith, mencatat sekurangnya ada empat keistimewaan surah ini. Pertama, surah Ala’la dinamai juga surah sabbih ism rabbik Ala’la. Dalam sebuah riwayat, sebagaimana dinukil Abad Badruzaman, Guru Besar Tafsir di UIN Tulungagung, disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Mu’adz tatkala sampai kepada beliau kabar bahwa Mu’adz memanjangkan salatnya sewaktu dia mengimami salat jamaah, “Apakah kamu ini pembuat fitnah (onar), wahai Mu’adz? Mengapa kamu tidak mengimami salat dengan membaca surah sabbih ism rabbik Ala’la dan wa al-syamsi wa dhuhaha dan wa al-lail idza yaghsya?” (H.R. Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, al-Baihaqi, Ahmad dan lainnya).

Keistimewaan yang kedua dari surah ini yakni bahwa surah Ala’la merupakan surah favorit Rasulullah saw. sebab ia menyucikan nama Allah serta banyak menunjukkan nikmat dan karunia-Nya. Ali bin Abi Talib menjelaskan bahwa Rasulullah saw. menyukai surah ini. Nu’man bin Basyir, sebagaimana dikutip Abad Badruzaman dalam Mengkaji Historisitas Al-Quran, menginformasikan bahwa Nabi saw. membaca surah ini dan surah Alghasyiah dalam Idulfitri dan Iduladha.

Di samping kedua perayaan agung umat Islam tersebut, Nabi saw. juga membaca dua surah ini pada hari Jumat bertepatan dengan Idulfitri dan Iduladha. Aisyah ra. mengatakan bahwa Nabi saw. membaca surah ini dan surah Alkafirun, dan surah Alikhlas dalam salat witir.

Keistimewaan yang ketiga adalah surah ini terdiri dari 19 ayat, seluruhnya Makkiyah. Menurut Abad Badruzaman, di antara yang menguatkan ke-makkiyah-an surah ini ialah bahwa ia termasuk surah yang turun di awal-awal masa penurunan Alquran, yaitu surah yang ke delapan dari segi tartib nuzul. Ia turun setelah surah Attakwir sebelum surah Allail. Bahkan, lanjut Abad, ada yang mengatakan bahwa Ala’la merupakan surah ketujuh di mana enam surah sebelumnya adalah Al’alaq, Almuddatsir, Almuzammil, Alqalam, Allahab, dan Attakwir.

Baca juga: Kisah Rasulullah Saw. Bermuka Masam dalam Surah ‘Abasa

Keistimewaan keempat adalah tujuan terpenting dari surah ini, sebagaimana penafsiran Thantawi, ialah menegakkan dalil atas keesaan Allah Swt. bahwa Dia Mahasuci dari segala kekurangan serta menunjukkan banyak dari nikmat-Nya yang tak terhingga serta karunia-Nya atas Nabi saw. berupa agama yang ramah dan Alquran yang mulia.

Senada dengan Thantawi di atas, ‘Izzat Darwazah dalam al-Tafsir al-Hadits mencatat tiga keistimewaan penting dari surat ini. Pertama, perintah untuk menyucikan nama Tuhan Yang Mahatinggi, karena Dialah Dzat yang menciptakan segala sesuatu sekaligus mengatur serta menata sedemikian rupa atas segala urusan ciptaan-Nya.

Kedua, lanjut ‘Izzat Darwazah, peringatan bagi Nabi saw. bahwa Allah akan mewahyukan dan mengajarkan Alquran kepada beliau. Dalam riwayat yang dihimpun Abad Badruzaman, disebutkan bahwa Rasul saw. tidak akan pernah lupa sedikitpun apa yang diajarkan dan diwahyukan kepadanya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Allah juga akan mengarahkan dan membimbing Nabi saw. ke jalan yang termudah dan ringan. Pada sisi yang lain, surah ini juga mem-warning manusia pada umumnya dengan harapan peringatan itu dapat memberi manfaat kepada mereka.

Ketiga, penegasan bahwa manusia terbagi menjadi dua kelompok terhadap seruan Rasul saw.; kelompok takwa-salih (taqi-salih) dan kelompok pembangkang-durhaka (syaqi-atsim). Untuk kelompok pertama, sebagaimana penafsiran ‘Izzat Darwazah yang dikutip Abad Badruzaman, mereka takut akan disiksa dan menerima dakwah Rasul saw. Sementara kelompok kedua tidak takut, justru mereka makar dan mengabaikan dakwah Rasul saw. Lebih dari itu, bahkan mereka memusuhi Rasul saw. beserta ajaran yang dibawa-Nya.

Sebagaimana yang terlihat, surah ini tidak menunjukkan secara spesifik sikap para penolak dan pembangkang peringatan yang dibawa Nabi saw. Ia hanya secara umum, lanjut ‘Izzat Darwazah,  menampilkan dakwah dan tugas yang diemban Rasul saw. dengan redaksi yang tajam namun tetap elegan (rashin-hadi). Wallahu a’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...