BerandaUlumul QuranKemukjizatan pada Irama Al-Quran dalam Kajian Subhi Al-Shalih

Kemukjizatan pada Irama Al-Quran dalam Kajian Subhi Al-Shalih

Salah satu sisi kelisanan Al-Qur’an adalah bentuk irama yang dimiliki kekhasan tersendiri. Namun, pembahasan ini hanya sedikit diperhatikan dalam kajian ulumul Qur’an. Di sini, Subhi Al-Shalih menjadi satu dari sedikit ulama tersebut yang membahas Irama Al-Quran, yang dapat ditemukan dalam bukunya Mabahits fi Ulumul Qur’an. Kajian Subhi Al-Shalih mengarah pada pembuktian bahwa Irama Al-Quran mengandung kemukjizatan.

Subhi Al-Shalih mengatakan bahwa setiap untaian ayat Al-Qur’an, pada tema apapun dibahasnya, dari awal hingga akhir, mempunyai keistimewaan pada gaya bahasanya yang khas dan penuh dengan irama dan lagu. Dengan mengutip pendepatan Sayyid Quthub, Subhi Al-Shalih mengatakan bahwa irama puitis dalam rangkaian ayat, atau kata-kata, menciptakan pemisahan kalimat yang berpola serupa, yang tidak memerlukan pola yang lazim dijumpai dalam syair.

Lebih jauh, dengan demikian gaya bahasa Al-Qur’an mengandung semua bentuk atau pola irama, yang pada syair tidak demikian. Pada titik inilah irama menjadi argumentasi pembeda antara Al-Qur’an dan syair. Pandangan awal ini menarik dibahas lebih jauh mengenai pola Irama Al-Quran dalam kajian Subhi Al-Shalih, minimal, dalam memahami tujuan irama sebagai sisi kelisanan Al-Qur’an.

Sekilas tentang Subhi Al-Shalih dan Karyanya

Subhi Al-Shalih merupakan salah satu ulama dari jajaran ulama sepanjang perkembangan ulumul Qur’an. Ia termasuk rujuan penting bagi sarjana Al-Qur’an dari manapun, termasuk Indonesia. Bukunya yang berjudul Mabahits fi Ulumul Qur’an diterbitkan oleh Dar Al-Qalam li Al-Malayin, Beirut, pada tahun 1988. Buku ini telah dicetak beberapa kali, dan telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, di antaranya yang berjudul Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an oleh Tim pada penerbit Pustaka Firdausi, pada tahun 2018.

Baca Juga: Mengenal Sinonim dan Homonim dalam Al-Quran, Konsep Kebahasaan yang Mesti Diketahui Mufassir

Dalam bukunya tersebut, Shubhi Al-Shalih membahas empat bab utama tentang Al-Qur’an. Pertama, Akar kata Al-Qur’an dan seputar pewahuannya. Kedua, sejarah Al-Qur’an pada era Nabi hingga era Utsman. Ketiga, Ilmu-ilmu Al-Qur’an yang meliputi ilmu Asbab Nuzul, Makki-Madani, Awalan surah, Qira’at, Nasikh Mansukh, Rasm Al-Qur’an, dan Muhkam-mutasyabih. Keempat, Tafsir dan I’jaz Al-Qur’an. Dari empat bab tersebut, pembahasan Irama Al-Quran ditemukan dalam bab empat, khususnya bagian I’jaz Al-Qur’an.

Tema irama dibahas khusus pada satu sub bab tersendiri dalam bab empat tersebut. Ini mengindikasikan bahasa irama ini belum popular dalam kajian Al-Qur’an. Terbukti dari rujukan-rujukan Subhi Al-Shalih yang tidak satupun diambil dari ulama ulumul Qur’an terdahulu, baik Al-Suyuthi, Al-Zarkhasyi, maupun lainnya. Secara tertulis, yang dirujuk untuk tema Irama Al-Quran hanya Al-Tashwir Al-Fanny fi Al-Qur’an karya Sayyid Quthub dan Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali.

Beberapa Contoh Irama Al-Quran beserta Penjelasannya

Untuk menunjukkan bahwa Irama Al-Quran memuat kemukjizatan, Subhi Al-Shalih memaparkan beberapa contoh ayat Al-Qur’an. Contoh ini ditujukan untuk kekhasan sisi balaghah Al-Qur’an dan bayan-nya yang memukau. Dalam QS. Al-Qiyamah: 22-25, ayat ini memperlihatkan irama fathah (…ah). Dalam ayat tersebut, lafadz naadhirah yang bermakna “elok berseri-seri” merujuk kepada kebahagiaan, sementara lafadz baasirah yang bermakna “suram muram” merujuk kepada penderitaan atau celaka.

Dalam QS. Al-Takwir: 15-18, ayat ini memperdengarkan bisikan huruf ‘sin’ yang berulang-ulang. Mendengar ayat ini, menurut Subhi Al-Shalih, akan menghasilkan seolah-olah sedang meraspi kesejukan, atau istirahat di dalam keringanan bunyi suaranya. Sebaliknya, mendengar huruf ‘dal’ yang didahuluihuruf ‘ya’ akan menghasilkan getaran di dalam dada. Ini mengisyaratkan peringatan keras, seperti ‘dal’ yang terdapat pada lafadz tauhid yang bermakna “lari mengelak”, sebagaimana pada QS. Al-Qaf: 19.

Dalam QS. Al-Haqqah: 28-29 ditemui irama pada akhiran huruf “ha” ber-saknah atau mati. Menurut Subhi Al-Shalih bahwa mendengar dua ayat tersebut akan menghasilkan reaksi gemetar ketakutan, sekalipun bukan kita yang ditujukan ayat tersebut. Terlebih lagi jika disadari bahwa ayat ini terkait erat pada QS. Al-Haqqah: 25, yakni mereka yang menerima catatan amalnya dengan tangan kiri karena durhaka kepada Allah SWT.

Bukan terdapat pada beberap ayat saja, Irama Al-Quran juga ditemui dalam satu surah pendek ataui panjang sekalipun. Misalnya, membaca atau mendengarkan surah Al-Rahman akan menemukan keharmonisan irama di dalamnya. Keharomisan irama tersebut meliputi seluruh bagian ayatnya. Sambungan dan potongannya, kata-kata dan huruf-hurufnya, rangkaian kalimat dan kelak-kelok nada suaranya. Bahkan, sekiranya dibaca sebagian atau berdasarkan tema saja dari surah tersebut, tetapi mendapati keharmonisan irama itu.

Selain itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang biasa dijadika do’a oleh muslim juga mengandung irama dengan maknanya tersendiri. Subhi Al-Shalih mengatakan bahwa ayat-ayat yang mengandung do’a memiliki pesona dari sisi irama kata-kata dan kalimatnya. Misalnya QS. Maryam: 4-6 yang biasa dijadikan do’a oleh Nabi Zakariyyah.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 10: Intisari Doa Kasih Sayang dan Pengampunan

Ayat ini mengandung unsur bayan yang luar biasa indah dan sejuk, terutama pada setiap kalimatnya yang berakhirat huruf ‘ya’ ber-tasydid dan ber-tanwin yang berubah menjadi alif lembut memanjang.  Huruf-huruf Alif tersebut dapat dijumpai pada lafadz syaqiyyah, waliyyah, dan radhiyya, yang semuanya serasi kaitannya dengan nabi Zakariyah, sebagai yang berdo’a. Do’a tersebut memberi imajinasi atau bayangan terhadap keadaan nabi Zakariyah berkhalwat seorang diri sembari sedang membubung naik tinggi ke langit.

Masih sangat banyak ayat Al-Qur’an yang dijadikan contoh oleh Subhi Al-Shalih terkait Irama Al-Quran, terutama untuk membuktikan balagha dan bayan Al-Qur’an. Tentu, tulisan ringkas ini tidak dapat memuat seluruh paparan Subhi Al-Shalih mengenai Irama Al-Quran. Meski demikian, paling tidak, dapat dipahami bahwa kajian Subhi Al-Shalih menunjukkan posisi penting Irama Al-Quran pada pemahaman Al-Qur’an. Dan karena itu, irama sebagai bagian dari kelisanan memperlihatkan karakteristik dan pemahaman yang khas atas Al-Qur’an sebagai teks lisan.[] Wallahu A’lam.

Muhammad Alwi HS
Muhammad Alwi HS
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Konsentrasi Studi Al-Quran dan Hadis.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...