Mushaf Nusantara: Jejak, Ragam dan Para Penjaganya, Karya Intelektual Generasi Milenial

Mushaf Nusantara: Jejak, Ragam dan Para Penjaganya
Mushaf Nusantara: Jejak, Ragam dan Para Penjaganya

Penulis muda berbakat fresh graduate dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Zainal Abidin baru-baru ini memperkuat ruh kajian studi Al-Qur’an di Indonesia. 26 Juni 2021 lalu baru saja dilangsungkan acara launching buku pertamanya yang berjudul Mushaf Nusantara: Jejak, Ragam dan Para Penjaganya. Dalam acara yang disiarkan oleh INC TV melalui Youtube Live Streaming dan Zoom Meeting ini, hadir pula seorang tokoh yang sedang naik daun di kalangan penggiat Islamic Studies khususnya pada bidang kajian khazanah tafsir Nusantara, Islah Gusmian.

Bermula dari acara launching buku tersebut tumbuh ketertarikan untuk membaca buku ini. Sangat menarik ketika mengetahui ada generasi muda yang memiliki kesunguhan dalam memadukan ilmu Al-Qur’an dengan filologi untuk mengkaji naskah-naskah Al-Qur’an/mushaf kuno yang tersebar di Nusantara. Meskipun bahasan dalam buku ini terbilang cukup “intelektual” namun bahasa yang digunakan tidak terlepas dari gaya anak milenial. Sangat ringan membacanya sekalipun buku ini memiliki muatan pengetahuan yang berbobot. Dengan alasan itu, buku ini bisa menjadi bacaan kalangan manapun tidak menghususkan untuk akademisi atau penggiat studi Islam saja.

Baca juga: Kasus Covid-19 Terus Naik dan Tafsir Umatan Wasatan yang Terus Dipersoalkan

Beberapa artikel dalam buku ini adalah tulisan yang sudah pernah dimuat di tafsiralquran.id, website yang khusus mengulas isu-isu keilmuan Al-Quran dan tafsir. Serta website yang selalu berpijak pada prinsip ilmiah (Ulumul Quran) dan mengacu pada pendapat ulama dan literatur tafsir yang otoritatif, dalam bingkai tradisi keindonesiaan. Tulisan Zainal ini mampu berada di website Tafsiralquran.id juga karena gaya kepenulisannya yang renyah, mudah dipahami serta cocok menjadi salah satu pintu masuk untuk mempelajari mushaf.

Penyajian buku yang berbentuk bunga rampai (kumpulan esai ini) membantu pembaca lebih mudah memahami. Uraian-uraiannya singkat tetapi padat informasi memantik rasa penasaran untuk terus membaca dari halaman ke halaman, bab ke bab. Dengan demikian, harapan penulisnya untuk mengedukasi masyarakat mengenai mushaf dan keragamannya bukan hal yang sangat tidak mungkin karena sekali lagi karya Zainal ini bisa dinikmati setiap kalangan.

Hal-hal yang disampaikan didalamnya penting untuk diketahui, dalam rangka menumbuhkan toleransi dalam masyarakat ketika mendapati perbedaan bacaan atau penulisan mushaf.

Secara garis besar buku ini terbagi menjadi 3 bagian pembahasan. Bagian pertama Ragam Bacaan dan Penulisan berisi paparan wawasan yang sifatnya lebih umum dan mendasar misalnya tentang membaca Al-Qur’an dengan atau tanpa melihat mushaf, perbedaan qiraat dan tajwid serta kaitannya dengan bacaan Al-Qur’an masyarakat Indonesia dan lainnya. Informasi yang di sampaikan dalam bagian ini bisa membuka mata muslim di Indonesia yang selama ini sering bahkan rutin membaca dan menghafalkan Al-Qur’an tetapi belum mengerti mengapa bacaan tersebut di baca atau dituliskan demikian (bacaan dan tulisan al-Qur’an yang jamak berkembang di Indonesia).

Baca juga: Tafsir Surah At-Taubah Ayat 24, Isyarat Larangan Cinta Dunia yang Berlebihan

Bagian kedua adalah Jejak dan Khazanah Mushaf di Nusantara.  Disini berisi pemaparan tentang berbagai mushaf kuno Nusantara baik yang tersebar di Indonesia maupun di luar negeri. Lebih rinci, Zainal juga menyebutkan kisah-kisah di balik setiap mushaf kuno, menampilkan gambar, mendeskripsikan fisik dari setiap mushaf dan memberikan informasi penting lainnya yang dikemas secara ringkas.

Di bagian ketiga, Para Penjaga Mushaf Nusantara berisi uraian tokoh-tokoh yang didominasi tokoh dalam negeri selain ada pula tokoh dari luar negeri yang konsen dalam melakukan kajian manuskrip mushaf dan upaya penyalinan mushaf. Nama-nama yang disebutkan di sini antara lain Ali Akbar, KH. Sya’roni Ahmadi, Gus Mus, Islah Gusmian, Jajang A Rohmana dan satu tokoh perempuan Annabel Teh Gallop. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an menjadi bagian yang tidak terlewatkan disebutkan di bagian ini mengingat peranan lembaga ini sangat penting dalam menentukan peredaran mushaf di Indonesia serta berbagai upaya pengembangan kajian Al-Qur’an.

 Perkenalan dengan tokoh dan lembaga tersebut adalah hal yang sangat penting lebih-lebih bagi para penggiat ilmu Al-Qur’an. Apa yang disampaikan disini dapat menjadi batu loncatan (untuk para mahasiswa tafsir misalnya) menggali lebih dalam keilmuan yang sedang digeluti. Di bagian epilog, Zainal menanamkan semangat bahwa kajian mushaf Nusantara kedepan akan memiliki peluang yang sangat bagus dan patut untuk terus disemarakkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat seorang ahli filologi Indonesia. Dalam salah satu sesi  Pelatihan Peneliti Muda PPIM UIN Jakarta , Prof. Oman Fathurrahman menuturkan bahwa Islam Nusantara  sebagai warisan peradaban masih menempati posisi marginal sebagai objek kajian. Padahal Islam Indonesia  dapat dilihat dengan berbagai cara sehingga tidak tertutup kemungkinan peneliti dari latar belakang keilmuan apapun dapat melakukan penelitian di ranah itu. Dalam buku Mushaf Nusantara ini, beberapa kali juga disinggung bagaimana keberadaan suatu mushaf juga dilingkupi kondisi sosial, budaya hingga situasi politik saat mushaf tersebut dituliskan. Dengan begitu, kajian mushaf tidak saja bebicara mengenai ilmu Al-Qur’an akan tetapi ilmu-ilmu sosial-humaniora lainnya.

Baca juga: Mengenal Klasifikasi Madrasah Tafsir dari era Kenabian Hingga era Media Sosial dalam Kajian Ulya Fikriyati

Karya Zainal Abidin ini juga dapat dikatakan sebagai upaya yang mengamini ungkapan cendikiawan muslim kontemporer Indonesia Prof. Azyumardi Azra yang mengungkapkan “Islam Nusantara kaya dengan warisan Islam  (Islamic Legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam Global”. Pada akhirnya, buku Mushaf Nusantara sangat direkomendasikan untuk dibaca dalam rangka “bertaaruf” dengan seluk-beluk manuskrip mushaf Nusantara.  Keterangan yang dituliskan dalam buku ini memang masih bersifat general, namun itu patut dijadikan inspirasi untuk melakukan kajian yang lebih mendalam dalam rangkan memperkaya kajian Islam Nusantara.

Wallahu a’lam