Tafsir Surah At-Taubah Ayat 24, Isyarat Larangan Cinta Dunia yang Berlebihan

Cinta Dunia
Isyarat Larangan Cinta Dunia Berlebihan

Cinta dunia secara berlebihan dianggap sebagai salah satu kemaksiatan hati yang menjadi sumber atau akar segala kesalahan dan dosa. Bahkan, Imam al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman meriwayatkan sebuah hadis yang berbunyi, “Hubb al-dunya ra’su kulli khathi’ah.” Artinya, cinta dunia adalah biang kerok semua kesalahan.

Isyarat larangan cinta dunia secara berlebihan juga disebutkan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah at-Taubah [9] ayat 24 yang berbunyi:

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ ࣖ ٢٤

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. At-Taubah [9] ayat 24).

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan Dunia

Secara umum, surah at-Taubah [9] ayat 24 berisi tentang peringatan kepada manusia untuk tidak mencintai dunia secara berlebihan, apalagi sampai lebih cinta dari pada Allah swt dan rasul-Nya. Siapa yang berlaku demikian, maka ia harus berhati-hati akan datangnya siksa yang pedih di akhirat kelak (Tafsir Jalalain).

Kata ahabba pada ayat di atas bermakna lebih cinta. Maksudnya, jika dunia lebih engkau – Muhammad dan pengikutnya – cintai daripada Allah swt dan rasul-Nya, maka tunggulah keputusan dari-Nya. Frasa ini sebenarnya merupakan bentuk peringatan agar tidak cinta dunia secara berlebihan. Dalam konteks ini, yang semestinya terjadi adalah didahulukannya nilai-nilai Ilahi dibandingkan nikmat duniawi (Tafsir al-Misbah [5]: 560).

Menurut Quraish Shihab, surah at-Taubah [9] ayat 24 bukanlah larangan mencintai keluarga atau harta benda, karena itu merupakan sifat alami atau naluri manusia. Hanya saja, ayat ini mengingatkan manusia untuk tidak cinta dunia secara berlebihan dan melampaui batas sehingga hal tersebut mengorbankan kepentingan agama, yakni mengenyampingkan Allah dan rasul-Nya.

Satu hal yang perlu dicatat adalah kepentingan dan kenikmatan duniawi tidak selalu bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. Oleh karena itu, jika keduanya bisa disatukan dengan proporsional, maka tidak ada salahnya keduanya bersatu tanpa mengikis nilai-nilai Ilahi. Yang menjadi fokus peringatan surah at-Taubah [9] ayat 24 cinta dunia secara berlebihan.

Al-Sa’adi menyebutkan dalam kitabnya Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, surah at-Taubah [9] ayat 24 berisi tentang larangan cinta dunia secara berlebihan. Ia bahkan menegaskan bahwa barang siapa yang lebih mencintai dunia dibandingkan Allah swt dan rasul-Nya, maka ia adalah orang fasik dan zalim yang berhak mendapatkan siksa.

Al-Sa’adi juga menerangkan bahwa ayat ini merupakan dalil kewajiban mencintai Allah dan rasul-Nya serta mengutamakan kecintaan kepada-Nya di atas kecintaan terhadap selain-Nya, termasuk keluarga dan harta benda. Pada ayat ini disebutkan pula ancaman siksa yang pedih terhadap orang-orang yang cinta dunia melebihi cinta kepada-Nya.

Syekh Nawawi al-Bantani dalam tafsir Marah Labid menuturkan, ancaman siksa terhadap orang yang lebih cinta dunia dibandingkan Allah dan rasul-Nya pada surah at-Taubah [9] ayat 24 sangat tegas. Orang semacam ini bahkan disamakan dengan orang-orang fasik, yakni mereka yang keluar dari garis ketaatan kepada Allah menuju ke jalan kemaksiatan.

Lalu bagaimana mengetahui seseorang atau diri sendiri lebih mencintai Allah dan rasul-Nya dibandingkan dunia? Salah satu tandanya adalah jika seseorang dihadapkan dengan dua hal, yakni sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah meskipun tidak disukai dan sesuatu yang sangat disukai namun dapat menjauhkan dari Allah atau mengurangi kecintaan pada-Nya, maka ia akan memilih yang pertama.

Persoalan cinta dunia ini juga pernah disinggung oleh nabi Muhammad saw dalam sabdanya, “Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan, tapi aku khawtir seandainya dunia ditaklukkan kamu sekalian seperti ditaklukkan orang-orang sebelum kamu, akibatnya kamu berlomba mencari dunia seperti mereka berlomba dan dunia pun menghancurkan kamu seperti menghancurkan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Tafsir Al-Baqarah Ayat 28: Alasan dan Cara Mensyukuri Kehidupan Dunia

Dari penjelasan hadis tersebut dapat dipahami bahwa alasan utama mencintai dunia secara berlebihan sangat dilarang adalah besarnya potensi kerusakan dan kekufuran. Cinta dunia – kemungkinan besar – bisa membuat seseorang lupa akan siapa dirinya, siapa penciptanya, untuk apa ia diciptakan, dan membuatnya mengagungkan dunia padahal keagungan hanyalah milik Allah swt.

Terakhir – sebagai catatan – mencintai dunia dan seisinya seperti istri, anak, dan harta benda adalah hal manusiawi. Cinta dunia tidak selalu bermakna negatif, bahkan itu bisa bermakna positif jika diarahkan kepada kebaikan dan ketaatan. Cinta dunia sebagai bagian ciptaan Allah dan sarana mendekatkan diri pada-Nya tidaklah dilarang. Hanya saja, cinta dunia yang melebihi cinta kepada-Nya adalah perbuatan tercela dan akar segala kesalahan. Na’udzubillahi min dzalik.