BerandaTafsir TematikTafsir Tematik SurahTafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan...

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan Dunia

Sudah sangat sering Al-Quran mengabarkan gambaran tentang kehidupan dunia dan akhirat. Kali ini, di surah Al-Kahfi ayat 7-8, Al-Quran memosisikan dunia sebagai perhiasan (sesuatu yang menyenangkan) dan akhirat sebagai tanah yang tandus (hal yang tidak disukai). Meski dua hal yang disebutkan bertolak belakang, namun tujuan akhirnya sama, yaitu sama-sama sebagai ujian bagi manusia. Demikian salah satu cara Allah untuk mengetahui dan memberi status manusia yang terbaik amalnya.

Allah berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 7-8,

إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلًا – وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

(7) Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya. (8) Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menguji hambanya melalui “perhiasan” yang ada di bumi, hingga pada nantinya di akhir masa, Allah akan menguji mereka dengan tanah yang tandus. Semua itu dalam rangka siapa saja yang layak dipilih sebagai hamba terbaik di sisi Allah.

Baca Juga: Tafsir Surah al-Kahfi Ayat 6: Petunjuk Allah Saat Dakwah Ditolak

Perhiasan dunia sebagai ujian bagi manusia

Para Mufasir berbeda-beda dalam menjelaskan lebih detail barang-barang yang barang-barang yang dijadikan perhiasan tersebut. Sebut saja Syekh Muhammad Amin Al-Harari, ulama Makkah yang pernah mengajar di Darul Hadis Al-Khairiah dan Masjidil Haram, dalam Tafsir Hadaiq Ar-Ruh wa Ar-Raihan fi Rawabi Ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan hewan, tumbuh-tumbuhan dan barang tambang yang disebut sebagai perhiasan dalam ayat tersebut.

Sementara itu, pemilik tafsir An-Nukat wa Al-‘Uyun, Abu Hasan Al-Mawardi, menukil dari beberapa mufasir awal, menyampaikan alternatif barang lain dari ‘perhiasan’, yaitu sungai-sungai yang mengalir jernih, manusia itu sendiri, bahkan ada pula yang memasukkan para Nabi dan ulama. Akhirnya Al-Mawardi juga menyertakan pendapat yang mengatakan bahwa setiap yang tumbuh di bumi ini aadalah perhiasan. Selain banyak hal yang sudah disebut, Syekh Wahbah Az-Zuhaily dalam At-Tafsir Al-Munir menambahkan perumahan, sekaligus mengeneralisir pengertian dari ‘perhiasan’ dengan kesenangan-kesenangan, dan segala sesuatu yang memikat.

Perhiasan-perhiasan ini tidak akan bertahan selamanya. Allah menjadikan bumi seisinya hancur dan binasa. Kata “صَعِيدًا جُرُزًا” berarti bagaikan tanah yang bersih tanpa tumbuhan dan tidak dapat ditanami lagi setelah sebelumnya hijau nan subur. Demikian pesan Az-Zuhaili atas ayat ke 8 surah Al-Kahfi.

Al-Harari juga sama, ia mengartikan ayat ke 8 tersebut, yakni Allah menghancurkan semua ciptaan di dalam bumi tanpa terkecuali menjadi debu di hari akhir, tiada satupun tumbuhan yang mekar. Di saat itulah masa gersang tanpa hujan, seluruh bumi seisinya rusak dan musnah tanpa sisa.

Ada yang berbeda dari pernafsiran Syekh Mutawali Asy-Sya’rawi, ia mempertimbangkan keterkaitan dua ayat ini dengan ayat sebelumnya. Menurutnya, surah Al-Kahfi ayat 7-8 ini masih berkesinambungan dengan ayat-ayat sebelumnya, yakni sebagai isyarat kepada Nabi Muhammad saw bahwa dunia ini singkat. Dunia itu milik semua manusia dan segala aspek di dalamnya. Jadi dibuat mudah saja, Nabi saw tidak perlu merasa susah dan sedih terhadap kafir Quraisy yang keras hati lantaran tidak mau beriman kepada Nabi saw. Itulah kenapa kehidupan dunia tidak akan terulang kembali lagi seperti sedia kala.

Hiasan dunia merupakan sesuatu yang sejenak dapat menyilaukan mata lalu seketika itu berubah hirap dan lenyap. Beliau berkata, “Takutlah kalian dari perhiasan dunia ini. Sesungguhnya perkara yang cepat berbunga, rupanya juga mudah cepat layu dan usang”. Asy-Sya’rawi melanjutkan penafsirannya atas surah Al-Kahfi ayat 7-8.

Penafsiran Asy-Sya’rawi ini yang tampak runut dengan ayat sebelumnya, sekaligus menunjukkan kesatuan tema surah dalam Al-Quran, yang kemudian menginspirasi munculnya tafsir tematik surah.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 1-5: Pujian kepada Allah dan Fungsi Al-Quran sebagai Pedoman yang Lurus

Siapakah hamba yang terbaik amalnya?

Ia yang meninggalkan perkara duniawi, tidak mengikuti hawa nafsu, meminta hanya kepada Allah dan mengharap rida-Nya. Ini manusia yang paling baik amalnya menurut Al-Harari. Lalu, ia yang zuhud di dunia, menjauhi tipu daya dunia, dunia hanya dijadikan wasilah dan jembatan untuk menggapai akhirat. Seperti ini syarat yang diberikan Syekh Az-Zuhaili dalam tafsirnya untuk menjadi manusia yang terbaik amalnya.

Mufasir lain, seperti Al-Mawardi mengajukan teori manusia yang terbaik amalnya, yaitu mereka yang paling baik dalam melengos dan meninggalkan perkara duniawi; mereka yang paling baik dalam bertawakal kepada Alllah; dan mereka yang paling bersih hatinya dan konsisten (istikamah) di jalan yang benar.

Selama ini suatu ujian sering diidentikkan dengan kesedihan dan ketidaksukaan, namun bagaimana jika hal yang menyenangkan dan membahagiakan itu ternyata adalah sebuah ujian? Ia yang mampu melewatinya dan tidak terjebak dalam euphoria kemewahan dan kesenangan itulah yang lulus dari ujian tersebut.

Semua yang kita miliki di dunia sifatnya hanyalah sebagai “perhiasan” yang sementara, suatu saat akan hilang. Selanjutnya bagaimana cara kita mengelola “perhiasan” tersebut untuk menambah ketakwaan dalam rangka menggapai akhirat yang kekal. Maka sebelum bumi ini dilenyapkan, mari memperbanyak amal saleh menuju insan terbaik.

Wallahu a’lam.

Muhammad Ilham Fikron
Muhammad Ilham Fikron
Sahalian (Santri Mbah Sahal), Alumnus Perguruan Islam Mathaliul Falah (PIM) dan Alumnus Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh Kajen Pati. Bisa disapa di ig @phickolobabaraya dan twitter @ilhamfikron
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penafsiran Esoterik Peristiwa Eksodus Nabi Musa as. dalam Tafsir al-Alusi

0
Peristiwa eksodus adalah peristiwa meninggalkan tempat asal; kampung halaman, kota, atau negara. Dalam kisah Nabi Musa, ayat yang menjelaskan tentang peristiwa ini salah satunya...