BerandaTafsir TematikKemuliaan Manusia dalam Al-Quran dan Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia

Kemuliaan Manusia dalam Al-Quran dan Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia yang telah melekat pada diri manusia sejak lahir merupakan diskursus yang penting untuk dibicarakan. Baik yang mempertahankannya, mempertanyakan ulang, ataupun bagi yang ingin meratifikasi substansinya, agar bisa diaktualisasikan dalam kehidupan.

Diakui atau tidak, masalah ini bukan hanya karena kelatahan terhadap prinsip dan konsep HAM sekuler—yang notebene diadopsi hampir mayoritas negara Barat—tetapi juga karena adanya sikap skeptis dan “gagal paham” sebagian kalangan atas eksistensi ajaran HAM yang termaktub dalam Alquran

Andai berkenan menengok kembali pada Alquran—terutama konstitusi Madinah dalam konteks hak asasi manusia yang bisa dibincangkan—tidak sedikit ayat-ayat Alquran yang tanpa melalui sebuah interpretasi saja sudah sangat memihak pada HAM, baik berbentuk individual maupun komunal. Beberapa hak-hak asasi tersebut antara lain adalah: 1.Hak memilih agama 2.Hak hidup 3.Hak kebutuhan hidup/hak ekonomi 4.Hak kemerdekaan/kebebasan 5.Kebebasan berpendapat dan berekpresi 6.Hak keadilan 7.Hak tempat tinggal. Kesemuanya akan dijelaskan secara bertahap dalam artikel ini. Namun sebelumnya perlu kiranya untuk menampilkan definisi dari Hak asasi manusia itu sendiri dan relevansinya dalam Islam.

Baca juga: Abu Bakar RA dan Penafsiran Sufistik Terhadap Surah Ar-Rum Ayat 41

HAM diistilahkan dengan al-Huquq al-Insaniyyah menurut Manfred Nowak pada Introduction to the International Human Rights Regime. Ditinjau dari aspek kosakata Arab, kata al-Huquq diambil dari bentuk mufrad haqq yang memiliki arti milik, ketetapan atau kepastian.

Di dalam al-Qur’an, term al-haqq dengan berbagai bentuknya dimuat sebanyak 287 kali, yakni oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqi, pada karyanya al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim. Kemudian yang paling banyak adalah term al-haqq dengan makna kebenaran yakni kisaran 227 kali. Selanjutnya Aisyah pada karyanya Hak Asasi Manusia dalam Al-Qur’an, kata al-haqq memiliki konotasi kepemilikan atau kewajiban yang umumnya diungkapkan dalam bentuk isim tafdhil.

Jika melacak term al-haqq dalam al-Qur’an maka akan ditemukan beberapa makna yang digunakan antara lain adalah makna menetapkan sesuatu dan membenarkannya seperti tang termaktub pada QS. Yasin (36): 7, “Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman”.  Ada yang berarti menetapkan dan menjelaskan seperti dalam QS. al-Anfal: (8): 8 “Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya”.

Baca juga: Kematian dalam Al-Quran dan Penggunaannya Menurut Hamza Yusuf

Ketika menelusuri term al-haqq dalam Alquran, sulit kiranya mengatakan dan menyimpulkan bahwa itulah yang dimaksud dengan HAM. Sebab, kebanyakan dari term al-haqq itu sendiri memiliki arti kebenaran petunjuk. Minyikapi masalah ini, Abdul Muin Salim, seorang pemikir Muslim yang aktif menyoroti masalah HAM menawarkan metode identifikasi partikel untuk melacak keberadaan ayat-ayat Alquran yang berbicara soal HAM.

Satu metode ini cukup unik dan memudahkan untuk menangkap pesan-pesan tertentu dalam Alquran. Karena itu, pengidentifikasian ayat-ayat HAM melalui partikel kata atau lafal yang menunjukkan kepemilikan atau martabat manusia salah satu cara untuk menemukan konsep HAM dalam Alquran. Salah satu ayat yang dapat menunjukkan makna HAM adalah ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang kemuliaan manusia seperti QS. al-Isra’ (17):70:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Pada ayat ini, Allah SWT hendak menjelaskan tentang 4 hal yang diberikan kepada manusia, yakni kemuliaan anak cucu Adam, kendaraan darat dan laut, rezki yang baik dan kelebihan-kelebihan di atas makhluk lain. Sebagaimana ungkapan Ibnu Asyur, bahwa ayat di atas mengandung lima anugerah yang diberikan kepada manusia, yaitu kemuliaan dari Allah swt, pemakaian transportasi darat, pemakian transportasi laut, penghasilan atau rezki dari hasil yang baik dan keunggulan dari makhluk yang lain.

Baca juga: 5 Ayat yang Berbahaya bila Difahami Tanpa Tahu Sabab Nuzulnya

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa sosok manusia dalam perspektif Islam, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, mempunyai hak asasi pokok, semata-mata diistimewakan memang karena dirinya sebagai hamba Allah SWT. Hak-hak ini pada jenjang selanjutnya—jika diterapkan secara maksimal—akan menciptakan tatanan kehidupan sosial yang apik dan sejahteta. Beberapa hak-hak asasi tersebut antara lain adalah:

Hak Memilih Agama (Keyakinan)

Perlindungan terhadap agama dan keyakinan yang dianut oleh masing-masing individu mendapatkan posisi dan perhatian yang sangat tinggi dari ajaran Islam. Secara universal, Islam memberikan kepada setiap individu untuk memilih dan memilah agama yang akan dianutnya.

Walaupun, Islam memang menawarkan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk dipahami, dikaji, dan dianalisa. Sehingga pemahaman dan kesadaran dari masing-masing individulah yang sangat diutamakan dengan melihat konsep untuk memeluk agama Islam dengan penuh ketulusan, dan nilai-nilai positif yang akan didapatkan. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah SWT pada QS. al-Baqarah (2): 256, yaitu:

آ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ayat tersebut merupakan larangan pemaksaan dalam memeluk suatu agama, terutama Islam. Kebebasan beragama merupakan kehormatan bagi manusia dari Allah, karena Allah mengakui hak manusia untuk memilih sendiri jalan hidupnya (Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur‟an Tematik: Hubungan antar-Umat Beragama,2008).

Nurcholish Madjid pada karyanya Pintu-Pintu Menuju Tuhan menuliskan bahwa tentu tidak perlu lagi ditegaskan bahwa semua resiko pilihan itu adalah tanggung jawab sepenuhnya manusia sendiri. Adapun tidak dibolehkannya memaksa suatu agama karena manusia mampu dan harus diberi kebebasan untuk membedakan serta memilih sendiri mana yang benar dan mana yang salah. Dengan kata lain, manusia telah diberi petunjuk untuk menentukan sendiri jalan hidupnya yang benar, dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya.

Baca juga: Annabel Gallop, Pakar Mushaf Kuno Nusantara dari Inggris

Masih banyak lagi ayat Alquran yang kandungannya menunjukkan adanya kebebasan beragama seperti Dalam QS. al-Kahfi (18):29 tentang Kebebasan beragama dalam Islam dan jaminan Allah atas konsekuensi pilihannya.

Begitu juga dalam QS. Yunus (10): 99, Ayat ini pun bermakna tidak ada paksaan dalam agama Islam karena manusia sudah memiliki akal dan pikiran untuk memilih yang mana yang benar. Serta bermakna satu-satunya agama yang benar ialah Islam. Manusia memiliki fitrah dan akal.

Allah memberikan kebebasan karena Allah ingin menguji manusia apakah hambaNya ini dapat mendengarkan kata hatinya yang paling dalam atau mengikuti pengaruh ruang dan waktu yang ada di sekitarnya. Kalau seseorang mendapatkan ilmu atau keterangan yang sesuai dengan batinnya, bebas dari paksaan atau tekanan yang ada di lingkungannya, ia akan mengikuti hal tersebut, dikutip pada tulisan al-Suyuthi, al-Jami’ al-Saghir.

Ayat ini diperjelas lagi dengan Tafsir Ibnu Katsir yang mana Allah adalah yang Maha Adil dalam segala sesuatu, dalam memberi petunjuk kepada siapa yang berhak ditunjuki dan menyesatkan siapa yang patut disesatkan. Dengan kata lain, andai saja Allah SWT berkehendak agar semua makhluknya beriman kepadaNya, hal itu pasti bisa saja dilakukan dengan mudah oleh Allah. Ia telah menghendaki seluruh alam semesta beserta isinya secara seimbang, ada yang hak dan bathil, baik dan buruk, dan lain sebagainya.

Beberapa hak hak manusia lainya dalam perspektif Alquran akan disampaikan di sesi berikutnya.

Ahmad Qusyairi
Ahmad Qusyairi
Mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...