Konsep kesalehan dalam Islam bukan hanya menyangkut individu secara pribadi, tetapi juga membawa implikasi sosial dan bahkan lintas generasi. Dalam pembahasan ini, difokuskan pada pengertian kesalehan menurut bahasa, Alquran, serta pandangan mufassir, dan bagaimana kesalehan seseorang dapat memberikan pengaruh kepada keturunannya.
Definisi Saleh dalam Perspektif Bahasa dan Alquran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “saleh” memiliki dua pengertian: pertama, taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah; kedua, suci dan beriman. Dua definisi ini mencerminkan dimensi vertikal (hubungan dengan Allah) dan horizontal (hubungan dengan sesama) dari konsep kesalehan.
Dalam Alquran, kesalehan mendapatkan tempat yang tinggi, sebagaimana disebut dalam surah An-Nisa ayat 69:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Siapa saja yang menaati (ketentuan) Allah dan rasul-Nya, niscaya mereka kelak akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh-Nya, yaitu para nabi, kalangan shiddiq, syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, (An-Nisa: 69).
Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang saleh tergolong dalam golongan yang dimuliakan oleh Allah, sejajar dengan para nabi, shiddiqin, dan syuhada. Ini menegaskan bahwa kesalehan bukan posisi sembarangan, tetapi merupakan puncak pencapaian spiritual yang membawa konsekuensi ukhrawi.
Baca Juga: Tafsir Surah Allail Ayat 6-10: Algoritma Amal Saleh
Definisi Saleh Menurut Mufassir
Para ulama tafsir memberikan nuansa berbeda dalam memahami makna as-shalihin dalam ayat tersebut:
Pertama, Imam Al-Baidhawi menyebut orang saleh sebagai mereka yang menghabiskan umur dalam ketaatan dan menggunakan hartanya di jalan Allah. (Al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, Dar Ihya Turats al-‘Arabi)
Kedua, Imam Al-Baghawi mengaitkan orang saleh dengan para sahabat Rasulullah Saw. (Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi)
Ketiga, Ibnu Katsir menekankan bahwa kesalehan mencakup amal lahir dan batin. (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Maktabah Syamilah)
Keempat, Syekh Wahbah Az-Zuhayli mempertegas bahwa orang saleh bukan berarti bebas dari dosa, namun kebaikannya lebih dominan daripada keburukannya. (Wahbah Az-Zuhayli, Tafsir al-Munir, Dar al-Fikr)
Kelima, Syekh Thahir bin Asyur menyebut orang saleh sebagai mereka yang istiqamah dalam keimanan. (Thahir bin Asyur, At-Tahrir wat Tanwir, Tunis: ad-Dar at-Tunisiyyah)
Dan terakhir, dalam Tafsir An-Nasafi dan Ibnu Ajibah menambahkan aspek kesalehan sebagai keseimbangan antara lahir dan batin, serta pengaruhnya yang meluas kepada masyarakat. (An-Nasafi, Madarik at-Tanzil wa Haqa’iq at-Ta’wil, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah dan Ibnu Ajibah, Al-Bahr al-Madid, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah)
Dari sini terlihat bahwa kesalehan mencakup dimensi spiritual, moral, sosial, bahkan konsistensi dalam keimanan. Kesalehan adalah integritas dalam ibadah, muamalah, dan akhlak.
Baca Juga: Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199: 3 Konsep Kesalehan dalam Harmonisasi Sosial
Dimensi Sosial Kesalehan
Salah satu aspek paling menarik dari pembahasan kesalehan adalah dampaknya terhadap keturunan. Dalam surah al-Kahfi ayat 82, Allah berfirman:
وَأَمَّا ٱلْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِى ٱلْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُۥ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحًا
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih…
Ayat ini menjelaskan bahwa harta milik dua anak yatim itu dipelihara oleh Allah karena ayah mereka adalah orang saleh. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan bahwa keberkahan amal orangtua bisa memelihara dan menaungi keturunan mereka, bahkan hingga tujuh generasi ke bawah.
Muhammad bin al-Munkadir, sebagaimana dikutip dalam Tafsir Ibnu Ajibah, menyatakan:
Sungguh, sebab keshalihan seseorang, Allah Swt. akan menjaga anaknya, cucunya, kerabatnya dan lingkungan sekitarnya. Mereka senantiasa dalam perlindungan dan penjagaan Allah.
Pernyataan ini mencerminkan keyakinan bahwa kesalehan seseorang menumbuhkan keberkahan yang menjalar ke lingkaran sosial terdekatnya. Dalam dunia modern, ini bisa kita lihat sebagai ‘warisan nilai’ yang lebih penting daripada sekadar warisan materi.
Satu catatan menarik adalah hadis riwayat yang menunjukkan bahwa bahkan amal baik dari orangtua non-Muslim bisa berdampak positif pada keturunannya. Dalam riwayat itu, Rasulullah Saw. bersabda:
Itu tidak akan memberinya manfaat (di akhirat). Tapi, kebaikan itu akan tampak pada keturunannya. Maka kalian tidak akan pernah dipermalukan, tidak akan hina, dan tidak akan miskin selamanya.
Pernyataan ini menggambarkan bahwa nilai kebaikan bersifat universal dan bisa mewariskan dampak sosial jangka panjang, meskipun tidak bernilai secara ukhrawi bagi pelakunya yang tidak beriman. Ini mengajarkan bahwa amal baik memiliki kekuatan struktural dalam membentuk keturunan yang kuat, terhormat, dan tidak hina.
Baca Juga: Termasuk Kebaikan Yaitu Kesalehan Sosial, Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 177
Penutup: Kesalehan Sebagai Investasi Kehidupan
Dalam perspektif Islam, kesalehan bukanlah status elitis yang hanya dicapai oleh para wali atau ulama. Ia adalah jalan hidup yang dapat ditempuh oleh siapa saja yang ingin menjalankan hak Allah dan hak manusia dengan seimbang. Dalam Fathul Bari dijelaskan:
Orang saleh adalah orang yang menegakkan kewajibannya berupa hak-hak Allah dan hamba-Nya, sedangkan kedudukan orang shalih itu bertingkat-tingkat. (Ibnu Hajar, Fathul Bari, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah)
Kesalehan adalah investasi, tidak hanya untuk kehidupan akhirat, tetapi juga untuk keberkahan dunia. Ia menjaga pelakunya, melindungi anak-anaknya, dan memuliakan lingkungannya. Dalam dunia yang semakin materialistik, ajaran ini mengingatkan manusia bahwa kualitas hidup yang hakiki terletak pada karakter dan spiritualitas, bukan semata pada pencapaian duniawi.
Sebagaimana dinasihatkan oleh al-Qusyairi:
Hendaknya seorang muslim menjadikan takwa dan amal shaleh sebagai tabungan untuk keluarganya, bukan harta kekayaan.
Kesalehan adalah tabungan terbaik—bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi bagi generasi yang akan datang.