BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranKeunikan Mushaf Pangeran Diponegoro; Iluminasi yang Mewah hingga Tanda Tajwid yang Lengkap

Keunikan Mushaf Pangeran Diponegoro; Iluminasi yang Mewah hingga Tanda Tajwid yang Lengkap

Tidak bisa dipungkiri bahwa mushaf bangsawan seperti Mushaf Pangeran Diponegoro dibuat sebegitu menawan. Di bagian awal, tengah, dan akhir terdapat sentuhan iluminasi yang mewah. Mushaf yang ditaksir digunakan oleh Pangeran diponegoro saat berada di Menoreh akhir Februari hingga awal Maret 1830 ini juga menggunakan pola khas Jawa.

Bagian ini merupakan lanjutan dari sisi historisitas yang pernah kita baca sebelumnya. Tentu sekarang lebih pada karakteristik teks yang digunakan Mushaf Pangeran Diponegoro. Uraian ini mulai dari rasm, syakl, tanda waqaf, tanda tajwid dan simbol-simbol yang ditampilkan mushaf tersebut.


Baca juga: Mushaf Pangeran Diponegoro, Bagaimana Kondisinya Sekarang?


Rasm Mushaf Pangeran Diponegoro

Jika berbicara mengenai manuskrip Al Quran Nusantara yang ditulis pada abad ke 18 dan 19, maka kaidah umumnya menggunakan rasm imla’i. Begitu pun dengan mushaf ini. Menurut Hanifatul Asna dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Karakteristik Manuskrip Al Qur’an Pangeran Diponegoro: Telaah atas Khazanah Islam era Perang Jawa” menyebut bahwa rasm Mushaf Pangeran DIponegoro adalah imla’i.

Namun Asna menyebut bahwa ada beberapa bagian yang menggunakan rasm usmani. Contoh hal ini seperti yang terdapat pada lafadz الصلوة   dan  الزكوة . Kita juga bisa melihat contoh lain di bagian awal surat Al Fatihah. Di sini penulisan lafadz العلمين   pada huruf lam ditulis dengan fathah qaimah (berdiri), bukan dengan alif seperti العالمين . Pada penelitian ini, disimpulkan bahwa penggunaan rasm mushaf ini cocok dengan gaya penulisan yang berkembang saat itu.

Syakl

Mushaf Pangeran Diponegoro menampilkan syakl yang lengkap. Penulisan harakat fathah, kasrah, dammah, fathatain, kasratain, dammatain, fathah bergelombang, sukun, dan tasydid. Namun di bagian awal dan akhir mushaf, terdapat penulisan fathah qaimah (berdiri) dan kasrah qaimah, yang mana tidak ditemukan di bagian lainnya. Hasil penelitian menyebut kemungkinan bahwa perbedaan penggunaan tanda baca ini karena terdapat dua penulis yang berbeda.


Baca juga: Mengenal Kitab Fathul Khabir dan Ulumul Qurannya Karya Syekh Mahfudz At Tarmasi


Tanda Waqaf

Tanda waqaf yang digunakan oleh mushaf ini teryata berbeda dengan tanda-tanda yang sering kita temukan di mushaf cetak sekarang. Setidaknya ada enam tanda waqaf yang terdiri dari ك, ت,لازم,ج,ص, dan ط.

  • ك berarti كافي
  • ت berarti وقف تام
  • لازم berarti وقف لازم
  • ج  berarti وقف جائز
  • ص berarti وقف مرخص
  • ط berarti وقف مطلق

Penulisan tanda waqaf ini pun dengan tinta merah, guna membedakan teks huruf utama yang menggunakan tinta hitam.

Tanda Tajwid

Jika saat ini kita sering melihat mushaf cetak warna-warni yang digunakan untuk tanda tajwid. Sebenarnya inovasi seperti ini telah lama ada di khazanah mushaf kuno kita. Contohnya yang terdapat pada Mushaf Pangeran Diponegoro ini.

Di mushaf ini tanda tajwid menggunakan tinta merah. Ada huruf ظ yang menjelaskan bacaan izhar, ada huruf غ yang berarti bacaan idgham bi ghunnah. لغ bermakna bacaan idgham bila ghunnah. خ berarti bacaan ikhfa’. Tanda م menunjukkan bacaan iqlab. غم menunjukkan bacaan idgham mutamatsilain/mutaqarribain/mutajanisain. قصر menunjukkan bacaan mad yang pendek.

Dua lagi tanda garis bergelombang yang menunjukkan mad jaiz munfasil dan mad wajib muttasil. Perbedaannya, mad jaiz munfasil menggunakan tinta merah. Sementara mad wajib muttasil dengan tinta hitam.


Baca juga: Mana yang Lebih Utama, Membaca Al-Quran dengan Hafalan atau dengan Melihat Mushaf?


Simbol-simbol

Mushaf Pangeran Diponegoro juga memiliki simbol-simbol yang khas. Pertama, simbol akhir ayat hanya sederhana berupa lingkaran merah yang ada titik hitam di dalam, karena mushaf ini tidak ada nomor ayatnya.

Kedua, simbol pergantian juz ditulis dengan tinta emas yang dikelilingi bulatan berwarna merah. Simbol ini mirip dengan pola bunga untuk menunjukkan akhir ayat. Sedangkan di juz awal terdapat lingkaran merah yang tertulis keterangat juz tersebut.

Ketiga, simbol sajdah. Simbol ini ditulis dengan huruf-huruf Arab tanpa singkatan apapun. Terakhir, simbol ruku’ (simbol yang menjelaskan akhir dari rangkaian kisah dalam surat tersebut, sehingga jika dibaca oleh imam dianjurkan untuk ruku’). Dimbol ini ditulis dengan huruf ain. Secara kesuluruhan simbol-simbol yang diuraikan tadi ditulis dengan tinta merah.

Kreatifitas yang ditorehkan oleh Kyai Abdul Aziz Wonosobo, atas perintah Sang Pangeran ini menunjukkan kreativitas yang luar biasa. Keunikan-keunikan ini, tentu sangat jarang kita temukan di mushaf sehari-hari yang kita baca saat ini.

Semoga penjelasan tentang Mushaf Pangeran Diponegoro ini menambah wawasan terkait khazanah mushaf Nusantara kita. Serta menumbuhkan kecintaan yang lebih akan keragaman di dalamnya.

Wallahu a’lam bi al-shawab

Zainal Abidin
Zainal Abidin
Mahasiswa Magister Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal-Universitas PTIQ, Jakarta. Juga Aktif di kajian Islam Nusantara Center dan Forum Lingkar Pena. Minat pada kajian manuskrip mushaf al-Quran.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...