Dalam ajaran Islam, ilmu menempati posisi penting dan sentral. Banyak ayat Al-Quran dan matan hadis yang menyebutkan keutamaan ilmu, baik dari segi esensi ataupun fungsi ilmu bagi pemiliknya. Ayat dan hadis tersebut ditujukan kepada umat Islam agar mereka termotivasi untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu alam.
Secara bahasa ilmu terdiri dari huruf ‘ain, lam dan mīm yang bermakna sebagai segala sesuatu yang menunjukkan kepada bekas atau yang memiliki keutamaan. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang memiliki beberapa arti dasar, yakni mengetahui, mengenal memberi tanda dan petunjuk. Ilmu merupakan bentuk maṣdar dari kata alima-ya’lamu-‘ilman, lawan dari kata al-jahl (tidak tahu) (Mu’jām Maqāyis al-Lughah).
Al-Rāghib al-Aṣfahānī menyebutkan dalam Mufradāt Alfāẓ al-Qur’ān (hlm. 580), secara istilah ilmu dapat dimaknai sebagai pengetahuan terhadap esensi sesuatu secara apa adanya. Ilmu jika dilihat dari segi obyeknya terbagi kepada dua bagian, yakni pertama, mengetahui zat sesuatu; kedua, menetapkan sesuatu berdasarkan ada atau tidak adanya sesuatu yang lain.
Term ilmu sangat sering disebutkan dalam Al-Quran dan tersebar dalam beberapa surah. Setidaknya ada 68 ayat yang berbicara mengenai ilmu, mulai dari hakikat ilmu, keutamaan ilmu hingga sumber-sumbernya. Nah, dalam artikel ini akan dibahas secara singkat mengenai apa keutamaan ilmu bagi pemiliknya yang tertuang dalam QS. QS. Al-Mujadilah [58] Ayat 11.
Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Belajar Semangat Menuntut Ilmu dari Nabi Musa AS
Ilmu Dapat Menghantarkan Pemiliknya Kepada Derajat Yang Tinggi
Berkenaan dengan keutamaan ilmu, Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Mujadalah [58] Ayat 11 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١١
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”
Secara umum, ayat di atas memberi tuntunan kepada umat Islam bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam suatu majelis. Allah berfirman: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu oleh siapapun: berlapang-lapanglah, yakni berikanlah celah untuk orang lain duduk dalam suatu majelis. Lakukan hal tersebut untuk orang lain itu dengan suka rela, tanpa rasa terpaksa.
Selanjutnya, ayat di atas memberitahukan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu di atas orang yang sekedar beriman. Ditegaskan bahwa mereka memiliki perbedaan derajat yang lumayan jauh (darajāt). Maksudnya, karena keutamaan ilmu, maka derajat pemiliknya akan lebih tinggi dibanding orang yang beriman saja. Ayat ini juga sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimiliki seseorang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang pemiliknya, bukan akibat dari faktor di yang lain.
Menurut Quraish Shihab, makna orang-orang yang diberi ilmu adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan (Tafsir Al-Misbah [14]: 79).
Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, yakni orang yang beriman dan berilmu, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga karena amal dan pengajaran kepada pihak lain baik secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan (dakwah bil hāl). Singkatnya, mereka memiliki berbagai kelebihan dari sekedar keimanan, yakni pengetahuan, pengajaran dan penghayatan terhadap keimanan itu sendiri.
Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. Fathir [35]: 27-28 Allah menguraikan sekian banyak makhluk Ilahi, dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: Yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Ini menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan Al-Qur’an bukan hanya ilmu agama.
Di sisi lain, QS. Fathir [35]: 27-28 juga menunjukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan khasyah yakni rasa takut dan kagum kepada Allah, yang pada akhirnya mampu mendorong penyandang ilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk Allah Swt. Berkenaan dengan ini Rasulullah Saw sering kali berdoa: Allahumma inni a‘udzu bika min ‘ilmin la yanfa’ (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).
Demikian pemaparan keutamaan ilmu. Selanjutnya sebagai catatan, sekalipun orang yang beriman dan berilmu memiliki derajat yang tinggi, bukan berarti mereka berhak sombong dan merendahkan orang lain. Karena kesombongan dapat menjatuhkan seseorang dari derajat yang semestinya dimiliki sebagaimana peristiwa yang dialami Iblis. Akibat kesombongan, ia berubah dari salah satu makhluk mulia, menjadi makhluk paling hina. Wallahu a’lam.