BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Belajar Semangat Menuntut Ilmu dari Nabi Musa AS

Tafsir Tarbawi: Belajar Semangat Menuntut Ilmu dari Nabi Musa AS

“Tidak akan kau peroleh ilmu kecuali enam hal, salah satunya adalah hirshin atau mempunyai semangat (ghirah) yang tinggi dalam menuntut ilmu”, demikian kata Sayyidina Ali.

Menuntut ilmu bukanlah perkara mudah dan sederhana. Butuh semangat, pengorbanan, dan kesabaran yang tinggi untuk meraihnya. Belum lagi, godaan dari berbagai hal datang silih berganti. Kesuksesan seorang pelajar sangat ditentukan sejauh mana ia mampu mengusir setiap godaan yang ada. Dan ini membutuhkan semangat (ghirah) yang tinggi. Hal ini pula yang dilukiskan dalam kisah Nabi Musa AS pada QS. Al-Kahfi [18]: 60.

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِفَتٰىهُ لَآ اَبْرَحُ حَتّٰٓى اَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ اَوْ اَمْضِيَ حُقُبًا

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.” (Q.S. al-Kahfi [18]: 60)

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Lika-Liku dalam Menuntut Ilmu

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 60

Dalam Tafsir Mafatihul Ghaib, ar-Razi mengatakan bahwa meskipun Nabi Musa AS memiliki banyak ilmu dan derajat yang mulia, ia tetap pergi mendatangi Nabi Khidir a.s. untuk menimba ilmu. Sedangkan as-Sya’rawi dalam Tafsir al-Sya’rawi, lebih menafsirkan ayat di atas mengenai durasi waktu yang ditempuh Nabi Musa dalam melakukan rihlah keilmuan yang tersurat pada kata huquban.

Kata al-huqub adalah bentuk jama’ dari kata hiqbah yang bermakna masa yang sangat lama. Para ulama memperkirakan sekitar 70 atau 80 tahun. Karenanya, sebaris kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat jama’ (plural) minimal terdiri dari 3 kata. Berarti jika satu hiqbah saja diasumsikan 70 tahun, maka kata huquban dapat dimaknai 210 tahun perjalanan Nabi Musa demi mencari seseorang yang lebih ‘alim daripadanya. Ini menggambarkan bahwa semangat Nabi Musa sangat tinggi melakukan perjalanan yang snagat panjang demi menuntut ilmu. Bahkan, meskipun perjalanan ini sampai menghabiskan waktu 210 tahun.

Penafsiran berbeda disampaikan oleh Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain. Mereka menafsirkan ayat 60 bahwa Nabi Musa akan terus berjalan sebelum sampai pada majma’al bahrain (tempat bertemunya kedua lautan (laut Romawi dan Persia). Kata huquban dimaknai dengan dahran thawilan fi bulughihi in ba’uda (perjalanan panjang dalam menuntut ilmu).

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Semangat Pendidikan Islam Ada pada Orang yang Berilmu

Sementara itu, Ibnu Katsir menafsirkan kata li fatahu sebagi murid Nabi Musa yakni Yusya’ bin Nun. Latar belakang kisah ini bermula tatkala Nabi Musa menceritakan bahwa terdapat hamba Allah yang tinggal di tempat bertemunya dua laut. Dia memiliki ilmu yang tidak dimiliki Nabi Musa. Nabi Musa bermaksud ingin menemuinya. Lalu, ia berkata kepada muridnya itu bahwa ia akan terus berjalan sampai bertemu dua lautan tersebut.

Qatadah mengatakan bahwa kedua laut tersebut adalah Laut Persia yang terletak di sebelah timur dan Laut Romawi di sebelah barat. Muhammad bin Ka’ab al-Quradzi mengatakan laut itu berada di Tanjah, bagian paling ujung dari Negeri Magrib (Maroko).

Sementara itu, kata huquban, menurut Ibnu Jarir, al-huqub berdasarkan dialektika Bani Qais artinya satu tahun. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar, yakni 70 musim gugur. Ali bin Abi Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yaitu satu tahun. Demikian pula Qatadah dan Ibnu Zaid.

Baca juga: Beda Derajat Orang yang Berilmu dan Tidak Berilmu

Butuh Kesabaran Dalam Menuntut Ilmu

Seorang pelajar dan guru wajib memiliki semangat (ghirah) yang tinggi dalam menuntut ilmu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana tatkala keduanya tidak memilikinya, tentu ia akan menelan kebodohannya sendiri.

Sebagaimana perkataan Imam Syafi’i “Jika kau tak sanggup menahan lelahnya belajar, bersiaplah menelan pahitnya kebodohan.”

Penafsiran di atas dapat kita ambil pelajaran. Meskipun Nabi Musa telah mempunyai banyak ilmu, penuh amal, derajat yang tinggi dan berbagai kemuliaan, ia tetap bersemangat belajar. Hendaknya kita sebagai manusia biasa lebih giat dan semangat lagi dalam menuntut ilmu. Bukankah Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang berilmu sebagaimana firmanNya Surah Al Mujadalah ayat 11? Wallahu a’lam []

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

QS. Al-Isra’ (17) Ayat 36: Taklid yang Diharamkan!

0
Taklid dapat dipahami sebagai suatu bentuk perilaku seseorang yang mengikuti suatu perintah atau menerima pendapat dari orang lain tanpa memiliki pemahaman yang didasari dengan...