BerandaKisah Al QuranKisah Al-Quran: Biografi Nabi Ibrahim dan Perjalanan Dakwahnya

Kisah Al-Quran: Biografi Nabi Ibrahim dan Perjalanan Dakwahnya

Salah satu Nabi yang bergelar Ulul Azmi adalah Nabi Ibrahim. Beliau merupakan abu al-anbiya, bapaknya para Nabi. Dari garis keturunan beliau lahirlah beberapa putra yang menjadi Nabi, yakni Ismail, Ishaq, Ya’qub dan bahkan Rasulullah saw dari garis keturunan Nabi Ismail a.s.

Sungguh pun demikian, tahukah anda biografi Nabi Ibrahim dan bagaimana perjalanan dakwahnya? Berikut penjelasannya di bawah ini.

Sketsa Biografis

Jamaluddin Abu al-Farj ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad al-Jauzi dalam Muntazam fi Tarikh Umam wa al-Muluk dan Abu Hanifah Ahmad bin Daud al-Dainuri dalam Akhbar al-Tiwal menerangkan bahwa nama Nabi Ibrahim adalah Ibrahim bin Azar bin Tarih bin Nakhur bin Argu bin Syalikh bin Arfakhsyaz bin Salih bin Nuh atau dikenal dengan nama Ibrahim al-Khalil a.s.

Selain itu, Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengemukakan pendapat lain terkait asal usul nama  Ibrahim, yakni nama Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ab yang berarti ayah dan rahim yang berarti penuh kasih. Maka, Ibrahim berarti ayah yang penuh kasih. Ia merupakan keturunan dari Nabi Nuh a.s. sebagaimana termaktub dalam Q.S. Saffat [37]: 83.

۞ وَاِنَّ مِنْ شِيْعَتِهٖ لَاِبْرٰهِيْمَ ۘ

Dan sungguh, Ibrahim termasuk golongannya (Nuh). (Q.S. Saffat [37]: 83)

Baca juga: Kisah Nabi Ibrahim as Yang Tak Hangus Dibakar Api

Pada ayat tersebut disebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. berasal dari golongan Nabi Nuh a.s. sebab keduanya merupakan pemberi peringatan yang diutus oleh Allah swt. Kendati demikian, Hamka dalam Tafsir al-Azhar menuturkan bahwa ada perbedaan syariat di antara keduanya, yakni antara syariat Nabi Nuh dengan Nabi Ibrahim. Di antara perbedaan ini adalah karena mengikuti perkembangan zaman, namun pada intinya ajaran mereka sama yaitu mengesakan Allah swt (ajaran tauhid).

Sebagaimana penjelasan Hadyah Salim dalam Qissatul Anbiya bahwa Nabi Ibrahim adalah sosok manusia atau Nabi yang dapat dijadikan imam. Dalam artian sosok yang sangat patuh dan taat kepada segala perintah Allah swt. Ia wafat pada tahun 175 SM dan dimakamkan di samping makam salah satu istrinya, yaitu Siti Sarah.

Perjalanan Dakwah

Beliau diangkat menjadi seorang Nabi sekitar tahun 1990 SM. Ia diutus untuk menyeru dan memberi peringatan kepada Kaum Kaldan yang terletak di Kota ‘Ur, daerah selatan Irak, tempat ini ditengarai sebagai tempat kelahirannya. Akan tetapi Syihabuddin Qalyubi dalam Stilistika Al-Quran Makna Dibalik Kisah Nabi Ibrahim, menerangkan satu pendapat yang mengatakan bahwa dia dilahirkan di Damaskus, Syiria.

Nabi Ibrahim tumbuh besar dalam sebuah gua di wilayah Babylon sebagaimana penjelasan Kamal al-Sayyid dalam Kisah-Kisah Terbaik Al-Quran, di mana pada zaman itu diperintah oleh seorang raja yang sangat kejam bernama Namrud bin Kan’an. Ia adalah sosok raja yang bengis dan otoriter cum lalim.

Dawam Raharjo dalam Ensiklopedi Al-Quran menjelaskan bahwa beliau menjalani masa kecilnya hampir tidak jauh berbeda dengan keadaan Nabi Musa, yakni dipisahkan dari ibunya karena adanya kebijakan sang raja yang akan membunuh semua bayi laki-laki yang lahir di masa itu.

Singkat cerita, tatkala Nabi Ibrahim berusia 16 tahun, ia tidak menyembah berhala padahal semua orang kala itu menyembah berhala. Mengetahui hal itu, seluruh warga geger dan mencemoohnya karena tidak mengikuti tradisi saat itu. Namun demikian, Allah swt berkehendak lain kepada Nabi Ibrahim, ia diberikan oleh Allah swt kecerdasan sehingga mampu berdakwah dengan berpikir logis empiris kepada sang ayah dan kaumnya.

Baca juga: Ingin Dikenang Baik di Dunia dan Akhirat? Amalkan Doa Nabi Ibrahim Ini!

Melihat sang ayah dan kaumnya yang menyembah berhala, hatinya gundah gulana. Ia lantas mengajak ayah dan kaumnya untuk beribadah kepada Allah swt dan meninggalkan pemujaan berhala. Akan tetapi, ajakan itu tak diindahkan oleh kaum, justru mereka berbalik memusuhi Nabi Ibrahim a.s.

Meski demikian, Nabi Ibrahim a.s, tidak kehabisan ide, ia mencari cara bagaimana menyadarkan ayah dan kaumnya. Lalu ia menemukan cara yaitu menghancurkan semua sesembahan berhala dan menyisakan satu patung berhala yang paling besar. Dengan dalih, bahwa berhala yang paling besar itulah yang menghancurkan berhala yang kecil.

Tatkala kaumnya menjumpai sesembahan mereka hancur berkeping-keping, mereka langsung menuduh Ibrahim sebagai biang keladinya, lalu diadililah Nabi Ibrahim. Dan hakim memutuskan hukuman bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar. Hal ini dikisahkan dalam Q.S. al-Anbiya; [21]: 66-69,

قَالَ اَفَتَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَنْفَعُكُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يَضُرُّكُمْ ۗ اُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗاَفَلَا تَعْقِلُوْنَ قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ قُلْنَا يٰنَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ ۙ

Dia (Ibrahim) berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.” Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 66-69)

Ibrah bagi Umat Islam

Banyaknya cobaan dan ujian yang dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim tidak menyurutkan semangatnya untuk berdakwah dalam mensyiarkan Agama Islam. Meski ia harus melawan raja Namrud sekalipun. Bahkan ia dianugrahi sang anak yang sangat dicintainya yaitu Nabi Ismail, yang kemudian Allah swt memerintahkan untuk menyembelihnya.

Sungguh, maka tak heran Nabi Ibrahim digelari sebagai Ulul Azmi (nabi yang diuji oleh Allah dengan ujian yang berat melebihi batas kemampuan manusia biasa dan mempunyai tingkat ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam menebar ajaran tauhid.

Semoga spirit perjuangan Nabi Ibrahim dapat kita teladani di era kekinian. Terlebih di tengah suasana sulit, pandemi Covid-19 benar-benar menghancurkan sendi kehidupan. Meskipun begitu kita harus tetap optimis melangkah maju ke depan bahwa badai pasti berlalu. Dan wabah pandemi Covid-19 segera hilang dan kita menjalani hidup normal seperti sedia kala. Wallahu A’lam

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU