BerandaKhazanah Al-QuranDialogKisah Haman dan Hubungannya dengan the Book of Esther (I)

Kisah Haman dan Hubungannya dengan the Book of Esther (I)

Sudah menjadi perkara yang lazim diketahui oleh banyak orang bahwa Alquran pertama kali dibacakan di tengah komunitas Arab yang saat itu dikelilingi oleh berbagai kultur, budaya, dan pengetahuan dari komunitas-komunitas lain di sekitarnya. Pun, dewasa ini pembicaraan yang menyebut bahwa komunitas Arab pra-Islam disebut jāhiliyyah karena ‘kurangnya intelegensi’–untuk tidak menyebut kebodohan–mereka nampaknya sudah menjadi klaim yang tidak relevan lagi di dalam diskusi akademik. Hal ini dibuktikan oleh ditemukannya inskripsi-inskripsi yang disinyalir sudah ada sejak era pra-Islam di wilayah Arab, sehingga menunjukkan bahwa komunitas Arab sebenarnya sudah akrab dengan transfer pengetahuan dalam lingkup peradaban Near East.

Alquran sebagai Dokumen Historis Komunitas muslim Awal

Selain inskripsi yang masih terus dicari keberadaannya, Alquran menjadi satu-satunya teks menjanjikan untuk menjadi saksi historisitas komunitas Arab, sebagai salah satu fragmen teks yang diproklamasikan di tengah peradaban Timur Tengah (Middle East) secara umum. Secara langsung, bisa dibilang bahwa Alquran merekam komunikasi tentang keadaan dan peristiwa yang terjadi pada abad ketujuh di Jazirah Arab. Ini nampak dari banyak ayatnya yang menceritakan mulai dari Nabi Muhammad sendiri, ahl al-kitāb sebagai suatu istilah, hingga komunitas spesifik seperti yahūd, naṣārā, mu’minūn, muslimūn, munāfiqūn, dan masih banyak lagi. Hadirnya para aktor dengan terminologinya masing-masing ini saja sudah mengandung kemungkinan kuat bahwa komunitas muslim, atau Arab secara umum, saat itu sudah familier dengan komunitas lain, lengkap beserta pengetahuan natural hingga kultural yang dibawa oleh mereka.

Artikel ini mencoba memberi gambaran akan hubungan yang erat di antara Alquran yang–baik secara langsung atau tidak langsung–merepresentasikan pengetahuan muslim awal dan juga mendeskripsikan kemungkinan peradaban yang beredar di sekitarnya. Kisah Haman yang diceritakan di dalam Alquran dapat menjadi salah satu titik tolak yang membangun argumen ini. Dalam beberapa ayat, Alquran menceritakan bahwa ada seseorang bernama Haman sebagai salah satu bagian umat terdahulu yang disinggung, seperti yang lazim ditemukan dalam genre ayat-ayat kisah lainnya.

Kisah Haman: Alquran dan Versi Pendahulunya

Dengan mencari subjek nama Haman di dalam Alquran, ditemukan enam ayat yang menyebutkannya. Pertama, Q.S. 28: 6, kedua, Q.S. 28: 8, ketiga, Q.S. 28: 38, keempat, Q.S. 29: 39, kelima, Q.S. 40: 24, dan terakhir, Q.S. 40: 36. Pengetahuan yang mafhum di kalangan muslim adalah bahwa Haman di dalam Alquran berhubungan dengan Fir’aun (Pharaoh) dan konteks peradaban kerajaan Mesir kuno (Pharaonic). Hal ini menjadi menarik karena di saat yang bersamaan, pengetahuan biblikal juga memiliki cerita dengan nama tokoh yang sama, Haman, dengan menghubungkannya pada Raja Ahashwerosh dan konteks peradaban kekaisaran Persia (Achaemenid). Kisah Haman di dalam kerangka biblikal bisa ditemukan di dalam the Book of Esther. Di sana tokoh tersebut disandingkan dengan aktor-aktor lainnya, seperti raja Ahashwerosh, Esther, Mordecai, hingga Zeresh.

Baca juga: Alquran Dituduh Terpengaruh Yahudi dan Kristen, Ini Tanggapan Fazlur Rahman

Dari sudut pandang pengetahuan biblikal, the Book of Esther mengambil latar cerita selama pemerintahan raja Xerxes I atau yang dikenal dengan Ahashwerosh (486-465 SM) di kekaisaran Persia. Dikisahkan bahwa Ahashwerosh memiliki ratu bernama Vashti yang dimintanya mempertunjukkan kecantikannya dalam momen perjamuan di hadapannya dan para pengikutnya. Vashti menolak permintaannya, yang menyebabkan Ahashwerosh mengadakan semacam kontes kecantikan untuk menemukan ratu baru. Pada kesempatan inilah, Esther, seorang perempuan Yahudi (Jewess) yang dibesarkan oleh sepupunya, Mordecai, mengikuti kontes tersebut dan memenangkannya. Ia pun menjadi ratu Persia baru dan menyembunyikan fakta ke-Yahudi-annya. Mordecai sendiri adalah salah satu pejabat kekaisaran yang dulunya diangkat karena jasa telah menggagalkan percobaan pembunuhan pada raja.

Seiring waktu, Haman keturunan Agag diangkat sebagai wakil raja. Perlu diketahui bahwa dalam perspektif kisah biblikal, Agag dulunya merupakan musuh bebuyutan bangsa Israel. Dengan diangkatnya Haman, Ahashwerosh memerintahkan seluruh pejabatnya untuk bersujud di hadapan Haman. Mordecai adalah satu-satunya yang tidak mau bersujud, beralasan pada identitas Yahudinya, sehingga menyebabkan Haman marah. Karena kemarahannya ini, Haman berencana membunuh semua orang Yahudi di seluruh penjuru kekaisaran. Raja pun menyetujui rencana Haman. Dengan berdasar pada lemparan undian (yang dalam bahasa Akkadia disebut pūr dan bentuk plural di bahasa Ibrani disebut pūrīm), ia menetapkan bahwa pemusnahan Yahudi tersebut akan dilaksanakan akhir tahun, tepatnya pada tanggal tiga belas bulan Adar.

Baca juga: Pemahaman Anak Allah dalam Perspektif Alkitab dan Alquran

Singkat cerita, Mordecai meminta Esther untuk mengintervensi rencana Haman dalam memusnahkan orang-orang Yahudi. Pada titik ini, versi cerita terbagi menjadi dua, yang keduanya bertemu pada narasi bahwa Esther melibatkan dirinya sendiri, sebagai orang Yahudi, di dalam rencana pemusnahan Haman. Raja yang salah menginterpretasikan niat Haman dan melihat ancaman pada ratunya tersebut lalu memerintahkan agar Haman digantung di tiang gantungan. Tidak hanya itu, raja juga memberi izin pada Esther dan Mordecai untuk mengeluarkan dekrit di kekaisaran yang memungkinkan orang-orang Yahudi untuk membela diri terhadap musuh-musuhnya di tanggal tiga belas Adar. Dari peristiwa ini, sepuluh putra Haman terbunuh, begitu pun lebih dari 70.000 orang non-Yahudi. Untuk mengingat pembebasan Yahudi ini, hingga saat ini setiap tanggal tiga belas bulan Adar selalu diperingati sebagai perayaan Purim oleh orang Yahudi (Silverstein, 2018: 12-3).

Arina Al-Ayya
Arina Al-Ayya
Mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

artificial intelligence dan tantangan manusia sebagai khalifah

“Artificial Intelligence” dan Tantangan atas Eksistensi Manusia sebagai Khalifah

0
Kemajuan di bidang teknologi dan digital yang begitu pesat telah melahirkan era baru dalam sejarah peradaban umat manusia. Kecerdasan buatan atau yang biasa disebut...