Selama ini, buku-buku dalam kajian ulumul Qur’an yang dikenal dan dijadikan sebagai sumber referensi oleh para santri dan akademisi Indonesia adalah karya-karya ulama timur tengah. Namun, perlu diketahui, dalam negeri sendiri ternyata terdapat sosok kiai ‘alim asal Cianjur yang menulis tentang kitab dasar ilmu tafsir berbahasa Arab yakni Kitab al-Miftah ‘ala Tahrir Ushul al-Tafsir. Oleh karena itu, kiranya penting bagi penulis untuk memperkenalkan produk lokal tersebut kepada para pembaca sekalian.
Latar Belakang Penulisan
Karya yang berjudul al-Miftah ‘ala Tahrir Ushul al-Tafsir tersebut merupakan karya dari seorang Kiai asal Cianjur yang bernama lengkap Miftah ibn Ma’mun ibn Abdullah al-Martiy al-Syianjuriy. Dalam mukaddimah-nya, Kiai Miftah menyampaikan bahwa penulisan kitab tersebut bertujuan untuk membuat semacam ringkasan yang berguna untuk memudahkan dalam memahami dasar-dasar ilmu tafsir.
Karya tersebut diterbitkan oleh penerbit Dar al-Fikr dengan ketebalan kitab hanya mencapai 16 halaman. Kiai Miftah juga menyampaikan bahwa isi materi dalam kitab tersebut tidak lain hanyalah bersumber dari kutipan-kutipan dari kumpulan kitab mu’tabar (kredibel) para ulama, serta berdasarkan hasil taqrirat (keterangan) dari para masyayikh.
Baca juga: Petunjuk Al-Quran tentang Tiga Hal Untuk Memperkuat Keyakinan
Oleh karena itu, dengan rendah hati, Kiai Miftah menjelaskan bahwa apabila dalam kitab tersebut ditemukan kebenaran maka semua hal tersebut tidak lain berasal dari para ulama yang ia kutip tersebut. Namun, apabila ditemukan kesalahan maka hal tersebut murni berasal dari kelalaian penulis kitab itu sendiri.
Gambaran Umum Isi Pembahasan
Kiai Miftah menyampaikan dalam pendahuluan kitabnya, bahwa kitab tersebut tersusun atas tiga bagian pembahasan, yaitu mukaddimah, empat bab pembahasan utama, dan penutup. Sebelum menuju pembahasan utama, Kiai Miftah menguraikan terlebih dahulu dalam mukaddimahnya terkait penjelasan tentang definisi istilah-istilah dasar dalam ulumul Qur’an seperti istilah ushul al-tafsir, Al-Qur’an, Surat (jumlah dan macam-macam bentuk surat), dan Ayat.
Setelah menjelaskan definisi dari ragam istilah tersebut, Kiai Miftah menguraikan perihal lima permasalahan yang harus dipahami oleh setiap umat Islam, seperti larangan menafsirkan Al-Qur’an dengan hawa nafsu dan akal semata, larangan menulis Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa Arab, larangan terjemah harfiah dan lain sebagainya.
Lanjut menuju empat pembahasan utama, Kiai Miftah mengawalinya dengan pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan turunnya Al-Qur’an (fima Yarji’ ila al-Nuzul). Dalam bab pertama tersebut di dalamnya terbagi lagi menjadi tujuh tema pembahasan, yaitu (1) makkiy-madaniy, (2) hadhariy-safariy, (3) nahariy-lailiy, (4) firasyiy-naumiy, (5) shaifiy-syita’iy, (6) awwal ma nazala wa akhir ma nazala min al-qur’an, dan (7) ma’rifah sabab al-nuzul.
Baca juga: Uraian Lengkap Soal Terjemah Al-Quran dan Perbedaannya dengan Tafsir
Kemudian, pada bab kedua dari pembahasan utama, Kiai Miftah menguraikan di dalamnya perihal pembahasan yang memiliki sangkut paut dengan transmisi sanad (fima Yarji’ ila al-Sanad). Dalam bab kedua tersebut terdiri dari tiga tema pembahasan, yaitu (1) al-mutawatirah wa al-ahad wa al-syadz min al-qur’an, (2) al-qira’at al-waridah ‘an al-nabiy annahu qara’a biha, dan (3) fiman isytahara min al-shahabah wa al-tabi’in bi hifdz al-qur’an al-karim wa iqra’ihi.
Berikutnya, pada bab ketiga. Dijelaskan mengenai pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teks Al-Qur’an (fima Yarji’ ila al-Alfadh). Dalam pembahasan tersebut terurai lagi menjadi enam topik pembahasan, yaitu (1) al-gharib, (2) al-musytarak, (3) al-muradif, (4) al-haqiqah wa al-majaz, (5) al-tasybih, dan (6) al-kinayah. Dalam bab al-haqiqah wa al-majaz, Kiai Miftah menguraikan secara singkat terkait 30 bentuk majaz yang ditemukan dalam Al-Qur’an.
Pada bab keempat, diuraikan di dalamnya perihal pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan makna (fima Yarji’ ila al-Ma’ani). Dalam tema pembahasan tersebut, terbagi lagi menjadi enam topik pembahasan, yaitu (1) al-mantuq wa al-mafhum, (2) al-’aam wa al-khash, (3) al-nasikh wa al-mansukh, (4) al-muthlaq wa al-muqayyad, (5) al-mujmal wa al-mubayyan, dan (6) al-muhkam wa al-mutasyabbih.
Kiai Miftah menutup uraian pembahasan dalam kitabnya dengan memberikan bab terkahir yaitu penutup (khatimah). Dalam pembahasan terakhir tersebut, Kiai Miftah membahas perihal definisi dari istilah tafsir dan takwil. Kemudian ditutup dengan pembahasan empat tipologi bentuk tafsir Al-Qur’an.
Terdapat pembahasan yang menarik dalam kitab tersebut, terutama dalam pembahasan pembagian bentuk-bentuk tafsir. Kiai Miftah membagi membagi tipologi bentuk tafsir menjadi empat macam, yaitu:
-
al-Tafsir bi al-Tanzil
Kiai Miftah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bentuk tafsir al-tafsir bi al-tanzil adalah bentuk penafsiran Al-Qur’an yang berasal dari Al-Qur’an itu sendiri, atau biasa disebut dengan penafisran al-Qur’an bi al-Qur’an. Kemudian, terkait contohnya, ia menyebut bahwa Q.S. al-A’raf []: 22 merupakan ayat yang menafsirkan Q.S. al-Baqarah [2]: 27.
-
al-Tafsir bi al-Ma’tsur
Bentuk tafsir kategori kedua ini merupakan bentuk penafsiran Al-Qur’an yang menggunakan riwayat Hadis Nabi atau melakukan kutipan terhadap atsar dari sahabat Nabi yang berisi penjelasan terhadap sebuah ayat Al-Qur’an.
-
al-Tafsir bi al-Dirayah
Kiai Miftah mendefinisikan al-tafsir bi al-dirayah ini sebagai bentuk penafsiran yang berlandaskan pada pengetahuan yang dimiliki oleh seorang mufasir, atau dalam istilah lain bisa juga disebut sebagai bentuk tafsir bi al-ra’y (rasio).
-
al-Tafsir bi al-Isyarah
Istilah al-tafsir bi al-isyarah didefinisikan oleh Kiai Miftah sebagai kegiatan pentakwilan makna ayat Al-Qur’an dengan makna yang bukan makna lahirnya, karena adanya isyarat khusus yang diketahui oleh para penempuh jalan spiritual (salik) dan tasawuf.
Dari uraian pembagian bentuk tafsir tersebut, sisi yang menarik adalah adanya pemisahan antara bentuk penafsiran bi al-tanzil dengan bentuk penafsiran bi al-ma’tsur. Hal ini cukup unik menarik, mengingat dalam kitab-kitab ulumul Qur’an lainya, dua bentuk penafsiran tersebut dijadikan satu dalam satu bentuk tafsir yaitu tafsir bi al-ma’tsur.
Demikian kurang lebih paparan singkat tentang kitab al-Miftah ‘ala Tahrir Ushul al-Tafsir karya Kiai Miftah. Kitab tersebut sangatlah bermanfaat bagi para pengkaji Al-Qur’an, khususnya bagi pemula. Hal ini dikarenakan di dalamnya berisi pemaparan dasar-dasar pengetahuan ilmu tafsir yang dijelaskan secara ringkas dan mudah dipahami. Sehingga dapat dijadikan sebagai referensi awal dalam mengenal ilmu tafsir. Wallahu A’lam