BerandaKisah Al QuranLembaran Surah Taha dan Kisah Keislaman Umar bin Khattab

Lembaran Surah Taha dan Kisah Keislaman Umar bin Khattab

Umar bin Khattab adalah salah satu dari empat sahabat terdekat Nabi Muhammad saw (al-khulafa’ al-rasyidin). Sebagai umat Islam, kita tentu tidak asing dengan namanya, sosok yang terkenal dengan keberanian tiada tara dan yang menopang Islam di Mekah kala kaum Quraisy semakin gencar menggempur. Namun siapa sangka – dibalik citra sosok pemberani – kisah keislaman Umar berkaitan dengan lembaran surah Taha yang menggetarkan hatinya.

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang memiliki permusuhan kuat terhadap Islam dan kaum muslimin. Karena pada waktu itu, para bangsawan Arab – termasuk Umar – sangat tidak setuju dengan dakwah nabi Muhammad saw. Menurut mereka, beliau telah menyimpang dari ajaran nenek moyang dan berpotensi merusak tatanan masyarakat Arab.

Dalam pandangan Umar bin Khattab – sebagai salah satu pemuka Quraisy – nabi Muhammad saw telah memecah belah kaum Quraisy yang selama ini berada dalam keadaan damai dan beliau juga dianggap telah menghina agama serta tuhan-tuhan yang dipercaya oleh bangsa mereka. Oleh karena itu, nabi saw harus dihilangkan agar berbagai masalah itu terselesaikan. Namun atas izin Allah swt, ia malah beriman dan menjadi sosok pelindung Islam di Mekah.

Kisah Keislaman Umar bin Khattab Setelah Mendengar Surah Taha

Menurut Abdul Hasan ‘Ali al-Hasani dalam bukunya Sirah Nabawiyah, kisah keislaman Umar bin Khattab bermula ketika nabi Muhammad saw berdoa kepada Allah swt agar salah seorang dari pemuka bangsa Quraisy masuk Islam dan kehadirannya diharapkan dapat menopang kaum Muslimin di Mekah yang mayoritas berasal dari kalangan masyarakat biasa.

Dikisahkan, pada suatu malam Umar bin Khattab datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Nabi Muhammad saw. Pada waktu itu nabi saw sedang membaca surah al-Haqqah dan Umar yang mendengarnya lalu kagum dan berkata pada dirinya sendiri, “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.”

Kemudian Umar mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al-Qur’an bukan syair). Lantas ia berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.” Lalu ia mendengar Rasulullah membaca ayat 42 (yang menyatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan dukun). Akhirnya ia berkata, “Telah terbetik Islam di dalam hatiku.” Akan tetapi karena kuatnya fanatisme terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.

Pada suatu hari – setelah kehadiran nabi saw dianggap berbahaya – Umar keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah al-‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lelaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau ke mana engkau wahai Umar?” Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.”

Nu’aim lalu menuding Umar telah menipu diri sendiri, sebab saudara perempuan Umar, Fatimah binti Khattab dan anak pamannya, Sa’id bin Zaid sudah masuk Islam mengikuti ajaran Muhammad saw. Nu’aim berkata, “Jadi engkau harus mengurusi mereka lebih dulu.” Mendengar jawaban itu, Umar pun berbalik badan dan tak jadi ke bukit Shafa. Ia kemudian menuju kediaman adik perempuannya dengan perasaan marah dan malu.

Ketika sampai di rumah adiknya, Umar langsung masuk ke pekarangan dan sayup-sayup mendengar suara bacaan Al-Qur’an Fatimah, Sa’id dan Khabbab yang kebetulan juga ada di sana. Saat mengetahui bahwa yang datang Umar, Fatimah dan Sa’id menyembunyikan lembaran surah Taha. Umar sempat menanyakan suara bacaan yang dibaca Fatimah. Namun baik Fatimah mau pun Sa’id kompak menjawab tak ada suara apa-apa.

Tak puas dengan jawaban adik dan iparnya, Umar mencengkeram Sa’id sambil berkata, “Aku telah diberitahu bahwa kalian telah menjadi pengikut agama Muhammad.” Fatimah lantas bermaksud membela suaminya, namun ia malah mendapat pukulan dari Umar hingga berdarah. Umar menyesal telah memukul sang adik, lalu dengan suara tak lagi meninggi dia meminta agar Fatimah dan Sa’id menunjukkan lembaran surah Taha yang baru saja mereka baca.

Sang adik, Fatimah kemudian menjawab, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Oleh karenanya, mandilah terlebih dahulu wahai saudaraku!” Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil lembaran surah Taha yang ada pada adik perempuannya. Ketika membaca surah Taha, dia memuji dan memuliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah saw.

Ketika Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah saw pada malam Kamis, “Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.”

Berangkatlah Umar menuju rumah nabi Muhammad saw dengan membawa pedang. Ketika sampai di sana, ia mengetuk pintu dan menunggu jawaban dari dalam rumah. Salah seorang sahabat pada waktu itu menengoknya dari celah pintu dan segera memberitahu Rasulullah yang sedang berkumpul dengan sahabat lain bahwa Umar telah datang dengan membawa pedang.

Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, “Bukalah pintunya, kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedang.” Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya, “Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab.”

Seketika itu pula Umar ber-syahadat dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Berkenaan dengan keislaman Umar, Abdullah bin Mas’ud pernah berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.” Demikian kisah keislaman Umar bin Khattab yang mendapat hidayah berkat doa Rasulullah saw. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Iltifat Dhamir dalam Alquran

0
Alquran merupakan kitab suci dengan bahasa yang unik dan mengandung sastra tinggi. Salah satu keunikan tersebut adalah penggunaan iltifat. Ayat-ayat yang mengandung iltifat memiliki...