BerandaTafsir TematikSurat Al-‘Alaq Ayat 1-5: Allah Swt mengangkat Muhammad Saw Menjadi Rasul

Surat Al-‘Alaq Ayat 1-5: Allah Swt mengangkat Muhammad Saw Menjadi Rasul

Sebelum Allah Swt mengangkat Muhammad Saw menjadi rasul, beliau dikenal sebagai sosok yang terpuji, benar, jujur, amanah, sabar, pemalu, dan rendah hati. Bahkan bangsa Arab Mekah menjuluki beliau dengan sebutan “Al-Amin”, yakni orang yang dapat dipercaya. Hampir tidak ada orang Quraisy yang tidak mengetahui kemuliaan dirinya.

Selain terkenal karena kemuliaan sifatnya, Nabi Muhammad Saw juga dikenal sebagai seorang yang cerdas dan bijaksana. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa pengembalian Hajar Aswad pada tahun 25 SH, yakni saat beliau berumur 35 tahun. Pada waktu itu, kaum Quraisy berselisih paham tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya pasca renovasi Ka’bah akibat banjir.

Setelah melakukan perdebatan – yang hampir menumpahkan darah – kaum Quraisy sepakat bahwa yang berhak meletakkan Hajar Aswad adalah orang pertama yang memasuki Masjid Al-Haram dan ternyata orang tersebut adalah nabi Muhammad Saw. Mengetahui hal ini, kaum Quraisy menerimanya dengan ikhlas, karena Muhammad Saw terkenal sebagai orang mulia diantara mereka.

Namun mencenangkan, apa yang mereka lihat bukanlah kejadian nabi Muhammad Saw memindahkan Hajar Aswad secara langsung ke tempatnya, tetapi beliau meminta para pemuka kaum Quraisy untuk memegang setiap ujung sebuah selendang. Kemudian beliau meletakkan Hajar Aswad di atas selendang tersebut dan para pemuka kaum Quraisy mengangkatnya secara bersama-sama. Barulah nabi Muhammad Saw meletakkan Hajar Aswad ke tempat semestinya.

Baca Juga: Maulid Nabi Muhammad SAW, Ini Tiga Artikel Refleksi Peringatan Kelahiran Baginda Rasulullah

Jauh sebelum Allah Swt mengangkat Muhammad Saw menjadi rasul, Beliau memiliki kebiasaan ber-khalwat, yakni menyendiri untuk meresapi hakikat kehidupan dan memikirkan persoalan kehidupan manusia. Nabi Muhammad melakukan hal ini akibat berbagai kegundahan, kegelisahan, dan kecemasan atas realitas sosial masyarakat Mekah kala itu yang sudah melampaui batas.

Ketika memasuki usia 40 tahun, nabi Muhammad Saw semakin memupuk kegemaran mengasingkan diri (uzlah) dan menyendiri (ikhtila) di gua Hira. Tak jarang beliau berada di sana selama berhari-hari bahkan berpuluh-puluh malam. Jikalaupun beliau kembali ke rumah, biasanya hanya untuk sekedar menyambangi istri beliau, yakni Khadijah ra dan mengambil bekal baru untuk ber-uzlah kembali.

Surat Al-‘Alaq Ayat 1-5: Bukti Pengangkatan Muhammad Saw Sebagai Rasul

Nabi Muhammad Saw senantiasa melakukan ritual tersebut – uzlah dan ikhtila – hingga turun kepadanya wahyu pertama Al-Qur’an, yakni Surah Al-‘Alaq Ayat 1-5. Menurut mayoritas ulama, ayat ini merupakan bukti peresmian bahwa Allah Swt mengangkat Muhammad Saw menjadi rasul melalui perantara malaikat Jibril as yang membawa wahyu tersebut.

Meskipun demikian, menurut Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir nabi Muhammad Saw telah menjadi nabi sebelum Surah Al-‘Alaq Ayat 1-5, yakni melalui mimpi (al-rukyah al-shadiqah). Sedangkan Surah Al-‘Alaq Ayat 1-5 adalah peresmian beliau sebagai rasul. Pendapat ini diperkuat oleh pandangan imam al-Baihaqi yang mengatakan bahwa Muhammad Saw telah diangkat menjadi nabi pada bulan Rabiul Awal atau 6 bulan sebelum peristiwa gua Hira.

Dengan demikian, sebelum turunnya Surah Al-‘Alaq Ayat 1-5 telah ada komunikasi ilahi kepada nabi Muhammad Saw. Menurut Ibnu Hajar al-‘Ashqalani wahyu atau komunikasi ilahi lewat mimpi-mimpi ini berfungsi sebagai persiapan mental bagi beliau dalam menerima wahyu-wahyu berikutnya, yakni melalui perantara malaikat Jibril yang datang dalam keadaan terjaga (sadar).

Penjelasan peristiwa wahyu pertama dan turunnya Surah Al-‘Alaq Ayat 1-5 di atas sebagai bukti Allah Swt mengangkat Muhammad Saw sebagai rasul tercatat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Aisyah ra berkata, “Wahyu yang diterima Rasulullah dimulai dengan suatu mimpi yang benar (al-rukyah al-shadiqah). Dalam mimpi itu beliau menglihat cahaya terang laksana fajar menyingsing di pagi hari….”

Dikisahkan, kemudian beliau pergi untuk melakukan khalwat (uzlah). Beliau melakukan khalwat di gua Hira selama beberapa malam, lalu pulang ke rumah kepada keluarganya (Khadijah) untuk mengambil bekal. Ketika beliau kembali ke gua Hira akhirnya turunlah wahyu Allah Sawt, yakni Surah Al-‘Alaq Ayat 1-5 yang disampaikan oleh malaikat Jibril dalam bentuk aslinya.

Baca Juga: Maulid Nabi Muhammad SAW dan Pengangkatan Martabat Perempuan

Selepas menerima wahyu tersebut, nabi Muhammad Saw kemudian pulang ke rumah menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid ra, dalam keadaan gemetar dan ketakutan. Khadijah yang melihat keadaan nabi sedemikian rupa – padahal sebelumnya tidak pernah terjadi – kemudian menyelimuti baginda nabi Saw dan mencoba menenangkan beliau.

Setelah itu, barulah nabi Muhammad Saw menceritakan peristiwa apa yang terjadi di gua Hira, bahwa ia telah didatangi seorang malaikat yang membawa wahyu Allah Swt. Mendengar cerita suaminya, Khadijah langsung percaya dan mengimani dirinya, sebab suaminya itu sejak kecil terkenal sebagai seorang pria jujur. Ia yakin bahwa suaminya telah dipilih oleh Allah Swt untuk menjadi rasul bagi umat manusia.

Untuk mengetahui info lebih lanjut mengenai peristiwa ini, Khadijah kemudian mengajak nabi Saw menemui pamanya, Waraqah bin Naufal, seorang yang beragama Nashrani dan pernah menyalin kitab Injil berbahasa Ibrani. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai paman, dengarkan kemenakanmu ingin bercerita sesuatu kepadamu agar engkau memberikan pendapat tentangnya.”

Waraqah menjawab, “Wahai anak saudaraku, apakah gerangan yang telah menimpa dirimu.” Kemudian nabi Muhammad Saw bercerita mengenai hal yang dialaminya. Lalu Waraqah berkata, “Itu adalah malaikat yang pernah turun kepada nabi Musa. Seandainya aku masih hidup dan masih kuat, pastilah aku akan menolongmu, karena engkau akan diusir oleh kaummu nanti.”

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 56: Perintah Bershalawat Kepada Nabi Muhammad Saw

Rasulullah Saw kemudian balik bertanya, “Akankah mereka mengusirku?” “Ya,” jawab Waraqah secara singkat. Ia juga berkata, “Tak seorangpun yang mengalami apa yang engkau alami ini, kecuali dimusuhi oleh orang-orang jahil (bodoh). Dan kalau saja aku ini masih hidup pada saat pengusiranmu itu, pastilah aku akan menolongmu.” Kata-kata tersebut ia ucapkan dengan penuh keyakinan. Namun naas, tak berselang lama setelah peristiwa ini, ia kembali ke hadirat Allah Swt.

Setelah mendengarkan penuturan Waraqah, nabi Muhammad dan Khadijah tersadar bahwa ini akan menjadi suatu peristiwa yang sangat besar dan akan menggoncangkan dunia Arab. Di sisi lain, Nabi Muhammad Saw juga menjadi lebih yakin bahwa Allah Swt telah mengangkat dirinya sebagai rasul bagi seluruh umat manusia dan akan mengemban amanat agung, yakni agama Islam. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...