Allah Swt menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-sebaiknya (mendekati sempurna). Manusia memiliki dua dimensi utama, yakni jasad dan roh. Keduanya saling terkait dan saling mengikat antara satu sama lain. Selain itu, manusia juga diberi akal dan nafsu yang dibutuhkan untuk kehidupan mereka. Nafsu ini bermacam-macam bentuknya, ada yang baik dan ada yang jahat. Berikut ini penjelasan macam-macam bentuk nafsu menurut Al-Quran
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Asbab al-Takhallush Min al-Hawa menyebutkan bahwa “hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginan.” Ibnu Rajab juga menjelaskan tentang hawa nafsu ini. Menurutnya, “terkadang hawa nafsu juga digunakan untuk menyebutkan cinta atau kecondongan kepada kebenaran dan selainnya.”
Sedangkan menurut Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi menjelaskan bahwa nafsu itu adalah bergabungnya ruh dengan jasad. Dua entitas ini mewujudkan suatu keinginan yang memiliki berbagai kecondongan, baik maupun buruk. Ia berkata, “Apabila ruh bergabung dengan jasad, itulah nafsu, dan lahirlah kehidupan yang diliputi kebaikan dan keburukan.”
Baca Juga: Mutawalli As-Sya’rawi: Mufasir Kontemporer dari Mesir
Dalam Al-Qur’an, kata yang merujuk kepada makna nafsu setidaknya disebutkan sebanyak 9 kali, yakni pada QS. Ali Imran [3]: 39, QS. An-Nisa [4]: 135, QS. Al-Maidah [5]: 30, QS. Yusuf [12]: 53, QS. Taha [20]: 96, QS. Al-Ahzab [33]: 32, QS. Sad [38]: 26, QS. Al-Jasiyah [45]: 23, dan QS. An-Naziat [79]: 40. Sebagian besar ayat tersebut menunjukkan bahwa nafsu mendorong kepada keburukan.
Meskipun demikian, jika ayat-ayat Al-Qur’an di atas dicermati dengan baik, sebenarnya nafsu – yang sering berkonotasi negatif dalam pandangan manusia – memiliki beragam bentuk. Macam-macam bentuk nafsu ini memiliki nama-nama tersendiri sesuai dengan sifat dan kecenderungannya. Berikut penjelasan secara singkat mengenai macam-macam bentuk nafsu menurut Al-Qur’an:
- Nafsu Ammarah bi as-su’
Bentuk nafsu yang pertama adalah nafsu ammarah yang selalu mendorong manusia kepada pelanggaran dan kejahatan. Nafsu ini memiliki beberapa karakter seperti bakhil, dengki, bodoh, sombong, marah, cinta yang berlebihan, senang melakukan perkara jelek atau hina. Nafsu ammarah jika tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan pemiliknya berbuat dosa.
Allah Swt berfirman:
۞ وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٥٣
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf [12]: 53)
Baca Juga: Tinggalkan Rebahan, Mari Produktif di Tengah Pandemi: Tafsir Surat Al-Asr Ayat 1-3
- Nafsu Lawwamah
Bentuk nafsu yang kedua adalah nafsu lawwamah yang mengingatkan, menggugah, mengoreksi, dan menyalahkan perbuatan buruk. Nafsu ini disebut lawwamah karena sering mencela pemiliknya sebab ia telah melakukan kesalahan, baik dosa besar, dosa kecil, ataupun meninggalkan perintah Allah Swt yang bersifat wajib atau anjuran.
Akibatnya, jika seseorang terlalu mendengarkan nafsu lawwamah, maka ia akan menyesal, menyalahkan diri secara berlebih-lebihan dan merasa jauh dari rahmat Allah Swt. Padahal rahmat Allah Swt senantiasa melingkupi hamba-Nya dan Dia memerintahkan setiap hamba-Nya untuj tidak berputus asa apapun yang terjadi. Nafsu ini memiliki karakter khusus, yakni menyesal, mengikuti keseanangan, menipu, menggunjing, riya, zalim, lupa, dan ujub.
Allah Swt berfirman:
وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ٢
“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah [75]: 2)
- Nafsu Muthmainnah, Radhiyah dan Mardhiyah
Bentuk nafsu ketiga adalah nafsu muthmainnah yang tentang dan tentram. Nafsu ini senantiasa menyuruh pemiliknya untuk berbuat kebaikan dan taat kepada Allah Swt. nafsu muthmainnah memiliki karakter pemberi, tawakal, suka beribadah (menghamba dengan penuh keikhlasan), suka bersyukur, ridha dengan segala ketetapan Allah Swt, dan takut kepada-Nya.
Saya menyebutkan nafsu muthmainnah, radhiyah dan mardhiyah secara bersamaan, karena nafsu radhiyah dan mardhiyah adalah tingkatan selanjutnya dari nafsu muthmainnah, yakni nafsu muthmainnah yang telah diterima Allah Swt. Alasan lain adalah karena Allah Swt menyebutkannya dalam konteks ayat yang sama. Dengan kata lain, ketiganya merupakan entitas yang sama, akan tetapi memiliki posisi dan waktu yang berbeda.
Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ٢٧ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ ٢٨
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya.” (QS. Al-Fajr [89]: 27-28)
Menurut Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi macam-macam bentuk nafsu yang disebutkan penulis di atas memiliki periodesasi yang berbeda, yakni di Dunia dan akhirat. Beliau berkata, “Nafsu ammarah, lawwamah, dan muthmainnah berkaitan dengan Allah Swt dalam kehidupan dunia. Sedangkan nafsu radhiyah dan mardhiyah berkaitan dengan kehidupan akhirat.”
Terakhir (sebagai catatan bagi pembaca), sekalipun nafsu ammarah dan lawwamah memiliki kecondongan yang mampu membuat pemiliknya kepada keburukan dan kejahatan, namun bukan berarti keduanya dimusnahkan dan disirnakan. Karena tanpa keduanya memiliki keunggulan khusus pada aspek tertentu. Agama Islam hanya mengajarkan pemeluknya agar tidak dikendalikan kedua nafsu tersebut secara membabi buta. Mereka harus mengontrolnya dengan baik melalui bantuan nafsu muthmainnah. Dengan demikian, manusia dapat hidup secara proporsional.
Wallahu A’lam.