Pada tulisan sebelumnya sudah dibahas maqashid Al-Quran dari ayat perang yang pertama, yaitu Hifz al-Din wa Tathwir Wasailih (mempertahankan agama dan mengembangkan segala sarana untuk kemajuan agama). Di artikel ini akan dilanjutkan pada maqashid Al-Quran dari ayat perang yang kedua, hifz al-Aql wa tatwiruh (mengembangkan kemampuan akal dengan baik).
Dari konsep-konsep maqashid Al-Quran yang ada, penulis menawarkan tujuh poin utama: lima bagian disintesakan dari maqashid al-shariâah yaitu al-din, al-nafs, al-âaql, al-âirdh, dan al-mâl, ditambah dengan dua poin lain: al-huquq al-insaniyah dan âimarat al-âalam. Ketujuh maqshid tersebut tidak  cukup dengan hanya di-idafah-kan kepada term hifz sebagaimana yang dikenal dalam ilmu maqashid al-sharĂŽâah. Â
Kata hifz lebih menonjolkan sisi pasif dan bukan aktif. Sedangkan perkembangan dunia saat ini tentunya menuntut manusia untuk bergerak aktif dan bukan hanya menjadi pribadi yang pasif dan menunggu apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penulis mempertimbangkan gagasan Jasser Audah yang menawarkan term development  atau tathwir untuk menyandingi term hifz dengan menerapkan teori sistem.
Baca Juga:Â Maqashid Al-Quran dari Ayat-Ayat Perang [1]: Mempertahankan Agama Tidak Selalu Harus dengan Kekerasan
Ayat-ayat yang digunakan sebagai contoh di sini masih sama, yaitu ayat perang yang tersebar surat at-Tawbah ayat 5, 29, 36 dan 41, di samping itu juga berlaku untuk ayat-ayat yang bertema sama.
- Surat at-Tawbah [9]: 5
ŮŮاŮذŮا اŮŮŘłŮŮŮ؎٠اŮŮاŮŘ´ŮŮŮع٠اŮŮŘŮŘąŮŮ Ů ŮŮاŮŮŘŞŮŮŮŮا اŮŮŮ ŮŘ´ŮŘąŮŮŮŮŮŮŮ ŘŮŮŮŘŤŮ ŮŮŘŹŮŘŻŮŘŞŮŮŮ ŮŮŮŮŮŮ Ů ŮŮŘŽŮذŮŮŮŮŮŮ Ů ŮŮاŘŮŘľŮŘąŮŮŮŮŮŮ Ů ŮŮاŮŮŘšŮŘŻŮŮŮا ŮŮŮŮŮ Ů ŮŮŮŮŮ Ů ŮŘąŮŘľŮŘŻŮŰ ŮŮاŮŮŮ ŘŞŮابŮŮŮا ŮŮاŮŮŮا٠ŮŮا اŮŘľŮŮŮٰŮŘŠŮ ŮŮاٰتŮŮŮا اŮزŮŮŮٰŮŘŠŮ ŮŮŘŽŮŮŮŮŮŮا ŘłŮبŮŮŮŮŮŮŮŮ ŮŰ Ř§ŮŮŮ٠اŮŮŮٰŮŮ ŘşŮŮŮŮŮع٠عŮŮŘŮŮŮŮ Ů
âApabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.â
- Surat at-Tawbah [9]: 29
ŮŮاتŮŮŮŮا اŮŮŮذŮŮŮŮŮ ŮŮا ŮŮؤŮŮ ŮŮŮŮŮŮ٠بŮاŮŮŮٰŮŮ ŮŮŮŮا بŮاŮŮŮŮŮŮ٠٠اŮŮاٰ؎Ůع٠ŮŮŮŮا ŮŮŘŮŘąŮŮŮ ŮŮŮŮŮ Ů Ůا ŘŮŘąŮŮ٠٠اŮŮŮٰŮŮ ŮŮŘąŮŘłŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮŮا ŮŮŘŻŮŮŮŮŮŮŮŮŮ ŘŻŮŮŮŮ٠اŮŮŘŮŮŮŮ Ů ŮŮ٠اŮŮŮذŮŮŮŮ٠اŮŮŮŘŞŮŮا اŮŮŮŮتٰب٠ŘŮŘŞŮٰ٠ŮŮŘšŮءŮŮا اŮŮŘŹŮزŮŮŮŘŠŮ ŘšŮŮŮ ŮŮŮŘŻŮ ŮŮŮŮŮ٠٠ؾٰغŮŘąŮŮŮŮŮ ŕŁ
âPerangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.â
- Surat at-Tawbah [9]: 36
ŮŮŮŮاتŮŮŮŮا اŮŮŮ ŮŘ´ŮŘąŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮاۤŮŮŮŘŠŮ ŮŮŮ Ůا ŮŮŮŮاتŮŮŮŮŮŮŮŮŮŮ Ů ŮŮاۤŮŮŮŘŠŮ ŰŮŮاؚŮŮŮŮ ŮŮŮŮا اŮŮŮ٠اŮŮŮٰŮŮ Ů Ůؚ٠اŮŮŮ ŮŘŞŮŮŮŮŮŮŮŮ
â….dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.â
- Surat at-Tawbah [9]: 41
اŮŮŮŮŮŘąŮŮŮا ŘŽŮŮŮاŮŮا ŮŮŮŘŤŮŮŮاŮŮا ŮŮŮŘŹŮاŮŮŘŻŮŮŮا بŮاŮŮ ŮŮŮاŮŮŮŮŮ Ů ŮŮاŮŮŮŮŮŘłŮŮŮŮ Ů ŮŮŮŮ ŘłŮبŮŮŮŮ٠اŮŮŮٰŮŮ ŰذٰŮŮŮŮŮ Ů ŘŽŮŮŮع٠ŮŮŮŮŮ٠٠اŮŮŮ ŮŮŮŮŘŞŮŮ Ů ŘŞŮŘšŮŮŮŮ ŮŮŮŮŮ
âBerangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.â
Baca Juga:Â Tafsir Tarbawi: Beruntunglah Bagi Mereka yang Menjadi Pakar di Bidangnya
Hifz al-âAql wa Tathwiruh
Maqashid Al–Quran yang kedua adalah agar manusia bisa mengembangkan kemampuan akalnya dengan baik. Pencapaian akal yang baik harus didukung dengan pengembangan berbagai ilmu pengetahuan dan menarik âibrah dari perjalanan sejarah manusia. Dalam banyak ayat, Al-Quran memberikan apresiasi kepada mereka yang menjaga dan menggunakan akalnya dengan baik. Seperti pada ayat:
 ŮŮŘąŮŮŮؚ٠اŮŮŮٰŮ٠اŮŮŮذŮŮŮŮ٠اٰ٠ŮŮŮŮŮا Ů ŮŮŮŮŮŮ ŮŰ ŮŮاŮŮŮذŮŮŮŮ٠اŮŮŮŘŞŮŮا اŮŮŘšŮŮŮŮ Ů ŘŻŮŘąŮ؏ٰتŮŰ ŮŮاŮŮŮٰŮ٠بŮŮ Ůا ŘŞŮŘšŮŮ ŮŮŮŮŮŮŮ ŘŽŮبŮŮŮŘąŮ
âAllah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakanâ. (QS. Al- Mujadilah [58]: 11).
Menggunakan akal sehat merupakan perintah atas semua umat Muslim dalam segala keadaan. Akal sehat juga dibutuhkan ketika mengontekstualisir ayat Al-Quran, termasuk ayat perang dengan masanya dan juga masa kini. Aktivitas ini  penting  untuk  menjadikan Al-Quran muâashir li nafsih,  wa muâashir lana fĂŽ al-waqt dhatih. Hal ini disampaikan oleh al-Jabiri dalam Madkhal Ila Al-Quran al-Karim. Menafikan akal dalam proses mendialogkan antara teks dan realita sama artinya dengan menafikan salah satu spirit dari tujuh semangat maqashid Al-Quran.
Dalam konteks keindonesiaan, mengadopsi begitu saja perintah âradikalâ yang terekam dalam ayat perang, berarti âmembunuhâ akal itu sendiri. Tipologi masyarakat Indonesia yang âcepat panasâ dan âsuka dipujiâ seharusnya lebih harus diperhatikan dalam proses penafsiran ayat-ayat tersebut.
Dalam menghadapi masyarakat dengan tipe demikian sejatinya juga telah diakomodir oleh salah satu diksi yang dicontohkan Al-Quran dalam berkomunikasi dengan penganut agama lain dalam ayat:
ŮŮŮŮ Ů ŮŮŮ ŮŮŮŘąŮزŮŮŮŮŮŮ Ů Ů ŮŮŮ٠اŮŘłŮŮ٠ٰŮٰت٠ŮŮاŮŮاŮŘąŮŘśŮŰ ŮŮŮ٠اŮŮŮٰŮŮ ŰŮŮاŮŮŮŮا٠اŮŮ٠اŮŮŮŮاŮŮŮ Ů ŮŮŘšŮŮٰ٠ŮŮŘŻŮ٠اŮŮŮ ŮŮŮŮ ŘśŮŮٰŮŮ Ů ŮŮبŮŮŮŮŮ () ŮŮŮŮ ŮŮŮا ŘŞŮŘłŮŮŮŮŮŮŮŮŮŮ ŘšŮŮ ŮŮا٠اŮŘŹŮŘąŮŮ ŮŮŮا ŮŮŮŮا ŮŮŘłŮŮŮŮŮŮ ŘšŮŮ ŮŮا ŘŞŮŘšŮŮ ŮŮŮŮŮŮŮ () ŮŮŮŮ ŮŮŘŹŮŮ Ůؚ٠بŮŮŮŮŮŮŮا ŘąŮبŮŮŮŮا ŘŤŮŮ ŮŮ ŮŮŮŮŘŞŮŘ٠بŮŮŮŮŮŮŮا بŮاŮŮŘŮŮŮŮŰ ŮŮŮŮŮ٠اŮŮŮŮŘŞŮŮاŘ٠اŮŮŘšŮŮŮŮŮŮ Ů
âKatakanlah: âSiapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?â Katakanlah: âAllahâ, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: âKamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang amal yang kamu perbuatâ. Katakanlah: âTuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahuiâ. (QS. Sabaâ [34]: 24-26).
Baca Juga:Â Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran
Jika kita perhatikan lebih saksama, ayat tersebut mengajarkan bagaimana seharusnya memilih diksi yang tepat dalam mengomunikasikan tentang Islam kepada non-Muslim. Tentunya proses seleksi untuk menentukan diksi yang tepat di antaranya menggunakan pertimbangan akal.
Kandungan ayat tersebut menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah seakan mengajarkan kita untuk berkata: âMungkin kami yang benar, mungkin pula kamu; mungkin kami yang salah, mungkin pula kamu. Kita serahkan saja kepada Tuhan untuk memutuskannyaâ. Ungkapan yang tentu saja âlebih sopanâ dibanding dengan: âKamilah yang benar, dan kamu sekalianlah yang sesatâ.
Kesimpulan ini ditarik dari pemilihan kata ajramna yang berarti pelanggaran-pelanggaran untuk mendeskripsikan ajaran agama Islam, dan justru penggunaan kata taâmalun yang berarti amal baik untuk menjelaskan keyakinan orang-orang non-Muslim. Allah sama sekali tidak mengajarkan kita untuk menggunakan kata âdosaâ atau pun âpelanggaranâ ketika menunjukkan eksistensi kaum non-Muslim demi menghindari apriori terhadap Islam juga untuk menjaga perasaan mereka.
Hal ini bukan berarti bahwa kita menganggap agama kita sebagai ajaran yang salah. Tapi merupakan sebuah etika ketika berhadapan dan berkomunikasi kepada âyang lainâ tentang perbedaan yang ada. Dalam konteks pribadi, mengimani agama Islam sebagai agama yang benar adalah sebuah keharusan, karena keimanan mutlak didasari oleh keyakinan akan kebenaran.
Namun demikian, mengekspos keyakinan pribadi tersebut dengan mendiskreditkan mereka yang berbeda keyakinan bukanlah pilihan bijak dalam komunikasi antaragama. Kita bebas memuji agama kita âdi dalamâ, dan di saat yang sama kita diajarkan untuk tidak berlebihan dalam memaksakannya âke luarâ. Memperkenalkan the polite Islam, justru menjadi sebuah pilihan bijak dalam proses dakwah masa kini.
Dengan demikian, menderadikalisir ayat-ayat âradikalâ layak untuk dipertimbangkan khususnya dalam ranah tafsir Nusantara untuk Indonesia yang berkemajuan.
Wallahu A’lam

















