Beberapa hari yang lalu dunia maya sempat dihebohkan dengan perseteruan beberapa orang di dalam masjid. Mereka memperdebatkan salat dengan memakai masker di dalam masjid. Argumen dilontarkan, Salah satu ayat al-Qur’an yang dikutip adalah surah Ali Imran ayat 96 berbunyi faman dakhalaku kana aminan dan menjelaskan bahwa orang yang masuk dalam masjid aman.
Terlepas dari kontroversi perdebatan tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk “dikomentari”. Pertama, penggalan ayat fa man dakhalaku kana aminan sebenarnya berada dalam surah Ali Imran ayat 97 bukan 96 dengan redaksi wa man dakhalahu kana aminan. Menggunakan huruf waw dalam lafadz wa man, bukan menggunakan huruf fa.
Sejauh pendengaran penulis, dalam vidio tersebut “sepertinya” beliau membacanya dengan huruf fa, menjadi fa man dakhalahu kana aminan. Ingat, ini “sepertinya” jadi mungkin saja beliau benar melafadzkan, dan saya yang salah dalam mendengarkannya.
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Itikaf Tidak di Masjid?
Kedua, saya tertarik untuk membahas penafsiran ulama mengenai penggalan ayat tersebut. Namun sebelumnya mari kita lihat redaksi lengkap dari surah Ali Imran ayat 97 :
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Menurut Abu fida’ Ibn Kathir dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim atau yang biasa dikenal dengan tafsir Ibn Kathir, penggalan ayat wa man dakhalahu kana aminan merujuk kepada haram Makkah, sebagaimana keterangan dalam tafsirnya :
وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً يَعْنِي حَرَمُ مَكَّةَ إِذَا دَخَلَهُ الْخَائِفُ يَأْمَنُ مِنْ كُلِّ سُوءٍ وقوله تعالى:
Hal senada juga dijelaskan Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah. Menurutnya makna penggalan ayat wa man dakhalahu kana aminan (barangsiapa memasukinya menjadi amanlah dia) dengan “yakni siapapun yang masuk dan berkunjung ke Ka’bah atau masuk ke dalam masjid di mana Ka’bah itu berada, dia tidak boleh diganggu, karena Allah menghendakai agar siapa pun yang mengunjunginya dengan tulus,merasa tenang dan tenteram, terhindar dari rasa takut terhadap segala macam gangguan lahir dan batin”
Sementara itu dalam Tafsir al-Baghawi terdapat keterangan yang sedikit berbeda mengenai “keamanan” yang dimaksud dalam penggalan ayat ini. Beliau menulis salah satu pendapat ulama yang menyatakan:
وَمَنْ دَخَلَهُ مُعَظِّمًا لَهُ مُتَقَرِّبًا إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كَانَ آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْعَذَابِ.
Barang siapa yang masuk ke Makkah, mengangungkannya dan bertaqarub kepada Allah Azza wa Jalla maka ia aman dari siksa pada hari kiamat.
Meskipun berbeda dalam menjelaskan “keamanan” dalam penggalan ayat tersebut, namun al-Baghawi tetap sama dalam memahami bahwa ayat tersebut bicara mengenai Makkah/Ka’bah secara khusus. Bahkan al-Baghawi dalam menjelaskan makna ayat ini juga mengutip ayat “rabbi ij’al hadha baladan amina” (surah Ibrahim ayat 35) yang merupakan do’a Nabi Ibrahim untuk Makkah. Semakin jelas bahwa ayat ini memang bicara tentang Makkah atau kota yang di dalamnya terdapat Ka’bah/baitullah.
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Non-Muslim Masuk ke Masjidil Haram?
Sebab menurut al-Maraghi, surah Ali Imran ayat 96-97 merupakan bantahan terhadap ahlu kitab yang menganggap bahwa Bait al-Muqaddas lebih utama dibandingkan dengan Ka’bah. Anggapan ini mereka utarakan karena “kecewa” dengan perubahan kiblat umat Islam dari Bait Muqadas ke Bait al-Haram.
Sehingga mereka membangun berbagai macam argumentasi untuk menyakinkan bahwa Bait al-Muqadas lebih utama dibanding Ka’bah dan lebih “berhak” menjadi kiblat. Keyakinan dan “propaganda” mereka ini kemudian dibantah oleh Allah melalui dua ayat tersebut.
Dengan demikian, sekali lagi ayat ini sebenarnya sedang membicarakan kota Haram Makkah secara khusus, bukan masjid secara umum. Sehingga kurang tepat kiranya jika ayat ini dijadikan argumentasi bahwa orang yang masuk masjid, akan aman (dari wabah penyakit). Wallahu a’lam bi shawab.