BerandaUlumul QuranMelacak Sumber Angka 6666 dalam Penghitungan Ayat Al-Quran

Melacak Sumber Angka 6666 dalam Penghitungan Ayat Al-Quran

Meski sudah terlanjur populer di masyarakat Indonesia sebagai jumlah ayat Al-Quran, tak ada literatur ulum Al-Quran secara umum maupun referensi ilmu ‘add al-ây (penghitungan ayat al-Quran) secara khusus yang menyebutkannya. Ada riwayat Ibnu Abbas yang disebutkan oleh kitab al-Itqan karya as-Suyuthi (w. 911 H) dan at-tahrir wa at-tanwir karya Ibn Asyur (w. 1973 M) itu pun berjumlah 6616 ayat, tidak sampai mencapai 6666.

Sebenarnya dari mana sumber 6666 itu. Apakah angka tersebut memiliki riwayat yang valid dalam ilmu-ilmu ke-Al-Quran-an. Mari kita coba tracking sumber datanya. Baik melalui pelacakan literatur yang muda hingga yang tua.

Pertama Tafsir al-Munir fî al-‘Aqîdah wa asy-Syarî’ah wa al-Manhaj karya Wahbah az-Zuhaili (w. 2015 H), meski mencamtumkan angka 6666 ayat dan rincian angka tema bahasannya, tapi tak ada sandaran riwayatnya. Apalagi dibarengi data angka madzhab Kufah, 6236 ayat. Pun ditambah kitab ini muncul belakangan ketimbang popularitas 6666 ayat dan belum memiliki keterpengaruhan secara massif di bumi Indonesia.

Kedua, Nihâyah az-Zain karya Nawawi al-Jawi (w. 1316 H) meski bergenre fikih, kitab ini mencamtumkan data-data unik nan langka khas ala ulama produktif asal Banten ini. Cakupan 6666 ayat tersebut dipreteli dan dibagi seribuan dengan tema tertentu hingga genap angka 6666. Bisa jadi kitab inilah yang banyak mempengaruhi persepsi penghitungan ayat bagi masyarakat Indonesia, mengingat karya-karya Nawawi al-Jawi (w. 1316 H) menjadi best seller dan bak sego-jangan bagi para santri di Nusantara. Sayangnya data yang dicantumkan di dalamnya tanpa catatan kaki.

Baca juga: Belajar dari Sikap Nabi Yusuf As. dalam Menyikapi Hoaks, Perhatikan Surah Yusuf Ayat 26 dan 29

Ketiga, Hâsyiyah ash-Shâwî ‘alâ Tafsîr al-Jalalain karya Ahmad ash-Shawi (w. 1241 H), seorang ulama Mesir yang bermadzhabkan Maliki dan bertarekatkan Khalwatiyah. Meski tergolong literatur tafsir, karya yang mengomentari Tafsir al-Jalalain ini hanya menyebutkan bilangan saja dalam Mukadimah kitab, tanpa adanya footnote rujukan. Meski yang laris di persada Nusantara adalah tafsir al-Jalalain, komentar-komentar Hâsyiyah ash-Shâwî menjadi andalan rujukan para pengampu kajian tafsir ringkas tersebut. Secara tidak langsung Hâsyiyah ash-Shâwî punya sumbangsih besar dalam memasyarakatkan angka 6666 di Indonesia.

Keempat, Nihâyah al-Îjâz fî Sîrah Sâkin al-Hijâz karya ath-Thahthâwi (w. 1290 H). Buku bergenre sejarah ini melaporkan data angka 6666 dengan mencamtumkan rujukan nama Abû Ishâq ats-Tsa’labî (w. 427 H) tanpa catatan nama buku. Padahal ats-Tsa’labî (w. 427 H) tercatat mempunyai kitab tafsir al-Kasyf wa al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân dan buku ‘Arâis al-Majâlis tentang sejarah para nabi, namun data 6666 ini belum ditemukan di dua buku tersebut.

Lalu rincian data 6666 dalam Nihâyah al-Îjâz sama persis dengan uraian az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir. Anehnya ada perbedaan rincian data mereka berdua yakni 100 ayat berisikan tasbih-tahlil doa dan 66 ayat nasikh-mansukh dengan data milik Nawawi al-Bantani yaitu 100 ayat nasikh mansukh dan 66 ayat dzikir dan doa.

Kelima dan keenam, dua kitab fikih Hanafi yang bernama Hâsyiyah ‘alâ Marâqî al-Falâh Syarh Nûr al-Îdhâh karya Ahmad Thahthawi (w. 1231 H) dan Tabyîn al-Haqâiq Syarh Kanz ad-Daqâiq karya az-Zaila’i (w. 743 H). Dua literatur ini punya tiga kesamaan. Sama-sama buku bergenre fikih madzhab Hanafi. Sama-sama mengurai angka 6666 dengan rincian yang sama persis dengan az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir. Terakhir sama-sama menisbatkan data ini kepada buku yang bernama al-Kasysyâf tanpa menyebutkan nama penulisnya. Meski secara otomatis otak kita langsung tertuju pada sebuah tafsir mahakarya az-Zamakhsyari (w. 538 H). Namun data yang menunjuk angka 6666 tidak ditemukan di sana.

Ketujuh, Ghidzâ‘ al-Albâb Syarh Manzhûmah al-Âdâb karya As-Safârînî (w. 1188 H). Buku tentang asupan jiwa dan menata hati ini memang menyebutkan data angka 6666 saja. Tapi tanpa menafikan adanya pendapat lainnya.

Baca juga; Tafsir Surah Yasin Ayat 41-42: Ketika Manusia Terselamatkan dari Banjir Bandang

Kedelapan, Kasysyâf Ishthilâhât al-‘Ulûm wa al-Funûn karya at-Tahanawi (w. 1158 H). Ada dua poin penting yang dikemukakan mengenai data 6666 dalam buku bergenre ensiklopedi istilah-istilah ini. Pertama angka 6666 masyhur di kalangan Qurra dan Huffazh. Kedua, bilangan 6666 merupakan angka penarik jiwa sebagaimana yang diungkapkan oleh syair berbahasa Persia yang dinukilnya.

Tidak menutup kemungkinan yang dimaksud dua buku fikih Hanafi yang jadi sumber rujukan itu buku Kasysyâf ini, bukan karya az-Zamakhsyari (w. 538 H). Kalau memang benar buku Kasysyâf ini akan ditemukan kejanggalan. Tahun wafat penulis Kasysyâf ini adalah 1158 H, tapi salah satu dari dua penulis buku fikih Hanafi yang menukilnya, az-Zaila’i wafat tahun 743 H. Aneh jika yang penukil wafat 4 abad lebih dahulu ketimbang yang dinukil.

Kesembilan, al-Kâmil fî al-Qirâât al-‘Asyr wa al-Arba’în az-Zâidah ‘alaihâ karya al-Hudzali (w. 465 H). Buku ini ada sejak abad kelima hijriah, berarti kitab ini bisa dikatakan sezaman dengan tafsir al-Kasyf wa al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân karya Abû Ishâq ats-Tsa’labî (w. 427 H). Bisa disimpulkan angka cantik 6666 ternyata sudah ada sejak abad kelima. Tapi keberadaan angka cantik 6666 dalam kitab dinilai tidak muktabar, bahkan ditolak mentah-mentah. Gawatnya lagi angka cantik 6666 ini dinisbatkan pada sekte Syiah Rafidhah. Alhasil angka 6666 ayat sudah dikritisi habis sejak abad 5 hijriah.

Bilangan 6666 ayat memang angka cantik dan mudah diingat. Namun literatur sumber datanya mayoritas berasal dari luar disiplin ulum Al-Quran. Apalagi secara spesifik literatur ilmu ‘add al-ây (penghitungan ayat). Nyaris hanya Tafsîr Al-Munîr, Hâsyiyah ash-Shâwî, dan al-Kâmil fî al-Qirâât yang berada konsen di wilayah keilmuan Al-Quran. Data yang disajikan di dalamnya pun disinyalir kurang valid asal periwayatnnya. Terlebih lagi dalam al-Kâmil fî al-Qirâât bukannya bisa dijadikan pijakan, malah dat angka 6666 “diinjak-injak”. Penulis menyimpulkan validitas sumber data angka 6666 dalam penghitungan ayat Al-Quran perlu dikaji ulang. [] Wallâhu A’lam

Ali Fitriana Rahmat
Ali Fitriana Rahmat
Guru Ngaji dan Dosen di STKQ Al-Hikam Depok
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...