BerandaKhazanah Al-QuranDialogMelacak Zulkarnain: Tafsir, Israiliyyat, dan Sejarah (Bag. 1)

Melacak Zulkarnain: Tafsir, Israiliyyat, dan Sejarah (Bag. 1)

Karena pertanyaan tentang Zulkarnain datang dari orang Yahudi di Madinah, lumrah apabila pencarian mengenai identitas Zulkarnain turut melibatkan Bibel Yahudi. Bahkan, Abu al-A’la al-Maududi dalam Tafhim al-Qur’an mengatakan kita harus menelisik indikasi-indikasi mengenai Zulkarnain ini dalam kitab mereka itu. Sebelum melakukan penelusuran ke dalam uraian tafsir dan Bibel, penting kiranya memahami makna pertanyaan kaum Yahudi Madinah terkait Zulkarnain.

Tabiat Yahudi yang “cerdik” tentu tidak akan memberikan pertanyaan kepada Nabi Muhammad dengan pertanyaan yang mudah–pertanyaan yang mampu dijawab oleh orang-orang Arab kebanyakan. Pertanyaan tersebut memiliki karakteristik:

  • Tidak diketahui bangsa Arab.
  • Hanya diketahui mereka yang bisa membaca dan memiliki kitab (tidak ummiy).
  • Melek literasi Ibrani, Aramaik, atau Yunani dan Latin.
  • Pertanyaan itu bersifat menguji dengan harapan Nabi tidak dapat menjawabnya sehingga kredibilitas Nabi tersudutkan.
  • Pertanyaan yang bersifat menyeluruh yang hanya dapat tuntas terjawab dengan jawaban yang sifanya menyeluruh pula. Pertanyaan bukan siapa, dari kerajaan mana, kapan, dan bagaimana.

Jika ada seseorang yang bertanya, “Ceritakan tentang Nuh!” Maka jawaban seketika itu kurang lebih adalah, “Nuh merupakan seorang nabi yang kaumnya disapu banjir besar oleh Allah.” Namun berbeda ketika seseorang ditanya, “Ceritakan seseorang yang berlabuh di Gunung Judi!” Pertanyaan ini menuntut orang yang ditanya untuk mengetahui hal-hal detail seputar kisah Nabi Nuh alaihissalam, yakni gunung tempat berlabuhnya bahtera Nabi Nuh. Ini tidak diketahui kecuali oleh orang yang memiliki akses, pemahaman, dan ingatan tentang bagian tertentu dari kisah tersebut.

Maka pertanyaan kaum Yahudi, “Saluhu ‘an rajulin thawaafin fil ‘ardhi” (Tanyakan kepadanya tentang seorang laki-laki yang mengembara di bumi) menunjukkan kecerdikan mereka dalam menggiring pertanyaan.

Tanakh

Allah Swt. berfirman:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا

Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah, “Aku akan bacakan kepada kalian kisah tentangnya. [Q.S. Alkahfi: 83].

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim ketika mengomentari Surah Alkahfi di atas membawakan beberapa pendapat tentang alasan mengapa tokoh tersebut digelari Zulkarnain. Beliau mengatakan bahwa Wahab bin Munabbih, seorang tabiin berdarah Yahudi etnis Yaman berkata, “Sebagian ahli kitab berkata bahwa [dia dijuluki ‘Zulkarnain’] karena menjadi raja Romawi dan Persia (وقل بعض أهل الكتاب: لأنه ملك الروم و فاريس).”

Ibnu Katsir juga mengatakan ada pendapat lainnya yang mengatakan, “dia dinamakan Zulkarnain karena telah melanglang buana ke belahan timur dan barat bumi hingga sampai di tempat terbit dan tenggelamnya matahari (ويقال: إنه سمي ذا القرنين لأنه بلغ المشارق والمغارب من حيث يطلع قرن الشمسي ويغرب).” Memang terdapat pendapat yang mengatakan dia dinamakan Zulkarnain karena terdapat dua kepang pada rambutnya yang terbuat dari kuningan, namun pendapat terakhir ini dilemahkan oleh Ibnu Katsir.

Pembaca budiman, dapat kita pastikan, Zulkarnain hidup sebelum masa kenabian Rasulullah. Jika demikian, sebelum abad 7 M menurut sejarah yang tercatat, tidak ada profil kerajaan yang secara harfiah “menguasai timur dan barat”, dari tempat matahari terbenam ِhingga tempat matahari terbit atau raja yang menguasai Romawi dan Persia, kecuali dua imperium: Akhemeniyah (berdiri abad 6 SM) dan Makedonia (berdiri abad SM). Koresh atau Cyrus adalah pendiri Akhemeniyah sekaligus raja yang membawa imperium itu berada pada puncak kejayaan. Sedangkan puncak kejayaan Makedonia terjadi di era Aleksander.

Tidak ada lagi selain keduanya itu. Ini merupakan konsensus sejarawan. Bahkan kerajaan Nabi Sulaiman dari aspek wilayah tidaklah sebesar keduanya. Tidak pula kerajaan Namrud. Selepas abad 7 M memang ada kerajaan-kerajaan yang melampaui Koresh dan Aleksander seperti kekhalifahan Islam, Ustmaniyah, Mongol, dan Britania Raya. Tetapi di zaman kuno sebelum masa hidup Rasulullah, hanya ada dua yang disebutkan di atas. Bahkan di antara semua itu, kerajaan Akhemeniyah itulah yang disebut-sebut sebagai the greatest empire in history.

Sebagai gambaran, simak peta ini.

Baca juga: Kisah Zulkarnain dalam Alquran, Raja yang Saleh dan Bijaksana

Kita kembali kepada penelusuran Bibel, yakni Bibel Yahudi atau Tanakh. Sebab, pertanyaan itu datang dari kaum Yahudi bukan Nasrani (Perjanjian Baru). Tanakh itu sendiri akronim dari Ta (Taurat), Na (Nevim), Kh (Ketuvim). Jika disebut “Taurat” saja maka sebenarnya maknanya adalah pentateuch, atau lima kitab Musa saja.

Kelimanya itu terdapat dalam lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama: Genesis (Kejadian), Exodus (Keluaran), Leviticus (Imamat), Numbers (Bilangan), dan Deuteronomy (Ulangan). Adapun Nevim artinya para nabi. Kitab-kitab itu mengisahkan para nabi di tengah Bani Israil. Terakhir, Ketuvim, adalah tulisan-tulisan hagiografi, semacam biografi tokoh-tokoh Bani Israil.

Selanjutnya, jika kita menyimak Tanakh, nama Koresh muncul sekitar 23 kali. Semuanya bernuansa protagonis. Sudah dimaklumi sejak ribuan tahun hingga hari ini, Koresh merupakan figur biblikal yang sangat dicintai orang Yahudi. Padahal, Koresh bukanlah orang Yahudi. Dan kita ketahui, kaum Yahudi sangat antipati dengan orang musyrik. Sementara itu nama Aleksander tidak disebut langsung melainkan diisyaratkan melalui tafsir cendekiawan ahli kitab.

Kita telusuri penyebutan “Koresh” dalam Kitab Daniel 8: 4-5 terlebih dahulu. Disebutkan:

4. Aku melihat domba jantan itu menanduk ke barat, ke utara dan ke selatan, dan tidak ada seekor binatang pun yang tahan menghadapinya, dan tidak ada yang dapat membebaskan dari kuasanya; ia berbuat sekehendak hatinya dan membesarkan diri.
5. Tetapi sementara aku memperhatikannya, tampak seekor kambing jantan datang dari sebelah barat, yang melintasi seluruh bumi tanpa menginjak tanah; dan kambing jantan itu mempunyai satu tanduk yang aneh di antara kedua matanya.

Sudah menjadi konsensus (semacam ijmak) di kalangan cendekiawan Bibel, seekor domba jantan di atas adalah Raja Koresh, pendiri Achaemenid Persia. Sementara itu seekor kambing jantan dari arah barat pada ayat 4 dan 5 di atas adalah Alexander “The Great” dari Makedonia. Apakah makna dari “kambing jantan menanduk dari arah barat” itu? Jika kita berada di Persia, maka Makedonia terletak di sebelah barat, dan invasi Aleksander itu mengarah ke timur (tentu dari arah barat). Dalam sejarah, Persia adalah “korban” ekspedisi militer Alexander yang paling “berdarah-darah”.

Maka, kita telah menemukan asal-muasal sosok “pemilik dua tanduk” dalam Tanakh. Sehingga terbukalah kemungkinan. Ini salah satu rujukan ahli kitab di Madinah mengenai Zulkarnain untuk diteruskan kepada Nabi Muhammad. Tidak hanya di dalam Tanakh, penyebutan “pemilik dua tanduk” terdapat juga di Talmud Babilonia. Dalam Talmud bagian Tract Yomah terdapat kutipan dari Rabbi Joshua ben Ula dari Daniel 8: 20, “Domba jantan yang kau lihat itu, yang mempunyai dua buah tanduk, melambangkan kerajaan Media dan Persia.”

Bukan saja di kalangan cendekiawan Bibel, sejarah kontemporer mengafirmasi, tidak ada raja yang memiliki profil “menguasai Media dan Persia” itu kecuali Cyrus the Great.

Menariknya, jika kita simak dalam Daniel 8 ayat 20 terjemahan bahasa Arab versi Smith & Van Dyke, disebutkan:

اما الكبش الذي رأيته ذا القرنين فهو ملوك مادي وفارس

Amma al-kabsy al-ladzi raaitahu dza al-qarnayni fahuwa muluku madiy wa faris.

Adapun domba jantan yang memiliki dua tanduk yang Anda lihat, dia adalah raja Medes dan Persia.

Koresh dalam ayat di atas memiliki lakab ذا القرنين.

Tentu masih banyak pertanyaan yang harus dijawab. Apakah “Zulkarnain” di atas adalah sama dengan yang Allah firmankan dalam Alquran? Uji konsistensi masih diperlukan.

Bersambung, Insyaallah.

Baca juga: “Plagiarisme” Alquran (Bag. 4-Habis): dari Zulkarnain hingga Salman

Wisnu Tanggap Prabowo
Wisnu Tanggap Prabowo
Dosen STEI Tazkia, Pengajar LBPP LIA Pajajaran, Trainer Pusdiklat Mahkamah Agung, dan Peneliti IHKAM
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...