Melihat Al-Quran sebagai Pembungkam Nalar Sastra Arab

Al-Quran membungkam nalar Sastra Arab
Al-Quran membungkam nalar Sastra Arab

Mukjizat hadir sebagai kompetitor mutlak atas kondisi umat pada satu masa. di masa Rasulullah SAW. Bangsa Arab dikenal memiliki peradaban sastra yang sangat tinggi (Ahlul Fasahah wal Bayan). Sastra Arab bahkan mengungguli Yunani pada saat itu. Maka, Mukjizat yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammad SAW, adalah mukjizat yang “membungkam” insting sastra pada masa itu. Tantangan untuk membuat teks yang mengungguli Al-Quran dari segi ekspresi, bahasa, dan kandungan masih terbuka hingga saat ini bagi bangsa Arab, dan bahkan seluruh manusia. Dr. Ahmad Darwish, pakar linguistik Al-Quran Cairo University dalam bukunya Al-Balaghah Al-Quraniyah : Dirasah Fi Jamaliyyat An-Nash Al-Qur’any menyebutkan:

وَكَانَ الْمُعْجِزَةَ الْبَيَانِيَّةَ وَالْخَالِدَةَ عَلَى صَفَحَاتِ التَّارِيْخِ الْإِنْسَانِيِّ الدَّالَّةِ عَلَى صِدْقِ رِسَالَةِ مُحَمَّدِ الْأَمِيْنِ، وَأَنَّهُ جَاءَ بِكِتَابٍ مِنْ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ يُمَثَّلُ غَايَةَ التَّحَدِّي وَالْإِعْجَازِ لِلْعَرَبِ، بَلْ لِلْبَشَرِيَّةِ جُمَعَاءِ أَنْ يَأْتُوْا بِمِثْلِ قُرْآنِهِ لَفْظاً وَفِكْراً وَتَعْبِيْراً.  وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ سِوَى الْعُجْزِ وَالْاِسْتِسْلَامِ أمَامَ بَلَاغَةِ الْقُرْآنِ.

“Al-Quran adalah Mukjizat yang verbal nan abadi dalam lembaran sejarah peradaban manusia. Bukti atas kebenaran Risalah Muhammad Al-Amin. Beliau (Rasulullah) datang dengan membawa kitab suci dari Tuhan semesta alam, memainkan peran sebagai tantangan tertinggi, serta melumpuhkan (kehebatan sastra) bangsa Arab, bahkan seluruh umat manusia, agar membuat sesuatu yang mampu menyamai Al-Quran Rasulullah baik secara lafadz, ide, maupun ekspresi. Akhirnya, mereka (bangsa Arab) hanya bisa tunduk dan menyerah di hadapan (kekuatan)  Balaghah Al-Quran”

Baca juga: Mengenal Mustansir Mir dan Unsur-Unsur Sastra Dalam Al-Quran

Al-Quran memang diturunkan menggunakan Bahasa Arab, namun level kesustraannya secara substansial telah melampaui Bangsa Arab pada saat itu. Dr. Shalahuddin Abdut Tawwab dalam bukunya As-Shurah Al-Adabiyah Fi Al-Quran Al-Karim menyatakan :

وَمَعَ أَنَّ الْقُرْآنَ جَاءَ بِهَذَا اللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ الْمُبِيْنِ، وَعَلَى طَرِيْقَةِ الْعَرَبِ فِيْ اْلأَدَاءِ وَالتَّعْبِيْرِ، لَكِنْ هَيْهَاتَ أَنْ تُرَقِّيَ أَسَالِيْبِهِمْ إِلَى أُسْلُوْبِهِ مَعَ كَثْرَةِ مَا جَائُوْا مِنْ مَحَاسِنِ الشِّعْرِ وَعُيُوْنِ النَّثْرِ. إِذْ إِنَّ لُغَةَ القرآنِ تَدَفَّقَتْ بِأسلوبِ مُبْدِعٍ لَا عَهْدَ لِلأَسماعِ بِمثلهِ، فَلَا هُوَ مَوْزوْنٌ مُقَفَّى، وَلَا هُوَ مُرَصَّعٍ مُسَجَّعٍ يَتَجَزَّأَ فِيْه الْمَعْنَى فِي عَدَدٍ مِن الفَقْرِ وَلَا هُوَ مُرْسَلٌ يَطْرَدُ أسلوبُهُ دُونَ تَقْطِيْعٍ أَوْ تَسْجِيْعٍ.

“dan karena bahswasanya Al-Quran  diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, serta teknik – teknik bangsa Arab dalam penggunaan dan ekspresinya. Namun sangat mustahil gaya bahasa bangsa Arab yang digunakan dalam Syair- syair yang indah, serta prosa – prosa yang elok mampu melampaui gaya bahasa Al-Quran. Sehingga bahasa Al-Quran meluap dengan menggunakan uslub – uslub yang inovatif, tak pernah terdengar ada yang menyamainya.  Al-Quran tidak berwazan maupun berqafiyah, tidak pula punya rima dan sajak yang terbagi – bagi maknanya dalam beberapa alinea. Al-Quran tidak pula hilang ke-khasan stilistiknya tanpa menggunakan pola arudh dan sajak”

Baca juga: Misteri Kata “Dzalika” dalam Surah Al-Baqarah Ayat 2

Kekuatan sastra Al-Quran sendiri telah terbukti punya validasi yang kuat dan cukup untuk membuat Abna’ Al-Lughah (Penutur bahasa aslinya) menjadi takjub dan kagum dengan pola sastranya. Salah satu buktinya, adalah kisah mengenai Abu Jahal yang seringkali curi-curi waktu untuk mendengarkan syahdunya Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa porsi sastra dalam Al-Quran mampu membuat orang yang bahkan tak mau mengimaninya menjadi terlena dengannya. Al-Quran seakan menyihir akal dan hati mereka untuk terus mendengarkan lantunannya. Inilah yang dinamakan I’jaz atau kehebatan Al-Quran, kemampuan Al-Quran untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu yang bersifat out of ordinary behaviour.

Dalam lingkup keilmuan bahasa dan Sastra Arab, Al-Quran adalah genre sastra tersendiri. Di satu sisi, ia memiliki rasa syair yang sangat kuat. Namun ia bukanlah syair. Syair mewajibkan adanya wazan ‘arudhi (Pola puisi Arab) atau setidaknya Qafiyah (rima). Di sisi lain, ia memiliki pola yang mirip dengan prosa, namun kandungan dasarnya bukanlah sastra. Al-Quran adalah kitab serius paling santai. Kandungannya adalah syariat, namun disampaikan melalui bahasa yang sastrawi. Namun bukan berarti Al-Quran hanya indah “kulit”nya saja, nilai sastra Al-Quran sangat komperhensif, mulai dari tataran lafadz hingga maknanya.

Baca juga: Amin Al-Khuli: Mufasir Modern Yang Mengusung Tafsir Sastrawi

Dalam banyak kesempatan kita akan menjumpai betapa Allah sangat piawai dalam meletakkan diksi–diksi pada tempatnya. Salah satu contohnya adalah diksi Al-Qamish (baju). Ada tiga ayat dalam surat Yusuf yang sama – sama menggunakan diksi ini. Yakni di ayat 18, ayat 26-28, dan ayat 96. Ketiganya merupakan titik plot dari cerita nabi Yusuf. Az-Zamkhasyari dalam Tafsirسnya mengatakan :

وَقِيْلَ كَانَ فِيْ قَمِيْصِ يُوسُفَ ثَلَاثَ آياتٍ: كَانَ دَلِيْلًا لِيَعْقُوْبَ عَلَى كِذْبِهِمْ، وَأَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيْراً، وَدَلِيْلًا عَلَى بَرَاءَةِ يُوسفِ حِيْنَ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ

“dan dikatakan bahwa ada tiga kejadian dalam (lingkup) pakaian Nabi Yusuf. Pertama, sebagai barang bukti bagi Nabi Ya’kub atas kebohongan saudara – saudara Nabi Yusuf. Kedua, diusapkannya pakaian tersebut pada wajah Nabi Ya’kub, sehingga pengelihatannya pulih. Ketiga, sebagao bukti bebasnya Yusuf (dari tuduhan) ketika (terlihat) pakaiannya koyak dari belakang”

Tiga titik ini adala poin cerita. Qamish palsu Nabi Yusuf yang berlumuran darah adalah tanda pemunculan konflik (rising action). Koyaknya Qamish Nabi Yusuf di bagian belakang adalah tanda klimaks atau puncak konflik (Turning Point). Sedangkan diusapkannya Qamish ke wajah Nabi Ya’kub hingga pengelihatannya pulih adalah tanda penyelesaian konflik cerita (Resolution).

Nilai sastra yang dikandung Al-Quran punya peran yang sangat besar dalam dakwah Islam di tengah masyarakat Arab yang “gila” sastra pada saat itu. Tak hanya itu, nilai sastrawi Al-Quran juga membawa pengaruh yang baik bagi pertumbuhan sastra Arab di masa mendatang. Al-Quran lah yang mengilhami lahirnya disiplin – disiplin ilmu dalam bahasa dan Sastra Arab. Tanpa Al-Quran, mungkin sastra Arab tak akan berkembang hingga pada titik saat ini.

Wallahu a’lam.